'Avatar the Way of Water' Ilhami Pelestarian Pesisir Jakarta

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 24 Januari 2023 | 14:00 WIB
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Disney menanam melakukan kegiatan penanaman mangrove dan Ngobrol Santai Konservasi (Ngonser) di Suaka Margasatwa (SM) Muara Angke bertema 'Melestarikan Mangrove, Melestarikan Kehidupan', sekaligus membersihkan tanaman invasif. (A Yoseph Wihartono/YKAN)

Nationalgeographic.co.id—Sebagai penyangga kehidupan Jakarta, Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) akan selalu mendapat perhatian berbagai pihak. Umumnya, fokus pelestarian ekosistem dilakukan dengan penanaman mangrove, tanaman yang dapat menyerap banyak karbon.

Namun untuk menjaga Suaka Margasatwa Muara Angke, tidak bisa jika hanya sekadar menanam mangrove. Oleh karena itu pada Sabtu, 21 Januari 2023, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Disney juga melakukan kegiatan pembersihan tumbuhan invasif.

Tidak semua tanaman bisa membantu konservasi, beberapa jenis adalah penghambat seperti eceng gondok, dan rumput liar yang menghambat akses konservasi. Selain itu, lewat kegiatan ini, tiga lembaga tersebut juga menyelenggarakan bincang luring bertema "Melestarikan Mangrove, Melestarikan Kehidupan".

Kegiatan mereka merupakan edukasi untuk meningkatkan kesadaran dalam mendorong berbagai pihak, untuk terus bersama-sama melakukan pemulihan dan perbaikan lingkungan.

"Aspek penyadartahuan amatlah penting dalam mendukung upaya pelestarian mangrove," ujar Kepala BKSDA Jakarta Abdul Kodir, melalui rilis. BKSDA Jakarta, bersama YKAN, sejak 2018 sudah sering mengajak para pemangku kepentingan lainnya untuk melindungi restorasi ekosistem mangrove di Suaka Margasatwa Muara Angke, melalui program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA).

Program ini sendiri adalah medium nasional dari YKAN untuk tujuan yang sama, tidak hanya di Jakarta. Ada banyak kegiatan edukasi yang dilakukan YKAN agar bisa menjangkau lebih banyak elemen masyarakat.

Sebab, terang Direktur Pengembangan dan Pemasaran YKAN Ratih Loekito dalam mengusahakan upaya pelestarian laut dan pesisir, memerlukan kolaborasi banyak pihak.

"Menjadi negara kepulauan, dua per tiga wilayah Indonesia merupakan perairan dan menopang kehidupan bagi lebih dari 60 persen penduduk Indonesia," ujar Ratih. "YKAN bersama mitra mendukung Pemerintah Indonesia mengelola wilayah perairan Indonesia secara berkelanjutan termasuk mangrove."

Bincang Ngobrol Santai Konservasi (Ngonser) di Suaka Margasatwa (SM) Muara Angke dengan tema 'Melestarikan Mangrove, Melestarikan Kehidupan'. (Nugroho Arif Prabowo/YKAN)

Dalam praktik upaya pelestarian, tentunya, memerlukan medium yang harus beragam. Salah satunya, termasuk kampanye kesadaran menjaga lingkungan perairan YKAN bertajuk “Keep Our Oceans Amazing” yang digencarkan.

Rupanya, kampanye kesadaran menjaga lingkungan perairan ini mendapat dukungan dari perusahaan produksi film AS 20th Century Studios dan The Walt Disney Company. Pasalnya, November 2022 kemarin, kedua perusahaan itu meluncurkan film "Avatar: The Way of Water".

Sebagai tambahan, cerita dalam film itu mengisahkan ancaman manusia terhadap suku avatar Na'vi. Rupanya, ancaman manusia masih menghantui mereka walaupun sudah berlindung dengan bangsa lautan Metkayina.

Maka dari itu, mereka harus bekerja sama untuk melindungi tempat tinggal mereka yang indah dan asrit dari ancaman serangan manusia. Singkatnya, cerita dalam film "Avatar: The Way of Water" mengandung pesan tentang pelestarian ekosistem laut dan pesisir.

Poster film 'Avatar: The Way of Water' oleh Walt Disney Studios Motion Pictures. Cerita film ini mengandung pesan untuk perlindungan lingkungan perairan. ( Walt Disney Studios Motion Pictures)

Belum lagi, di dunia nyata, lingkungan laut sangat diperlukan bagi masyarakat iklim. Mereka harus bisa bertahan akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia sendiri.

Pelestarian konservasi mangrove di pesisir, seperti Suaka Margasatwa Muara Angke sangat diperlukan sebagai upaya mitigasi dari dampak perubahan iklim yang sangat besar.

Baca Juga: Masalah di Balik Orang Indonesia Ambil Sirip Hiu di Perairan Australia

Baca Juga: Bagaimana Peran Perempuan Indonesia di Bidang Pelestarian Lingkungan?

Baca Juga: Pusparagam Wasur: Kisah Pelestarian yang Mengakar pada Budaya

Baca Juga: Negara-negara Asia Lalai Akan Janjinya untuk Keanekaragaman Hayati

"SM Muara Angke juga merupakan salah satu ekosistem mangrove yang masih tersisa di Jakarta, menjadi rumah bagi delapan spesies mangrove sejati," terang Abdul. "SM Muara Angke juga menjadi habitat bagi aneka fauna, seperti buaya air asin, kadal, monyet ekor panjang, ular, serta menjadi daerah penting bagi burung di Jawa.”

Walau didominasi semak belukar, tetapi Suaka Margasatwa Muara Angke memiliki beberapa tanaman khas seperti ketapang (Terminalia catappa), akasia (Acacia auriculiformis), kelapa, dan lain-lain.

Kondisi pembangunan Jakarta yang pesat menjadi alasan mengapa Suaka Margasatwa Muara Angke dibangun. Saat itu Jakarta masih bernama Batavia. Gubernur Hindia Belanda Alidius Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menetapkan kawasan ini sebagai cagar alam, melalui Surat Keputusan nomor 24 tahun 1939 dengan luas 15,40 hektare.

Karena kedekatannya dengan pemukiman padat penduduk Jakarta, Suaka Margasatwa Muara Angke punya masalah. "Pertama adalah sampah yang terbawa arus dan tersangkut di area mangrove. Kedua, gangguan hidrologi," ungkap Abdul, dalam laporan sebelumnya.