Nationalgeographic.co.id—Bukan hanya kaisar Mughal yang meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah anak benua India, tetapi juga para ratu dan putrinya. Selain di dalam harem saja, para wanita itu juga turun berperan di Kesultanan Mughal. Mereka berkontribusi dalam seni, arsitektur, sastra, kuliner, dan administrasi yang luar biasa. Pengaruh para perempuan tersebut masih terasa dalam kehidupan masyarakat India, Bangladesh, dan Pakistan hingga saat ini.
Kekaisaran Mughal
Dinasti Mughal, yang didirikan oleh Zahiruddin Mohammad Babur (1526–1530). Dinasti itu terus berlanjut dengan segala kemegahan dan kejayaannya hingga Aurangzeb (1618-1707).
Penurunan dimulai setelah pemerintahan Mughal Agung. Pemerintahan Mughal Akhir menyaksikan disintegrasi Kekaisaran Mughal. Bahkan kaisar terakhir, Bahadur Shah Zafar (memerintah 1837-1857), hanyalah seorang penguasa kecil.
Perubahan besar bagi para wanita Mughal: tidak terkungkung di balik tembok harem
"Kemenangan Babur melawan penguasa terakhir Dinasti Lodi pada 21 April 1526 mengubah jalannya sejarah India," tulis Patit Paban Mishra di laman World History Encyclopedia.
Budaya gabungan berkembang dengan penggabungan yang lama dengan yang baru. Para wanita aristokrat Mughal tidak menjalani kehidupan terpencil di dinding harem yang tertutup. Mereka memiliki peran yang pasti dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan politik.
Semua wanita di dalam lingkungan harem memengaruhi politik, budaya, dan masyarakat pada masa itu.
Kontribusi perempuan di Kesultanan Mughal
Para wanita Kesultanan Mughal memainkan peran penting dalam mengonsolidasikan dan mempertahankan status Kesultanan Mughal di Asia Selatan.
Kontribusi mereka dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan agama memajukan kekuatan kesultanan dan kemakmuran para penguasa.
Sayangnya, kehidupan, aktivitas, prestasi, dan kontribusi wanita Kesultanan Mughal jarang mendapat perhatian dari para sarjana. Selama ini, pria terkenal dari keluarga Kesultanan Mughal mendapat perhatian, penghargaan dan ditorehkan namanya dalam catatan sejarah.
Peran para wanita Kesultanan ini dalam politik patut diacungi jempol. Pasalnya, wanita ini secara aktif terlibat dalam harem dan politik istana. Gagasan mereka sangat memengaruhi para penguasa, dan banyak yang bahkan memerintah Kekaisaran di balik tirai atas nama para penguasa.
Misalnya Jahanara Begum, putri Shah Jahan. Jahanara yang berusia 17 tahun diberi stempel kerajaan dan menerima gelar Padshah Begum dari Kesultanan Mughal. Ia memiliki pengaruh politik utama selama pemerintahan ayahnya dan dikenal sebagai wanita paling berkuasa di kesultanan saat itu.
Salah kaprah soal harem Kesultanan Mughal
Selain wanita Kesultanan ini, ruang zenana (tempat tinggal wanita dalam rumah tangga) juga diabaikan oleh para peneliti. Bahkan, harem digambarkan sebagai tempat untuk mendapat kenikmatan seksual belaka.
Banyak yang membayangkan jika ribuan wanita muda ditawan dan menjalani kehidupan tertutup sebagai objek seks dalam suasana kecemburuan dan frustrasi. Konspirasi tentang suksesi takhta merajalela. "Namun, kebenarannya agak lebih kompleks dan mengejutkan sesuatu yang lain," tutur Mishra.
Istana perempuan adalah ruang multikultural, tidak hanya untuk permaisuri penguasa. Tempat tersebut digunakan bagi kerabat yang mencari suaka, janda jenderal penting, pelayan Portugis dan Inggris, dan penjaga wanita. Selain mereka, kerabat yang belum menikah, nenek dan bibi yang dihormati, putri dan anak-anak, pelayan, dan pedagang wanita juga menjadi penghuni harem Kesultanan Mughal.
Wanita-wanita Kesultanan Mughal yang paling berpengaruh
Wanita berpangkat tertinggi di era Mughal menikmati kehidupan mewah. Mereka bahkan bisa menjadi penasihat para penguasa.
Beberapa wanita bangsawan di rumah tangga kekaisaran dicatat sekuat pasangannya. Mereka terkadang menunjukkan peran yang lebih menentukan dalam pemerintahan dan bertindak sebagai pelindung seni, sains, dan sastra. Paham akan kekuatan yang dimiliki, para wanita bekerja sebagai kelompok lobi yang tangguh.
Nur Jahan adalah wanita paling berpengaruh pada masa Kaisar Mughal Jahangir (memerintah 1605-1627). Pada 1607, dia bekerja di harem setelah kematian suaminya, Quli Khan.
Dinamakan Nur Mahal atau 'Cahaya Istana' setelah menikah dengan kaisar, ia dianugerahi gelar Nur Jahan ('Cahaya Dunia') lima tahun kemudian.
Ratu Nur Jahan, seorang wanita yang cerdas dan anggun, menjadi sangat aktif dalam politik istana. Namanya tertulis di mata uang dan Nur Jahan terkadang memberikan audiensi di istananya.
"Penembak andal dan pemburu hewan liar, Nur Jahan menyelidiki intrik politik," ujar Mishra. Dia berperan penting dalam menjadikan ayah dan saudara laki-lakinya Asaf Khan pejabat tinggi di kesultanan.
Hari-hari terakhir Nur Jahan dihabiskan dengan mengawasi makam ayahnya di Agra. Seorang wanita berbudaya, sang ratu menjadi pencipta tren dalam pakaian, kosmetik, dan parfum dari zenana Mughal.
Nama Muntaz Mahal terus dikenal berkat Taj Mahal yang menjadi tujuan wisata jutaan turis dari berbagai negara.
Baca Juga: Mengapa Kaisar Tiongkok Memiliki Banyak Harem? Ini Alasannya!
Baca Juga: Layani Kaisar Tiongkok di Akhirat, Harem dan Budak Dikubur Hidup-Hidup
Baca Juga: Alih-Alih Ribuan Harem, Kaisar Tiongkok Ini Hanya Memiliki Satu Istri
Baca Juga: Harem Kota Terlarang: Kehidupan Selir dan Kasim Kaisar Tiongkok
Setelah menikah dengan Shah Jahan, ia digelari Mumtaz Mahal Begum ('Dekorasi Istana Tercinta'). Pasangan itu berbagi ikatan intim yang berlangsung seumur hidup.
Tidak seperti para wanita kesultanan yang menikmati kemewahan, Muntaz kerap mendampingi Shah Jahan dalam kampanye militer. Ia adalah pilar dukungan bagi kaisar di masa kesengsaraan melalui perhatian, kenyamanan, dan nasihatnya. Maka tidak heran jika Muntaz menjadi istri kesayangan sang sultan.
Saat menemani kaisar dalam kampanye militer, Mumtaz meninggal pada 17 Juni 1631. Sang ratu mengembuskan napas terakhir setelah melahirkan anak yang ke-14, Gauhara Begum (1631-1706).
Muntaz memiliki keinginan terakhir untuk mendirikan sebuah monumen sebagai simbol cinta sejati. Shah Jahan yang sedih menepati janjinya dan memerintahkan pembangunan Taj Mahal yang megah. Monumen megah yang jadi simbol cinta abadi itu akhirnya menjadi mausoleum kedua pasangan Kesultanan Mughal.