Nationalgeographic.co.id—Lato-lato bukanlah mainan yang baru muncul belakangan ini. Mainan ini juga tidak eksklusif hanya ada di Indonesia.
Jauh sebelum digandrungi lagi di Indonesia saat ini, lato-lato juga pernah digandrungi banyak anak di negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Inggris. Di negara-negara barat, mainan ini kerap disebut sebagai "klackers", "clackers", "klik-klaks", "whackers", "bangers", ataupun "knockers".
Apa pun namanya, mainan ini sama-sama terdiri atas dua bola plastik atau bahan lain yang keras yang terhubung ke sebuah cincin dengan seutas tali. Cara memainkannya adalah dengan mengayunkan kedua bola itu sehingga keduanya saling memukul dan mengeluarkan suara. Ada bunyi yang khas ketika dua bola itu saling berbenturan secara berturut-turut.
"Lato-lato", apa pun variasi namanya, sempat sangat terkenal di banyak negara terutama pada periode tahun 1960-an akhir hingga 1970-an awal. Demam ini juga melanda anak-anak di Torquay, sebuah kota kecil di Inggris, sebagaimana diberitakan situs We Are South Devon.
Meski mengeluarkan bunyi yang memekakkan telinga, mainan ini tampaknya sangat menyenangkan dan sangat membuat ketagihan. Dengan cepat, banyak orang, terutama anak-anak, menjadi gandrung terhadap mainan ini. Pada awal tahun 70-an, ratusan pembuat mainan tercatat telah menjual jutaan mainan ini di seluruh dunia.
Mainan ini menjadi begitu populer hingga sampai ke penduduk Calcinatello, provinsi kecil di Italia utara. Penduduk di provinsi kecil yang populasinya hanya 12.832 orang itu bahkan sempat mengadakan kompetisi tahunan untuk para penggemar mainan ini.
Sayangnya, mainan ini kemudian disalahgunakan sehingga menimbulkan kekacauan sosoal. Lato-lato atau klackers ini memiliki desain yang mirip dengan boleadoras atau bolas, senjata pilihan untuk gaucho, koboi Argentina.
Apa pun yang menyerupai senjata, benda itu akan rentan digunakan untuk tindakan kekerasan di taman bermain. Maka tidak lama kemudian orang-orang di Inggris mulai melihat serangkaian anak-anak yang terluka, beberapa di antaranya sengaja dilukai. Hal ini mendorong banyak sekolah di Inggris melarang murid-muridnya membawa dan memainkan klackers.
Baca Juga: Mainan Tertua Ini Diyakini 'Hadiah' Perjalanan Anak ke Akhirat
Baca Juga: Bukan Alat Ramalan, Kartu Tarot Hanya Kartu Mainan di Zaman Kuno
Baca Juga: Nasib Pengrajin Mainan Kayu di India Terancam Akibat Penebangan Hutan
Ada juga kesalahan desain dasar pada mainan ini. Karena terbuat dari plastik akrilik keras, kadang-kadang bola mainan ini diketahui meledak dan menyebabkan sejumlah cedera saat pecahannya terbang dari talinya.
Para pengguna lain juga menemukan bahwa bola plastik keras yang bergerak cepat sebenarnya bisa mematahkan tulang anak-anak. Menanggapi kekhawatiran nasional ini, pada tahun 1971 Departemen Dalam Negeri Inggris (Home Office) meluncurkan penyelidikan apakah mainan ini harus dilarang sepenuhnya.
Kota kecil Torquay yang genarasi mudanya juga kegandrungan mainan ini, turut terjebak dalam kepanikan yang melanda Ingris. Pada tahun 1971 Torquay Times menyelidiki dan memuat berita halaman depan tentang bahaya mainan ini bagi generasi muda Torquay.
“Saya sungguh-sungguh akan meminta semua orang tua untuk mencegah anak-anak mereka menggunakan mainan tersebut," kata, Petugas Keamanan Publik Torquay, Leonard Newman. "Berbagai kecelakaan telah terjadi dan itu hanyalah gangguan. Dengan menggunakannya, anak-anak menciptakan gangguan dan membiarkan diri mereka rentan terhadap kecelakaan.”
Menanggapi hal ini, salah satu pabrikan mainan ini yang juga berlokasi di Torquay membela produknya dan mengatakan bahwa jenis mainan yang lebih murahlah yang berbahaya. “Produk kami anti pecah dan terbuat dari polistirena yang keras. Tidak ada gelembung udara di dalamnya. Mereka benar-benar kokoh dan Anda bisa memukulnya dengan palu. Kami menggunakan tali nilon. Anda tidak dapat memecahkannya dengan tangan Anda. Mereka pasti aman.”
Meski diklaim tidak mudah pecah, sifat mainan yang sangat kokoh atau keras ini di sisi lain juga dianggap makin berbahaya. Ini membuat mainan tersebut bisa menjadi senjata semacam boleadoras yang lebih efektif atau lebih mengerikan.
Terlepas dari kerusakan ekonomi yang akan ditimbulkan oleh larangan terhadap bisnis lokal, mainan ini kemudian tetap dilarang di sekolah-sekolah lokal. GC Smith, kepala sekolah Torquay Boys Grammar School berkata, “Saya tidak akan mentolerir mereka di dalam gedung. Seorang anak berusia 14 tahun memiliki pergelangan tangan yang diperban karena memar yang disebabkan oleh klackers ini. Saya pikir itu adalah hal-hal yang konyol.”
AE Gibson, kepala sekolah Audley Park School (sekarang Torquay Academy), juga melarang mainan ini dengan alasan keamanan. Selain itu, ia juga menyoroti kebisingan yang dihasilkan dari bunyi mainan ini.
Pada tahun 1972 kegemaran terhadap mainan itu berakhir dengan tiba-tiba. Produsen klackers utama, James dari Inggris, dipaksa untuk memberhentikan 170 pekerja dan tersisa 400.000 klackers di gudang mereka.
Di Amerika, klackers secara resmi dilarang pada tahun 1985 dan bergabung dalam daftar '10 Mainan Anak-Anak Terlarang Paling Berbahaya Amerika Serikat Sepanjang Masa'. Apakah di Indonesia tren mainan ini juga akan berakhir sama?