Dampak Perubahan Iklim, Memburuknya Pasokan Pangan, Rasa dan Racun

By National Geographic Indonesia, Rabu, 7 Desember 2022 | 12:00 WIB
Perubahan iklim tidak hanya memengaruhi pasokan makanan dunia, tetapi juga cita rasa di lidah kita. (Public Domain)

Laporan terbaru dari University of Melbourne, ada beberapa makanan yang rasanya dapat berubah karena naiknya suhu lingkungan. Australia kerap mengonsumsi makanan yang diproduksi dari tanahnya sendiri, sehingga penelitian yang dilakukan menggunakan bahan pangan yang juga berasal dari Australia.

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa siswa dari University of Melbourne dan dipimpin oleh Profesor Richard Eckard ini berhasil mengungkapkannya.

Berikut sejumlah makanan yang disinyalir dapat berubah rasa disebabkan adanya kenaikan suhu:

Wortel dan ubi bit tidak dapat hidup di lingkungan dengan udara kering, sehingga udara yang semakin kering dan panas dapat membuat tekstur dan rasa wortel dan ubi bit berubah.

Kentang yang tumbuh di area yang lembab maupun terlalu panas akan cenderung mendapat penyakit tanaman.

Daging juga tidak luput dari pengaruh panas. Binatang seperti ayam dan sapi beresiko alami stres akibat temperatur lingkungan yang panas. Suhu yang panas juga dapat memengaruhi selera makan. Jika binatang penghasil daging seperti ayam dan sapi tidak makan dengan baik karena pengaruh panas, daging mereka akan keras dan berserabut.

Merujuk pada poin ketiga di atas, kebanyakan makanan binatang ternak (yang diambil dagingnya) adalah gandum. Udara kering dengan suhu tinggi akan menyebabkan kekeringan dan pengaruhnya pada resiko kegagalan panen semakin besar. Dengan berkurangnya jumlah panen gandum, otomatis harga gandum dan juga daging akan meroket.

Peneliti percaya bahwa pengaruh suhu yang kian naik akan berdampak sangat besar pada produk olahan susu. Semakin panas cuaca lingkungan, akan mengurangi kemampuan sapi perah memproduksi susu sebanyak 10 sampai 40 persen.

Sejatinya fenomena ini menyadarkan kita bahwa perubahan iklim bukanlah fenomena yang jauh, melainkan kejadian yang sangat nyata," kata Eckard, "yang telah memengaruhi hal-hal yang kita nikmati dalam kehidupan kita sehari-hari, termasuk makanan paling umum yang kita makan untuk sarapan, makan siang, dan makan malam.”

Sementara itu Profesor David Karoly dari universitas yang sama, mengatakan bahwa dari semua dampak pemanasan global terhadap pertanian Australia, peningkatan gelombang panas dan kebakaran hutan menjadi ancaman terbesar bagi kawasan pertanian Australia.

Temuan laporan utama termasuk prediksi bahwa perubahan suhu akan berdampak buruk pada tanaman umbi-umbian, gandum dan buah-buahan dan produksi kacang-kacangan dan akan meningkatkan tekanan panas pada sapi dan ayam.

“Pemanasan global meningkatkan frekuensi dan intensitas gelombang panas dan kebakaran hutan yang memengaruhi pertanian di seluruh Australia selatan dan timur, dan ini akan jauh lebih buruk di masa depan jika kita tidak bertindak,” katanya. “Pemikiran yang menakutkan ketika Anda mempertimbangkan bahwa pertanian Australia menghasilkan 93 persen dari makanan yang kita makan.”