Menyulap Limbah Padi Indonesia Menjadi Energi Listrik Berbiaya Rendah

By Utomo Priyambodo, Jumat, 3 Februari 2023 | 13:00 WIB
Seorang wanita paruh baya membakar gerabah di atas tumpukan jerami. Tradisi membuat gerabah di atas limbah padi ini ada di Indonesia. (Yunaidi Joepoet)

Nationalgeographic.co.id—Setiap tahunnya Indonesia menghasilkan 100 juta ton limbah padi. Sebanyak 60% di antaranya dibakar di lahan terbuka sehingga menyebabkan polusi udara dan bahkan dikaitkan dengan kanker paru-paru.

Pembakaran yang sia-sia dan justru berdampak buruk itu sungguh disayangkan. Pasalnya, banyaknya sampah padi--berupa jerami, sekam, dan lainnya--yang dibakar itu setara dengan sekitar 85 Terawatt listrik. Angka ini cukup untuk memberi daya rumah tangga Indonesia 10 kali lipat.

Para ilmuwan dari Energy and Bioproducts Institute di Aston University melihat masalah sekaligus potensi di Indonesia itu. Mereka kemudian hendak menginisiasi sebuah proyek untuk mengubah jerami padi yang tidak diinginkan di Indonesia itu menjadi energi berbiaya rendah dalam skala komersial.

Kini, sebuah konsorsium yang mencakup Aston University bertujuan untuk mengembangkan proses untuk menangkap energi dari jerami padi daripada sebelumnya. Lebih lanjut, mereka ingin menunjukkan bahwa hal itu dapat dilakukan dalam skala komersial.

Bagian dari proses tersebut melibatkan teknologi konversi biomassa yang disebut pirolisis. Proses ini melibatkan pemanasan bahan limbah organik ke suhu tinggi sekitar 500 °C untuk memecahnya, menghasilkan uap dan produk padat.

Beberapa uap dapat terkondensasi menjadi produk cair yang disebut minyak pirolisis atau minya-bio pirolisis. Baik minyak-bio pirolisis dalam bentuk uap maupun cair dapat diubah menjadi listrik.

Metode umum saat ini baru bisa mengubah sekitar 35% energi termal jerami padi menjadi listrik yang terjangkau. Namun, mesin pembakaran yang baru dipatenkan yang dirancang oleh anggota konsorsium, yakni Carnot Limited yang berbasis di Inggris, dapat meningkat dua kali lipat menjadi 70%.

Energi yang diekstraksi dengan cara ini dapat membantu negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menciptakan energi yang dihasilkan secara lokal. Selain itu, metode ini juga memungkinkan negara bersangkutan untuk berkontribusi pada target net zero tahun 2050, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan kesehatan penduduk setempat.

Proyek ini akan membantu mengembangkan model bisnis yang dapat mendukung perusahaan dan otoritas lokal untuk menghasilkan energi lokal yang murah di Indonesia, dan negara lain dengan kapasitas biomassa.

Baca Juga: Berkah di Balik Limbah: Pengawetan Buah-buahan Lewat Kitosan

Baca Juga: Energi dari Serat Jerami

Baca Juga: Berasal dari Tiongkok, Sejak Kapan Padi Mulai Dibudidayakan?

Baca Juga: 'Baterai Pasir' Raksasa, Solusi Murah untuk Simpan Energi Terbarukan 

Tiga pakar akademik dari berbagai disiplin ilmu di Aston University terlibat dalam proyek awal ini, yang berfokus pada Pulau Lombok di Indonesia. Mereka adalah Jude Onwudili, Muhammad Imran, dan Mirjam Roeder yang berbasis di Energy and Bioproducts Research Institute (EBRI) di Aston University.

Jerami adalah satu jenis limbah pertanian padi yang besar di Indonesia. Sayang jika tak dimanfaatkan dan hanya dibakar yang justru menimbulkan polusi udara. (Ilustrasi, Thinkstock)

Jude Onwudili yang memimpin tim mengatakan, “Proyek ini memiliki potensi yang sangat besar -komersialisasi teknologi gabungan ini akan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat Indonesia melalui penciptaan lapangan kerja langsung dan tidak langsung, termasuk rantai pasokan bahan baku serta distribusi dan penjualan listrik."

“Sekitar satu juta rumah di Indonesia tidak memiliki akses ke energi, dan 6.000 pulau berpenghuni di Indonesia membuat pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan menjadi sebuah tantangan," tambahnya

“Teknik-teknik baru yang sedang dieksplorasi dapat mengurangi pencemaran lingkungan, berkontribusi pada net zero, dan yang paling penting, menyediakan akses ke energi yang terjangkau dari limbah pertanian lokal yang berkelanjutan."

Tim proyek telah menghitung bahwa biomassa menghasilkan listrik yang lebih murah (sekitar $4,3$/kWh) dibandingkan dengan tenaga surya (sekitar $6,6/kWh), panas bumi (sekitar $6,9/kWh), batu bara (sekitar $7,1/ kWh), angin (sekitar $8/kWh) dan gas bersubsidi (sekitar $8,4/kWh).

Proyek di Lombok ini akan dimulai pada April 2023 dengan total dana 1,5 juta euro.