Kisah Menarik dari para Wanita di Perang Troya dalam Mitologi Yunani

By Sysilia Tanhati, Kamis, 9 Februari 2023 | 14:00 WIB
Di balik Perang Troya, banyak kisah menarik tentang perjuangan wanita Yunani dan Troya. Akibat perang, para wanita itu kehilangan semua yang dicintainya. (Jean II Restout)

Nationalgeographic.co.id—Perang Troya adalah peristiwa bersejarah di zaman Yunani kuno. Entah itu mitos atau sejarah, literatur kuno juga mengisahkan tentang para wanita Troya dan Yunani. Kisah itu menjadi catatan menarik tentang perjuangan di masa Perang Troya dilihat dari sisi wanita.

Sementara laki-laki kehilangan nyawa karena perang, perempuan di kota kehilangan segala sesuatu yang mereka sayangi. Itu adalah suami, anak laki-laki, rumah, mata pencaharian, harta benda, dan kebebasan mereka. Kisah wanita di Perang Troya mencerminkan pengalaman yang sama yang dialami oleh wanita di zaman modern.

Perang Troya menarik ribuan pria dari rumah mereka, baik di Yunani maupun di Troya. “Ini meninggalkan ribuan wanita Yunani dan Troya di rumah untuk menjalankan rumah tangga dan kerajaan,” tulis Bethany Williams di laman The Collector.

Hecabe, Ratu Troya

Sebagai Ratu Troya, Hecabe adalah seorang wanita yang menderita banyak kerugian. Ia sempat hidup bergelimang harta dan kemewahan. Namun karena perang, hartanya habis tak bersisa.

Hecabe menikah dengan Raja Priam dan bersama-sama mereka membangun salah satu kerajaan paling tangguh di pantai timur Laut Aegea. Ia memiliki sembilan belas anak dengan Raja Priam termasuk yang paling terkenal: Hector, Paris, Cassandra, dan Polyxena.

Selama Perang Troya, Hecabe terpaksa menyaksikan setiap putranya terbunuh, satu demi satu. Ini tentu mendorongnya masuk ke dalam jurang kesedihan.

Mencoba menyelamatkan anak bungsunya, Polydorus, Hecabe mengirimnya ke sekutu tepercaya bernama Raja Polymestor. “Namun, tindakan itu rupanya merupakan satu kesalahan,” kata Williams. Ketika berita kejatuhan Troya sampai ke telinga raja, dia membunuh bocah itu dan mengambil harta kerajaannya.

Hecabe kehilangan segalanya karena Perang Troya. Semua putranya terbunuh, putrinya dibunuh atau dipaksa menjadi budak, suaminya dibunuh, dan kotanya yang termasyhur dibakar habis. Putri terakhirnya yang masih hidup, Polyxena diambil setelah perang untuk dijadikan kurban manusia.

Hecabe sendiri menjadi budak Odiseus dari Ithaca. Terlepas dari perbudakan, Hecabe diberi satu kesempatan untuk membalas dendam. Polymestor pengkhianat datang untuk mengunjungi kota yang jatuh sebelum pasukan Yunani berlayar pulang setelah Perang Troya.

Hecabe menyapa sang raja dan kedua putranya. Ia meyakinkan mereka untuk datang ke tenda guna mengumpulkan harta Troya yang tersisa. Di tenda, Hecabe yang sakit hati membunuh putra Polymestor dan kemudian membutakan raja karena amarah yang penuh dendam. Setelah itu, ia akhirnya menyerah pada kesengsaraannya. “Sang ratu melemparkan dirinya ke laut untuk tenggelam,” Williams menambahkan.

Cassandra, putri, pendeta, dan nabi dari Troya

Cassandra adalah putri Troya, putri Priam dan Hecabe. Wanita muda yang cantik ini mencintai perannya sebagai pendeta Apollo.

Dewa Apollo menginginkan Cassandra, jadi dia mencoba memikat kasih sayangnya dengan karunia ramalan. Ketika Cassandra menerima hadiah itu tetapi menolak sang dewa, Apollo dengan marah mengutuknya. Cassandra dikutuk agar bisa melihat masa depan namun tidak ada yang akan mempercayai ramalannya.

Cassandra dikutuk untuk hidup dalam ejekan dan pengucilan. Ia dipandang sebagai wanita aneh yang melontarkan ide gila. Alhasil, ketika Cassandra meramalkan jatuhnya Troya dan kematian yang tak terhitung jumlahnya, tidak ada yang mendengarkan.

Cassandra mengajari kakaknya cara bernubuat. Akhirnya, ramalan sang kakak dipercaya, tidak seperti adik perempuannya. Kisah ini menciptakan gambaran mengerikan tentang cara perempuan diperlakukan sepanjang sejarah. Sementara perempuan sering diabaikan dan tidak dipercaya, laki-laki justru dipercaya dan didengarkan.

Ketika Troya jatuh ke tangan orang Yunani, Cassandra lari ke Kuil Athena untuk mencari perlindungan. Namun, prajurit Yunani, Ajax, dengan kejam memperkosanya di kaki patung Dewi. Ajax kemudian dihukum atas kejahatannya oleh Athena. Ketika dalam perjalanan pulang, kapalnya dihancurkan berkeping-keping.

Cassandra diambil oleh Agamemnon untuk menjadi selirnya di Mycenae. Tentu saja istri Agamemnon, Clytemnestra, tidak senang akan tindakan Agamemnon. Jadi ia membunuh mereka berdua.

Cassandra telah meramalkan kematiannya, tetapi dia tidak berdaya untuk mengubahnya. Karena seperti biasa, tidak ada yang mau mendengarkan.

Clytemnestra, seorang wanita yang ditipu oleh sang suami

Clytemnestra adalah seorang wanita Yunani yang dirugikan bahkan sebelum Perang Troya dimulai. Sebagai permaisuri Agamemnon, Ratu Clytemnestra sendiri memegang banyak kekuasaan. Dia sangat bangga dengan putri sulungnya, Iphigenia, tetapi terlalu cepat kehilangannya.

Clytemnestra tertipu untuk mengawal putrinya menuju kematiannya. Iphigenia dan Clytemnestra dipanggil ke pelabuhan Aulis, tempat armada Yunani berkumpul sebelum mereka berlayar ke Troya.

Clytemnestra diberi tahu bahwa Iphigenia akan menikah dengan pahlawan Yunani yang akan datang, Achilles. Keduanya harus bersatu sebelum Achilles berperang.

Achilles, di usianya yang masih muda, sudah dikenal sebagai petarung terbaik di pasukan Yunani. Dia adalah calon suami yang mengesankan.

Sayangnya, pernikahan itu hanya tipuan. Iphigenia berpakaian seperti pengantin, tapi dia akan mati tanpa menikah. Ayahnya sendiri, Agamemnon, menggunakan dia sebagai kurban manusia untuk menenangkan Dewi Artemis. Saat itu, sang dewi sedang murka kepada orang Yunani.

Clytemnestra putus asa atas pembunuhan putrinya dan sejak saat itu, dia merencanakan kematian suaminya.

Ketika Agamemnon kembali dari Troya setelah sepuluh tahun, Clytemnestra dan kekasih barunya, Aegisthus, membunuh Agamemnon.

Clytemnestra membalas dendam atas pembunuhan putrinya. Namun, kemudian ia dibunuh oleh putranya Orestes, sebagai balas dendam atas pembunuhan ayahnya. Perputaran darah dalam rumah tangga ini tidak ada habisnya.

Andromache

Andromache adalah wanita bijak yang memahami akibat perang bagi wanita. Dia tidak segan-segan memperingatkan Hector, suaminya dan pemimpin pasukan Troya. Ia menjelaskan pada sang suami tentang ketergantungannya akan mata pencahariannya. Seperti banyak wanita lain dalam masyarakat kuno, suami yang meninggal tidak berarti perlindungan dan bekal bagi istri dan keluarga.

