Nationalgeographic.co.id - Ketika orang berpikir tentang mumi, yang pertama kali terlintas dalam pikiran mungkin adalah Tutankhamun dan Ramses II. Atau makam-makam yang menampung mumi Firaun dan harta tak ternilai sebagai bekal di akhirat. Akan tetapi hanya sedikit orang yang menyadari bahwa mumifikasi telah digunakan oleh budaya di luar Mesir selama ribuan tahun. Praktik ini bahkan mendahului mumi Mesir pertama lebih dari 2.000 tahun dan ditelusuri kembali ke Amerika Selatan. Lalu apa bedanya antara mumi Mesir kuno dengan mumi Amerika Selatan?
Sejarah awal mumi
Orang mungkin mengira mumi paling awal muncul dari keinginan untuk melestarikan anggota masyarakat yang paling dihormati. Seperti dalam kasus Mesir kuno. Namun sebenarnya tidak demikian.
Faktanya, orang pertama yang memumikan orang mati adalah pemburu-pengumpul dari Chinchorro yang bertahan di pantai Gurun Atacama.
Peradaban Andes seperti orang Inca dan Nazca juga mempraktikkan mumifikasi berabad-abad setelah pemburu-pengumpul Atacama memulai praktik tersebut. Untuk masyarakat berskala besar ini, status dan pengorbanan manusia berperan dalam metode penguburan ini.
Baca Juga: Selidik Ratusan Kerangka Anak-Anak Tanpa Jantung Korban Tumbal di Peru
Baca Juga: Sebagian Tidak Percaya Akhirat, Inilah Kehidupan Orang Mati Mesir Kuno
Sementara di Mesir, hal itu juga dirancang untuk melestarikan bangsawan penting untuk akhirat. Chinchorro menggunakan mumifikasi dalam ukuran yang sama untuk pria, wanita, anak-anak, dan bahkan janin.
Dengan demikian, ketika kita melihat sekilas ke dunia mumi kuno dan prasejarah, kita melihat banyak motif tak terduga dan cara inovatif untuk menjaga agar orang mati tetap awet.
Sejarah mumi Mesir kuno, ketakutan akan kematian
“Orang Mesir kuno mempraktikkan mumifikasi dimulai sekitar 3500 Sebelum Masehi,” tulis Jillian Oliver di laman Grunge. Alasan praktik kamar mayat jenis ini adalah untuk membantu perjalanan seseorang ke Dunia Bawah Tanah yang diperintah oleh dewa Osiris.
Kepercayaan Mesir kuno menyatakan bahwa akhirat terletak di dekat makam. Banyak ketakutan melingkupi kematian. Ini menyebabkan ritual yang memperlakukan kematian seperti "perampok", menurut Egyptologist Edward Wente.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | grunge.com |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR