Studi Baru Ungkap Pandemi Ternyata Tak Mengurangi Deforestasi

By Utomo Priyambodo, Selasa, 6 Desember 2022 | 19:07 WIB
Hutan hujan di Papua, salah satu tempat dengan keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia, terancam oleh deforestasi. (Mighty Earth)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru yang dikerjakan para peneliti di Alliance of Bioversity International dan International Center for Tropical Agriculture (CIAT) mengungkapkan bahwa pandemi tidak mengurangi deforestasi global. Terlepas dari pergolakan besar-besaran pada tahun pertama pagebluk COVID-19, deforestasi secara global ternyata berjalan kurang lebih seperti yang diperkirakan dari tren yang terbentuk selama 15 tahun terakhir.

Makalah studi mereka telah terbit di Journal of Forestry Research pada pertengahan November 2022. Untuk menyusun makalah studi berjudul "Has global deforestation accelerated due to the COVID-19 pandemic?" para peneliti menggunakan data historis deforestasi anatara tahun 2004 hingga 2019 dari sistem pemantauan perubahan tutupan lahan pantropis Terra-i untuk memproyeksikan tren deforestasi yang diperkirakan untuk tahun 2020.

Analisis kehilangan tutupan pohon dari waktu ke waktu ini digunakan untuk menentukan apakah deforestasi yang diamati pada tahun 2020 menyimpang dari lintasan yang diperkirakan setelah kasus COVID-19 pertama dilaporkan. Baik di tingkat regional untuk Amerika, Afrika dan Asia maupun di tingkat negara untuk Brasil, Kolombia, Peru, Republik Demokratik Kongo dan Indonesia.

"Tidak terlalu mengejutkan melihat sedikit perubahan," kata Janelle Sylvester, penulis korespondensi studi tersebut dan Rekan Riset di Alliance seperti dikutip dari keterangan tertulis Alliance of Bioversity International dan CIAT.

Sylvester mengatakan bahwa laju deforestasi kemungkinan besar tidak berubah secara drastis karena berbagai alasan. Pertama, kemungkinan dinamika kompleks yang mendorong deforestasi sebelum pandemi tetap tidak terpengaruh oleh lockdown selama pandemi.

"Misalnya, penggundulan hutan ilegal di area-area di mana kehadiran negara (pemerintah) masih minimal sebelum pandemi, kemungkinan akan berlanjut selama penguncian," katanya.

Baca Juga: 58,2% Penggundulan Hutan Tropis oleh Pertambangan Terjadi di Indonesia

Baca Juga: Kebakaran Deforestasi Indonesia Sumbang 7% Emisi Gas Rumah Kaca Dunia

Baca Juga: Benarkah Menghentikan Deforestasi Berdampak Pada Emisi Masa Depan? 

Selain itu, dia menjelaskan bahwa "kekuatan ekonomi makro tingkat global yang terkait dengan perubahan permintaan dan penawaran yang dipasangkan dengan paket stimulus ekonomi nasional dapat menyeimbangkan tekanan ekonomi yang ditempatkan pada hutan."

Louis Reymondin, yang memimpin bersama tema penelitian Transformasi Digital Sistem Pertanian Pangan untuk Alliance of Bioversity International dan CIAT juga mengatakan bahwa temuan itu tidak mengejutkan. Terutama mengingat bahwa penggundulan hutan sangat didorong oleh penggembalaan ternak dan permintaan untuk produk tersebut terus berlanjut selama penguncian (lockdown) pada tahun 2020.

“Ada perubahan dalam kebiasaan konsumsi makanan, tapi biasanya ke arah makanan olahan dan ketergantungan pada industri pertanian,” ujar Reymondin.