Nationalgeographic.co.id—Akhir November lalu, empat nelayan Indonesia divonis bersalah karena mengambil sirip hiu dan memburu ikan di perairan Australia. Keempat pria itu terlihat di pulau terpencil Niiwalarra/Sir Graham Moore di wilayah Kimberley Australia Barat, lebih dari 150 mil laut di dalam zona ekonomi eksklusif Australia.
Pengadilan mendenda mereka hingga 6.000 dolar Australia atau sekitar Rp64 juta, jumlah yang sangat besar bagi orang-orang ini. Akankah hukuman ini kemungkinan akan menghentikan pembunuhan hiu?
"Hampir tidak," kata Anthony Schuyler Marinac, Dosen di College of Business, Law and Governance, James Cook University. "Kenyataannya adalah, mereka tidak memiliki kapasitas untuk membayar jumlah tersebut."
"Sebaliknya, mereka kemungkinan akan menjalani hukuman penjara selama kurang lebih satu bulan dan kembali ke Indonesia. Di sana, mereka akan menghadapi masalah yang sama saat membawa mereka ke perairan Australia —kemiskinan," tulis Marinac dalam sebuah artikel di The Conversation.
Para nelayan Indonesia yang putus asa itu berangkat melintasi Laut Arafura dalam jumlah rekor, dengan 46 kapal penangkap ikan yang terdeteksi sejak Juni tahun ini. Banyak yang mempertaruhkan nyawa mereka dan beberapa telah kalah. Pihak berwenang telah menemukan kamp penangkapan ikan ilegal di Pulau Niiwalarra, di samping bangkai hiu yang siripnya diambil.
Sirip hiu dicari terutama di pasar Tiongkok untuk digunakan dalam sup status tinggi dan obat tradisional. Permintaan sirip hiu telah menyebabkan pembantaian besar-besaran ikan predator ini, padahal satwa ini berfungsi penting dalam ekosistem laut.
Australia tidak benar-benar suci dalam hal ini, menurut Marinac. Australia mengekspor berton-ton sirip hiu setiap tahunnya. "Kita harus menemukan cara yang lebih baik untuk melindungi hiu di perairan kita —salah satu populasi sehat terakhir di planet ini" tegasnya.
Kemiskinan, Akar Masalah di Indonesia
Meski ekonomi Indonesia tumbuh dengan kuat, ada kesenjangan besar antara kaya dan miskin. Masyarakata pesisir di sekitar ribuan pulaunya banyak menangkap ikan, dan para nelayan Indonesia menangkap tujuh juta ton per tahun, nomor dua setelah Tiongkok.
Penangkapan ikan besar-besaran membuat banyak stok ikan sekarang rendah, dan ketegangan meningkat antara pukat yang lebih besar dan nelayan skala kecil dari desa. Jika Anda berasal dari desa miskin dan tidak ada yang tersisa untuk ditangkap secara lokal, ke mana Anda pergi?
Baca Juga: 300 Nelayan Global Tewas per Hari, Bagaimana Nasib Nelayan Indonesia?
Baca Juga: Ikan Air Tawar Terbesar di Dunia Ditemukan Nelayan di Sungai Mekong
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR