Benarkah Teh Jadi Penyebab Perang Candu antara Tiongkok dan Inggris?

By Sysilia Tanhati, Selasa, 31 Januari 2023 | 16:00 WIB
Teh dibawa dari Tiongkok ke Inggris dan tradisi minum teh berkembang. Konon, teh menjadi penyebab pecahnya Perang Candu antara Tiongkok dan Inggris. (Thomas Allom)

Pada saat yang sama, orang terkenal seperti Adam Smith menuntut perdagangan bebas, tanpa pajak, hambatan, dan monopoli.

Meskipun ilegal, perdagangan candu atau opium berlanjut di Tiongkok

Ketika orang-orang seperti Adam Smith mencoba perdagangan bebas, EIC kehilangan monopolinya atas perdagangan di India pada tahun 1813. Butuh waktu 20 tahun untuk menghilangkan monopoli dari Tiongkok juga. EIC menanam opium di Bengal, India, dan mengirimkannya ke Tiongkok untuk dijual ke pedagang swasta.

Pasar Tiongkok merupakan target yang potensial. Setengah dari pria dan seperempat wanitanya adalah pengguna opium. Akhirnya, neraca perdagangan dengan antara Inggris dengan Tiongkok berhasil dibalik. “Perak yang masuk untuk teh dikeluarkan lagi untuk opium pada tahun 1830-an,” Liulevicius menambahkan lagi.

Saat itu, lebih dari 30.000 peti opium dibawa masuk, masing-masing berisi sekitar 150 pon candu. Itu sudah di luar kendali, dan Tiongkok tidak menyukainya.

Lingkaran Pemurnian Musim Semi

Tiongkok memiliki banyak masalah dan konflik, sehingga sebagian masyarakat menyerukan reformasi. Pemerintah memiliki banyak inefisiensi dan pejabat yang korup. Sekelompok sarjana Konfusius mengambil langkah pertama untuk pembaruan, menyebut diri mereka Lingkaran Pemurnian Musim Semi. Candu mulai melambangkan segala sesuatu yang salah di Tiongkok.

Secara bertahap, Kaisar Daoguang mengambil tindakan pada tahun 1839. Dia menempatkan Komisaris Lin Zexu, seorang pengikut Lingkaran Pemurnian Musim Semi, untuk bertanggung jawab atas Kanton. Di sini, orang Tionghoa berdagang dengan pedagang asing. Selanjutnya, kaisar mengumumkan bahwa para pedagang opium akan dieksekusi.

Terjadi bentrokan antara Tiongkok dengan Inggris

Lin menulis surat kepada Ratu Victoria, memintanya untuk menghentikan kemunafikan dan perdagangan opium. Padahal, opium juga ilegal di Inggris. Ia kemudian menuntut agar pedagang Inggris di Tiongkok menyerahkan toko opium mereka kekaisaran atau kehilangan kekayaan mereka.

Baca Juga: Rutin Minum Teh atau Kopi Melindungi Wanita dari Patah Tulang Panggul

Baca Juga: Keluarga Kerkhoven dan Bosscha, Dinasti Teh Belanda di Priangan

Baca Juga: Dua Gelas Teh Per Hari Dikaitkan dengan Risiko Kematian Lebih Rendah

Baca Juga: Residu Berusia 2.400 Tahun Jadi Bukti Pemanfaatan Teh di Tiongkok 

Kapten Charles Elliot, pengawas perdagangan Inggris di Kanton, juga menentang perdagangan opium. Dia menjanjikan kompensasi kepada para pedagang dan meminta mereka untuk memberikan 1.700 ton opium yang mereka miliki kepada Lin. Candu itu diinjak-injak dan kemudian dibuang ke laut untuk membersihkan Tiongkok dari efeknya.

Terlepas dari upaya tersebut, ketegangan meningkat antara Inggris dan Tiongkok. Lin bahkan memutuskan pasokan makanan dan air untuk Inggris. Elliot menolak dengan keras tindakan Lin dan mengirim kapal Inggris sebagai ultimatum.

Penolakan ultimatum Lin membuat kapal Inggris menembaki kapal perang Tiongkok. Maka Perang Candu pun meletus.

Perang Candu pertama (1839–1842) terjadi antara Tiongkok dan Inggris. Sedangkan Perang Candu kedua (1856–60), juga dikenal sebagai Perang Panah atau Perang Anglo-Prancis, terjadi antara Inggris dan Prancis melawan Tiongkok.

Dalam setiap perang, kekuatan asing menang dan memperoleh hak komersial dan konsesi hukum dan teritorial di Tiongkok. Konflik tersebut menandai dimulainya era perjanjian yang tidak setara dan akhirnya menggulingkan Kekaisaran Tiongkok. Pada awal abad ke-20, Republik Tiongkok pun terbentuk.