Kisah Orang-Orang Depok yang Terlupakan: Pribumi yang Punya Hak Khusus

By Utomo Priyambodo, Rabu, 21 Desember 2022 | 17:00 WIB
Orang-orang Depok di Stasiun Depok pada masa Hindia Belanda. (nationalgeographic.nl)

Anthony meninggal kurang dari setahun kemudian. Lalu siapa yang menguasai Depok?

Melalui Anna de Haan, janda Anthony, berakhir dengan suami barunya Johan Francois de Witte van Schooten setelah kematiannya. Sementara misionaris yang datang ke Depok semakin banyak, salah satunya, J. Beukhof, justru menetap di sana. Bersama warga Depok, ia menyediakan jalan, irigasi, dan sekolah dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pemerintah membangun rel kereta api yang menghubungkan Depok dengan Batavia dan Buitenzorg (sekarang Bogor). Belakangan mereka juga membangun rumah-rumah yang disewakan kepada orang-orang Belanda yang ingin keluar dari iklim Batavia yang panas terik.

Apakah orang-orang Belanda bercampur dengan orang-orang Depok?

Ya, budaya menjadi semakin terjalin. Sejak tahun 1870 mereka semakin banyak menikah dan memiliki anak. Penduduk Depok menjadi orang Belanda: mereka berbicara bahasa Belanda, beragama Kristen, berpakaian Eropa dan menjalani gaya hidup Belanda. Mereka memiliki nama seperti Betje, Saartje dan Loesje. Beberapa keluarga bahkan disamakan dengan orang Belanda secara hukum. Tentu saja praktiknya berbeda, tetapi orang-orang Depok memang memiliki status dan terutama menjalani kehidupan yang makmur. Foto-foto lama bahkan menunjukkan mobil mahal dan Harley Davidson. Berkat pendidikan Belanda mereka, mereka mendapat pekerjaan bagus di kantor-kantor administrasi di Batavia dan Buitenzorg. Mereka menjalani mimpi Chastelein: komunitas Kristen yang berpemerintahan sendiri dan mandiri.

Baca Juga: Belanda Secara Resmi Minta Maaf Atas Perbudakan Selama 250 Tahun

Baca Juga: Begini Asal-usul Julukan Orang Belanda Depok, Jangan Salah Kaprah!

Baca Juga: Kisah Tragis Politikus Belanda, Tubuh Digantung dan Dikanibal Lawannya 

Apakah ini menyebabkan keretakan antara orang-orang Depok dan komunitas Islam Indonesia?

Ya, warga Depok menikmati status dan prestise yang jauh lebih tinggi daripada warga Muslim yang menyewa tanahnya. Mereka selalu dipanggil senhor, bahasa Portugis untuk 'tuan'. Selain itu, mereka menjalani kehidupan yang sangat terisolasi. Chastelein telah melarang pernikahan dengan non-Kristen dalam surat wasiatnya. Siapa pun yang melakukannya, kehilangan negaranya. Mengkristenkan warga Depok sangat penting bagi Chastelein. Orang-orang sezaman seperti Frederik de Haan, pengarsip tanah di Batavia, mengira dia mencoba membeli jalan ke surga. Yang lain melihatnya sebagai eksperimen sosial. Tapi itu tentu tidak unik pada saat itu: arsip yang tak terhitung jumlahnya menunjukkan bahwa para pejabat VOC meninggalkan sejumlah uang atau tanah kepada budak mereka. Jadi Chastelein tidak terlalu progresif.

Tapi orang-orang Depok melihatnya seperti itu.

Mereka melihat - dan menganggap - dia (Chastelein) sebagai ayah mereka. Kisah Chastelein menjadi semakin penting bagi rasa identitas mereka. Orang-orang Depok menghidupkannya kembali: mereka memberi tahu anak dan cucu mereka bahwa dia adalah pria yang luar biasa. Juga bahwa dia menentang perbudakan - meskipun keinginannya menunjukkan sebaliknya. Sejak tahun 1892 mereka bahkan merayakan Chastelindag pada peringatan kematiannya, yang masih dilakukan oleh generasi Depok saat ini.

Pada tahun 1942, Jepang menginvasi Hindia Belanda. Apa yang terjadi selanjutnya?