Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Tiongkok menjadi salah satu kekaisaran terkuat dan memiliki sumber daya melimpah di masanya. Di Eropa, barang-barang dari Tiongkok pernah menjadi simbol status. Kerajaan-kerajaan Eropa pun berbondong-bondong untuk menjadi hubungan perdagangan dengan Tiongkok kala itu. Namun, aturan-aturan yang diterapkan Tiongkok membuat geram beberapa pihak, misalnya Kerajaan Inggris yang mengimpor teh dari Tiongkok. Konon, teh menjadi penyebab pecahnya Perang Candu antara Tiongkok dan Inggris. Benarkah demikian?
Tiongkok pada awal periode modern
Tiongkok menjadi pusat kekuatan peradaban. Namun segalanya berubah pada abad ke-19. Kekaisaran ini dipaksa untuk menandatangani perjanjian yang menunjukkan statusnya yang tidak setara dalam hubungan internasional.
Imperialisme Eropa berkuasa dengan kekuatan penuh, menghancurkan negara-negara lain alih-alih memperbaikinya. Bagaimana imperialisme tiba di Tiongkok? Dengan teh yang awalnya dibawa ke Inggris dari Tiongkok.
Kisah tradisi minum teh di Inggris
“Sekitar tahun 1645, teh tiba di Inggris dari Tiongkok,” tulis Vejas Leulevicius di laman Wondrium Daily. Teh merupakan produk yang sangat mewah yang hanya mampu dibeli oleh orang-orang paling kaya. Butuh sekitar satu abad sebelum teh menjadi minuman yang dinikmati oleh semua kalangan. Orang Inggris terobsesi dengan teh. Dari sinilah lahir ritual teh sore Inggris yang terkenal itu.
Untuk menyajikan minuman timur yang eksotis itu, dibutuhkan wadah indah untuk menambah kenikmatan. Dalam hal teh, itu adalah porselen Tiongkok yang dirancang dan dibuat dengan indah. Namun, harganya mahal dan hanya kalangan elite yang mampu membeli cangkir porselen impor.
Pengganti porselen dari Tiongkok adalah Delftware dari Belanda dan merek Wedgwood Inggris. Sejak itu, minum teh dalam cangkir porselen adalah tradisi umum bagi orang Inggris. Namun rupanya porselen indah saja masih belum cukup. Masyarakat Inggris mereka sesuatu untuk mempermanis tehnya itu.
Gula Amerika dalam secangkir teh Tiongkok
Pemanis yang digunakan orang Inggris untuk teh impor mereka berasal dari Amerika. Ekonomi global bekerja saat itu membuat produk yang dulunya mewah menjadi kebutuhan pokok. Gula, kapas, teh, dan kopi adalah yang termasuk dalam kelompok itu.
British East India Company (EIC) sejauh ini merupakan pedagang terkemuka di pasar. EIC meninggalkan Perusahaan Hindia Timur Belanda dan monopoli rempah-rempah sebelumnya. Ketika teh makin digemari, EIC membangun kapal khusus untuk mengekspor the.
“EIC terus menghasilkan keuntungan yang signifikan bahkan ketika harga teh turun,” ungkap Liulevicius. Pada 1970-an, China mengekspor 23 juta pon teh setiap tahun.
Perbendaharaan kerajaan Inggris menetapkan bea masuk 100 persen untuk teh. Pajak yang tinggi menciptakan kecenderungan yang tinggi untuk menyelundupkan dan bahkan pemberontakan.
Pandangan Tiongkok tentang perdagangan
Kanton adalah satu-satunya pelabuhan perdagangan terbuka di Tiongkok. EIC juga memperdagangkan teh melalui Kanton. Pedagang asing hanya bisa tinggal di pelabuhan selama musim perdagangan lima bulan setiap tahun. Dinasti Qing memiliki cara yang efisien untuk mengatur perdagangan itu.
Tiongkok melihat perdagangan internasional sebagai penghargaan dari negara-negara 'lebih rendah' ke Tiongkok dan kaisarnya. Di Tiongkok, kaisar dianggap Putra Langit. Untuk mendapatkan barang dari Tiongkok, pedagang luar negeri harus menawarkan apa yang diinginkan kekaisaran. Dan hanya ada beberapa barang eksotis, seperti jam atau kotak musik, yang menarik perhatian Tiongkok.
Inggris meminta pangkalan di Beijing untuk perdagangan permanen dan mengirim beberapa barang untuk mengesankan kaisar. Barang-barang itu antara lain gerbong, meriam, balon udara, dan bahkan beberapa tembikar Cina Wedgwood.
Namun, Tiongkok menjawab bahwa Kerajaan Surgawi mereka tidak kekurangan apa pun dan permintaan itu ditolak. Jadi, EIC membawa perak Meksiko ke Tiongkok dengan imbalan teh.
Inggris harus menemukan cara baru untuk berdagang atau mungkin produk baru. Akhirnya, opium menjadi produk baru tersebut.
Opium di Tiongkok
Orang Tiongkok mengenal opium sejak abad ke-8, sedangkan Eropa mempelajarinya pada abad ke-19. Di Tiongkok, opium dihisap, bukan dikunyah atau diminum dalam dosis yang lebih kecil seperti di tempat lain.
