Mengulik Ritual Pengurbanan Anak 'Capacocha' di Kerajaan Inca

By Sysilia Tanhati, Minggu, 8 Januari 2023 | 07:00 WIB
Suku Inca terkenal dengan ritual pengurbanan anak yang disebut capacocha. Memiliki anak yang menjadi kurban bagi dewa merupakan kehormatan tersendiri. (Museo Nacional de Historia Natural)

Bagaimana menyeleksi anak-anak yang akan dikurbankan?

Proses seleksinya pun sedikit mirip dengan metode dalam film The Hunger Games. Anak-anak dari kedua jenis kelamin diberikan kepada kerajaan sebagai penghargaan oleh komunitas lokal setiap tahun. Setiap wilayah di kerajaan, sekecil apa pun, wajib memberikan pengorbanan.

Anak laki-laki selalu pra-puber, tidak lebih dari sepuluh tahun. Gadis-gadis itu bisa berusia hingga enam belas tahun, tetapi harus perawan.

Mitchell juga menyebutkan, “Anak-anak harus menjadi spesimen yang sempurna, tidak boleh ada bintik atau bekas luka.” Sederhananya, anak-anak harus cantik. Hanya anak-anak paling murni yang layak dikirim untuk tinggal bersama para dewa.

Baca Juga: Wujud Mumi Anak Suku Inca, Korban Ritual Pengorbanan Pada Dewa

Baca Juga: Teknologi Pertanian yang Menakjubkan, Memajukan Peradaban Inca

Di zaman modern, pengurbanan seperti ini terdengar mengerikan, sadis, dan tidak berperikemanusiaan. Namun oleh Suku Inca, sebagian besar keluarga menganggap itu suatu kehormatan besar. Keluarga bangsawan sering mengupayakan agar anak-anaknya terpilih, ini menjadi cara untuk memenangkan hati kaisar.

Proses untuk anak laki-laki dan perempuan sedikit berbeda. Anak laki-laki, begitu terpilih, langsung dikirim ke ibu kota Inca, Cuzco. Gadis-gadis atau aqlla (perempuan pilihan) pertama-tama dikirim ke aqlla wasi (rumah wanita pilihan). Di sana mereka bertemu dengan mama-kuna, sekelompok ibu pemimpin yang mirip dengan biarawati.

Gadis-gadis itu dididik oleh pendeta wanita dalam seni menenun, menjahit, dan menyiapkan minuman spiritual khusus yang disebut chicha. Sekitar usia 14 tahun, gadis-gadis itu kemudian akan dibagi menjadi tiga kelompok.

Yang beruntung disimpan dan ditahbiskan sebagai pendeta wanita yang akan melanjutkan tradisi. Kelompok kedua, biasanya yang tercantik, dikirim untuk dikorbankan pada upacara capacocha negara bagian. Kelompok ketiga dikirim ke kaisar di Cuzco untuk bertindak sebagai pelayan atau selir atau dibagi antara bangsawan Cuzco sebagai istri kedua.

Bukti sejarah ritual pengurbanan anak capacocha

Kurangnya catatan tertulis dari suku Inca menyebabkan para sejarah kesulitan untuk memahami soal kebudayaan mereka. Lalu, bagaimana kita tahu banyak tentang capacocha?

Deskripsi terbaik yang kami miliki tentang capacocha berasal dari Cristobal de Molina, seorang penulis sejarah Spanyol. Ia menghabiskan sebagian besar masa dewasanya di Cuzco. Ia mengungkapkan bahwa capacocha sering dikaitkan dengan kenaikan kaisar baru.

Molina menggambarkan bagaimana semua kota di dalam kekaisaran dipanggil untuk mengirim anak perempuan dan laki-laki muda ke ibu kota. Pada saat yang bersamaan, gulungan kain halus dan patung-patung yang terbuat dari logam mulia juga dikirim.

Gagasan tentang pengurbanan anak hampir mustahil untuk dipahami bagi orang di zaman modern. Bagaimana bisa orang tua yang penuh kasih mengirim anak-anaknya untuk menghadapi ajal dengan cara yang mengenaskan? Apa yang sebenarnya mereka pikirkan?

Sebelum menilai terlalu keras, harus diingat bahwa bagi suku Inca, memiliki anak yang terpilih jadi kurban adalah kehormatan tertinggi. “Masyarakat akan memperingati anak-anak setelah kematian mereka,” tambah Mitchell.

Alih-alih dianggap sebagai “pembunuh anak”, anak-anak dikirim untuk melayani para dewa di akhirat. Bagi mereka, dikurbankan adalah berkah.

Juga harus diingat bahwa kematian anak-anak dipandang sebagai hal yang harus terjadi. Suku Inca percaya bahwa dewa mereka akan menghujani bencana alam seperti banjir, gempa bumi, dan kelaparan jika mereka tidak menerima pengurbanan secara teratur.