Pemberontakan di Curacao, Budak yang Enggan Diperbudak Belanda

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 7 Januari 2023 | 12:00 WIB
Pemberontakan para budak di Curacao menjadi titik awal pembebasan melawan kolonialisme Belanda di Hindia Barat. Pemimpin perlawanan ini adalah Tula yang terinspirasi dari revolusi Prancis 1794. (Edsel Selberie/Wikimedia)

Caspar Lodewijk van Uytrecht (1786-1862), pemilik kebun di Curacao. Dia mempekerjakan budak yang pada akhirnya membuat mereka membangkang untuk kebebasan. (Kunstcollectie)

Mereka pun memilih untuk meninggalkan perkebunan, dan bersatu dengan yang budak-budak dari perkebunan lainnya. Senjata kolonial pun berhasil dilucuti mereka, dan kemudian mendobrak penjara untuk memebaskan budak yang sebelum-sebelumnya ditahan karena membangkang.

Situasi membuat tidak senang para majikan. Van Uytrecht pun mengirim catatan kepada gubernur jenderal malam hari. Gubernur Jenderal koloni Belanda untuk St. Maarten, Saba, dan St. Eustatius Johannes de Veer segera bergerak memadam perlawanan. Pasukan bersenjata didatangkan dari luar pulau untuk mempertahankan Benteng Amsterdam di Willemstad, Curacao.

Tula dan para budak berhasil menghadapi militer Belanda yang terdiri dari kulit putih dan hitam pada 19 Agustus. Perlahan-lahan, perlawanan ini menjadi ancaman serius bagi orang kulit putih, sehingga militer melancarkan serangannya.

Pemerintah menawarkan akan meringankan hukuman jika para budak bersedia menyerahkan diri. Salah satu yang menjadi penengahnya adalah pastor Jacobus Schinck.

Dalam suatu pertemuan, Tula mengatakan pada pastor "Tuan Bapa, bukankah semua manusia berasal dari satu ayah, Adam dan Hawa? Apakah saya bersalah bahwa saya telah membebaskan dua puluh dua saudara saya dari belenggu di mana mereka dilemparkan secara tidak adil?"

Tula juga menuntut untuk mengakhiri hukuman kolektif, meliburkan kerja di hari Minggu, dan bebas membeli pakaian dan barang di luar tempat majikannya sendiri. Laporan ini disampaikan Pastor Schinck ke komandan militer Baron Westerholt. Militer justru membalas para budak dengan serangan, dan para budak melawan.

Eksekusi kematian Tula di Curacao. (Edsel Selberie/Wikimedia)

Serangan itu membuat Tula harus melarikan diri ke hutan. Namun di kota, hadiah diberikan pada siapa pun yang bisa memberi informasi tentang Tula. Dia akhirnya tertangkap oleh militer ketika salah satu budak membocorkan informasi. Akhir babak ini membuat banyak para budak dihukum mati, dipulangkan ke majikannya setelah dicambuk.

Baca Juga: Merapah Rempah: Upah, Darah, dan Budak-budak Sepanjang Jalur Rempah

Baca Juga: Sadis, Budak Mesir Kuno Diberi Cap dengan Besi Panas bak Ternak

Baca Juga: Selidik Untung Suropati: Dari Budak VOC Sampai Pahlawan Pasuruan

Baca Juga: Perdagangan Budak Belanda di Transatlantik, Dari Afrika hingga Amerika

Kepala Tula dipenggal dan ditancapkan di atas tombak sebagai peringatan dan pencegahan pemberontakan budak.

Tula akhirnya menjadi simbol melawan perbudakan di Curaçao dan karenanya dinyatakan sebagai pahlawan nasional tahun 2019. Perjuangan para budak justru menjadi titik awal kebebasannya sendiri. Namun, perbudakan Belanda baru dihapus 68 tahun kemudian, 1863.