Pernah Jadi Kekaisaran Terkuat, Ottoman Jatuh Karena Enam Hal Ini

By Sysilia Tanhati, Selasa, 7 Februari 2023 | 12:00 WIB
Pada puncaknya pada tahun 1500-an, Kekaisaran Ottoman menjadi salah satu kekuatan militer dan ekonomi terbesar di dunia. Tetapi kejayaan tidak bertahan selamanya. Perlahan tapi pasti, ada enam hal yang menjadi penyebab kejatuhan Ottoman. (Józef Brandt)

Nationalgeographic.co.id—Pada puncaknya pada tahun 1500-an, Kekaisaran Ottoman menjadi salah satu kekuatan militer dan ekonomi terbesar di dunia. Ottoman mengendalikan bentangan yang tidak hanya mencakup pangkalannya di Asia Kecil tetapi juga sebagian besar Eropa tenggara. Bahkan hingga Timur Tengah, dan Afrika Utara. Namun ternyata, ada enam hal yang perlahan menjadi penyebab kejatuhan kekaisaran yang begitu berkuasa tersebut.

Kejayaan tidak berlangsung selamanya

Kekaisaran Ottoman atau Kesultana Utsmaniyah menguasai wilayah yang membentang dari Danube ke Sungai Nil. Mereka memiliki militer yang kuat dan perdagangan yang menguntungkan. Selain itu, Ottoman juga memiliki pencapaian yang mengesankan di berbagai bidang mulai dari arsitektur hingga astronomi.

Tapi itu tidak bertahan lama. “Meskipun bertahan selama 600 tahun, Kekaisaran Ottoman menyerah akibat kemunduran yang perlahan dan lama,” tulis Patrick J. Keager di laman History.

Tentu saja ada upaya untuk memodernisasi dan perbaikan. Tapi, setelah berperang di pihak Jerman dalam Perang Dunia I dan menderita kekalahan, kekaisaran ini dibubarkan berdasarkan perjanjian. Ottoman berakhir pada tahun 1922, ketika Sultan Utsmaniyah terakhir, Mehmed VI, digulingkan dan meninggalkan ibu kota Konstantinopel.

“Dari sisa-sisa kekaisaran Ottoman muncullah negara modern Turki,” Keager menambahkan.

Apa yang menyebabkan runtuhnya Kekaisaran Ottoman yang dulu menakjubkan dan tidak terkalahkan itu? Sejarawan tidak setuju sepenuhnya, tetapi di bawah ini adalah beberapa faktor yang menjadi penyebabnya.

Kekaisaran Ottoman terlalu agraris

Sementara revolusi industri melanda Eropa pada tahun 1700-an dan 1800-an, ekonomi Ottoman tetap bergantung pada pertanian. “Kekaisaran tidak memiliki pabrik untuk mengimbangi Inggris Raya, Prancis, dan bahkan Rusia,” menurut Michael A. Reynolds, seorang profesor di Universitas Princeton.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi kekaisaran lemah. Bahkan surplus pertanian yang dihasilkannya digunakan untuk membayar pinjaman kepada kreditor Eropa.

Ketika tiba saatnya turut berperang dalam Perang Dunia I, Ottoman tidak memiliki kekuatan industri untuk memproduksi persenjataan berat dan amunisi. Bahkan besi dan baja yang dibutuhkan untuk membangun rel kereta api guna mendukung upaya perang pun tidak tersedia.

Penduduknya kurang berpendidikan