Diperkirakan, Belanda yang pertama kali memperdagangkan tembakau bercampur opium di Taiwan pada tahun 1660-an. “Akhirnya, orang Tiongkok mengganti tembakau dengan mengisap opium menggunakan pipa panjang,” ujar Liulevicius.
Kaisar Tiongkok menyatakan perdagangan opium ilegal pada tahun 1729, 1796, 1799, dan sekali lagi pada tahun 1800. Namun, baik pengguna maupun pedagang mengabaikan aturan tersebut. British East India Company memutuskan untuk meningkatkan perdagangan opium untuk menyeimbangkan perusahaan dan menghalau kegagalan.
Pada saat yang sama, orang terkenal seperti Adam Smith menuntut perdagangan bebas, tanpa pajak, hambatan, dan monopoli.
Meskipun ilegal, perdagangan candu atau opium berlanjut di Tiongkok
Ketika orang-orang seperti Adam Smith mencoba perdagangan bebas, EIC kehilangan monopolinya atas perdagangan di India pada tahun 1813. Butuh waktu 20 tahun untuk menghilangkan monopoli dari Tiongkok juga. EIC menanam opium di Bengal, India, dan mengirimkannya ke Tiongkok untuk dijual ke pedagang swasta.
Pasar Tiongkok merupakan target yang potensial. Setengah dari pria dan seperempat wanitanya adalah pengguna opium. Akhirnya, neraca perdagangan dengan antara Inggris dengan Tiongkok berhasil dibalik. “Perak yang masuk untuk teh dikeluarkan lagi untuk opium pada tahun 1830-an,” Liulevicius menambahkan lagi.
Saat itu, lebih dari 30.000 peti opium dibawa masuk, masing-masing berisi sekitar 150 pon candu. Itu sudah di luar kendali, dan Tiongkok tidak menyukainya.
Lingkaran Pemurnian Musim Semi
Tiongkok memiliki banyak masalah dan konflik, sehingga sebagian masyarakat menyerukan reformasi. Pemerintah memiliki banyak inefisiensi dan pejabat yang korup. Sekelompok sarjana Konfusius mengambil langkah pertama untuk pembaruan, menyebut diri mereka Lingkaran Pemurnian Musim Semi. Candu mulai melambangkan segala sesuatu yang salah di Tiongkok.
Secara bertahap, Kaisar Daoguang mengambil tindakan pada tahun 1839. Dia menempatkan Komisaris Lin Zexu, seorang pengikut Lingkaran Pemurnian Musim Semi, untuk bertanggung jawab atas Kanton. Di sini, orang Tionghoa berdagang dengan pedagang asing. Selanjutnya, kaisar mengumumkan bahwa para pedagang opium akan dieksekusi.
Terjadi bentrokan antara Tiongkok dengan Inggris
Lin menulis surat kepada Ratu Victoria, memintanya untuk menghentikan kemunafikan dan perdagangan opium. Padahal, opium juga ilegal di Inggris. Ia kemudian menuntut agar pedagang Inggris di Tiongkok menyerahkan toko opium mereka kekaisaran atau kehilangan kekayaan mereka.
Baca Juga: Rutin Minum Teh atau Kopi Melindungi Wanita dari Patah Tulang Panggul
Baca Juga: Keluarga Kerkhoven dan Bosscha, Dinasti Teh Belanda di Priangan
Baca Juga: Dua Gelas Teh Per Hari Dikaitkan dengan Risiko Kematian Lebih Rendah
Baca Juga: Residu Berusia 2.400 Tahun Jadi Bukti Pemanfaatan Teh di Tiongkok
Kapten Charles Elliot, pengawas perdagangan Inggris di Kanton, juga menentang perdagangan opium. Dia menjanjikan kompensasi kepada para pedagang dan meminta mereka untuk memberikan 1.700 ton opium yang mereka miliki kepada Lin. Candu itu diinjak-injak dan kemudian dibuang ke laut untuk membersihkan Tiongkok dari efeknya.
Terlepas dari upaya tersebut, ketegangan meningkat antara Inggris dan Tiongkok. Lin bahkan memutuskan pasokan makanan dan air untuk Inggris. Elliot menolak dengan keras tindakan Lin dan mengirim kapal Inggris sebagai ultimatum.
Penolakan ultimatum Lin membuat kapal Inggris menembaki kapal perang Tiongkok. Maka Perang Candu pun meletus.
Perang Candu pertama (1839–1842) terjadi antara Tiongkok dan Inggris. Sedangkan Perang Candu kedua (1856–60), juga dikenal sebagai Perang Panah atau Perang Anglo-Prancis, terjadi antara Inggris dan Prancis melawan Tiongkok.
Dalam setiap perang, kekuatan asing menang dan memperoleh hak komersial dan konsesi hukum dan teritorial di Tiongkok. Konflik tersebut menandai dimulainya era perjanjian yang tidak setara dan akhirnya menggulingkan Kekaisaran Tiongkok. Pada awal abad ke-20, Republik Tiongkok pun terbentuk.