'Avatar the Way of Water' Ilhami Pelestarian Pesisir Jakarta

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 24 Januari 2023 | 14:00 WIB
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Disney menanam melakukan kegiatan penanaman mangrove dan Ngobrol Santai Konservasi (Ngonser) di Suaka Margasatwa (SM) Muara Angke bertema 'Melestarikan Mangrove, Melestarikan Kehidupan', sekaligus membersihkan tanaman invasif. (A Yoseph Wihartono/YKAN)

Maka dari itu, mereka harus bekerja sama untuk melindungi tempat tinggal mereka yang indah dan asrit dari ancaman serangan manusia. Singkatnya, cerita dalam film "Avatar: The Way of Water" mengandung pesan tentang pelestarian ekosistem laut dan pesisir.

Poster film 'Avatar: The Way of Water' oleh Walt Disney Studios Motion Pictures. Cerita film ini mengandung pesan untuk perlindungan lingkungan perairan. ( Walt Disney Studios Motion Pictures)

Belum lagi, di dunia nyata, lingkungan laut sangat diperlukan bagi masyarakat iklim. Mereka harus bisa bertahan akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia sendiri.

Pelestarian konservasi mangrove di pesisir, seperti Suaka Margasatwa Muara Angke sangat diperlukan sebagai upaya mitigasi dari dampak perubahan iklim yang sangat besar.

Baca Juga: Masalah di Balik Orang Indonesia Ambil Sirip Hiu di Perairan Australia

Baca Juga: Bagaimana Peran Perempuan Indonesia di Bidang Pelestarian Lingkungan?

Baca Juga: Pusparagam Wasur: Kisah Pelestarian yang Mengakar pada Budaya

Baca Juga: Negara-negara Asia Lalai Akan Janjinya untuk Keanekaragaman Hayati

"SM Muara Angke juga merupakan salah satu ekosistem mangrove yang masih tersisa di Jakarta, menjadi rumah bagi delapan spesies mangrove sejati," terang Abdul. "SM Muara Angke juga menjadi habitat bagi aneka fauna, seperti buaya air asin, kadal, monyet ekor panjang, ular, serta menjadi daerah penting bagi burung di Jawa.”

Walau didominasi semak belukar, tetapi Suaka Margasatwa Muara Angke memiliki beberapa tanaman khas seperti ketapang (Terminalia catappa), akasia (Acacia auriculiformis), kelapa, dan lain-lain.

Kondisi pembangunan Jakarta yang pesat menjadi alasan mengapa Suaka Margasatwa Muara Angke dibangun. Saat itu Jakarta masih bernama Batavia. Gubernur Hindia Belanda Alidius Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menetapkan kawasan ini sebagai cagar alam, melalui Surat Keputusan nomor 24 tahun 1939 dengan luas 15,40 hektare.

Karena kedekatannya dengan pemukiman padat penduduk Jakarta, Suaka Margasatwa Muara Angke punya masalah. "Pertama adalah sampah yang terbawa arus dan tersangkut di area mangrove. Kedua, gangguan hidrologi," ungkap Abdul, dalam laporan sebelumnya.