Bahan Pakaian yang Tak Ramah Lingkungan, Mencemari Bumi tiap Dicuci

By Utomo Priyambodo, Jumat, 23 Desember 2022 | 09:00 WIB
Gerakan saling bertukar pakaian diharapkan dapat memperpanjang usia pakaian untuk fesyen berkelanjutan dan kelestarian bumi. (SayaPilihBumi)

Baca Juga: Transisi Kecukupan: Rem Belanja Konsumtif, Selamatkan Lingkungan

Baca Juga: Menelisik Perilaku Konsumsi Impulsif dan Dampaknya terhadap Lingkungan

Baca Juga: Gerakan Tukar Baju Mengemuka di Tengah Ancaman Limbah Tekstil 

Menurut Fashion For Good, produksi kapas konvensional menyumbang seperenam dari semua pestisida yang digunakan secara global, berdampak pada rentannya para petani dan komunitas lokal terpapar bahan kimia berbahaya. Penelitian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, sekitar 20 ribu orang meninggal dunia karena kanker dan keguguran akibat bahan kimia yang disemprotkan pada kapas.

2. Bahan sintetis (poliester, nilon, dan akrilik)

Material sintesis menyumbang 63 persen input bahan untuk produksi tekstil, menurut Laura Balmond, manajer proyek Make Fashion Circular di badan amal lingkungan Ellen MacArthur Foundation (EMF). Bahan yang paling umum di sektor ini adalah poliester (55 persen), diikuti nilon (lima persen), dan akrilik (dua persen).

Sayangnya, bahan sintesis ini tidak ramah lingkungan karena biasanya terbuat dari minyak. Di samping itu, bahan sintetis juga tidak dapat terurai secara alami dan bergantung pada petrokimia atau ekstraksi bahan bakar fosil.

"Penggunaan bahan bakar fosil membawa serta masalah-masalah merugikan termasuk tumpahan minyak, emisi metana, dan gangguan satwa liar serta hilangnya keanekaragaman hayati," ucap Wilby.

Selain itu, kain sintetis juga berdampak buruk karena setiap kali dicuci akan melepaskan serat mikro ke saluran air yang menyebabkan kerusakan ekosistem laut secara signifikan.

3. Bahan hewan (wol, kulit, dan bulu)

Menurut Balmond, serat berbasis protein seperti wol menyumbang kurang dari dua persen dari semua serat yang digunakan dalam tekstil. Serat ini sebenarnya dapat terurai dengan aman.

Sayangnya, bahan-bahan dari hewan ini berasal dari peternakan yang menyebabkan 14,5 persen emisi gas rumah kaca. Selain itu, satu miliar hewan dibunuh setiap tahunnya untuk diambil kulit mereka.