Andromache menikah dengan keluarga kerajaan Troya. Setelah menikah, ia meninggalkan semua keluarganya yang tinggal di Cicilian Thebes. Saat dia berada di Troya, seluruh keluarganya terbunuh ketika tentara Yunani menjarah kota-kota sekitarnya. Oleh karena itu, Hector menjadi pendukung emosionalnya. “Anaknya adalah mata rantai terakhir yang tersisa dari garis keturunannya sendiri,” ujar Williams.

Andromache tidak segan-segan memperingatkan Hector suaminya soal efek merugikan dari perang. (Jacques-Louis David)

Selama tahun-tahun Perang Troya, Andromache memiliki seorang anak dengan Hector bernama Astyanax, yang berarti “penguasa kota”. Namun ironisnya, Astyanax tidak pernah hidup hingga cukup umur untuk menjadi Raja Troya.

Setelah perang, ketika pasukan Yunani menyeret Andromache dari kota yang hancur. Mereka merebut Astyanax dari pelukannya dan melemparkannya dari tembok kota. Setelah trauma yang luar biasa ini, Andromache diambil sebagai budak oleh Neoptolemus.

Penelope, Ratu Ithaca yang setia

Penelope adalah salah satu wanita Yunani paling terkenal. Ia dikenal karena kepintarannya. Sepupu Helene dari Sparta (atau dari Troya), Penelope menikah dengan Odiseus yang mengungguli kecerdasan sang istri.

Ketika Odiseus berada dalam Perang Troya selama sepuluh tahun, Penelope mengawasi kerajaan mereka di pulau bernama Ithaca. Penelope sendirian membesarkan Telemakus, putra mereka yang lahir hanya beberapa bulan sebelum perang.

Tentu saja, ia menghadapi banyak masalah sebagai ratu tunggal. Setelah Perang Troya berakhir, Odiseus tidak pulang selama sepuluh tahun. Penduduk pulau mengira ia telah meninggal di laut. Karena alasan itu, penduduk meminta agar Penelope menikah lagi. Penelope sangat menentang ide ini karena dia berharap Odiseus akan kembali.

Lebih dari 300 pelamar tiba di pulau itu dan menetap di rumah Penelope untuk melamarnya. Selain tidak ada pria yang layak, Penelope khawatir jika pernikahannya akan menempatkan Telemakus dalam posisi berbahaya sebagai ahli waris. Seorang suami baru ingin anaknya sendiri menggantikannya dan itu berpotensi menimbulkan masalah bagi kehidupan Telemakus.

Sang ratu melakukan berbagai upaya untuk menunda pernikahan. Pertama, dia berargumen secara logis bahwa tidak ada yang tahu dengan pasti bahwa Odiseus sudah mati. Ini akan menjadi penghinaan bagi sang suami jika ia masih hidup.

Alasan itu tidak berhasil. Penelope membuat kompromi bahwa ia akan memilih suami baru setelah selesai menenun kain kafan. Sambil menenun, ia diam-diam mengurai kain kafan itu di malam hari. Ini memberi Penelope waktu tiga tahun lagi.

Baca Juga: Helene dari Troya, Putri Zeus yang Memicu Perang Karena Kecantikannya

Baca Juga: Bahkan Dewa pun Ikut Campur, Siapa yang Memenangkan Perang Troya?

Baca Juga: Konflik Legendaris, Apakah Perang Troya Itu Nyata atau Mitos Belaka?

Baca Juga: Perang Troya Berlangsung Selama 10 Tahun, Penyebabnya Gara-gara Wanita 

Setelah ini, dia memberikan banyak cobaan dan tugas kepada para pelamar untuk membuktikan nilai mereka. Akhirnya, Odiseus kembali ke rumah dan Penelope dengan senang hati menyambutnya.

Terlepas dari kenyataan bahwa keenam wanita Trojan dan Yunani ini dianggap pseudo-historis atau mitos, cerita mereka mencerminkan pengalaman perang yang lebih luas tidak hanya oleh wanita Trojan dan Yunani lainnya, tetapi juga banyak wanita sepanjang sejarah.

Akibat perang, perempuan seringkali menghadapi kehilangan yang luar biasa: mereka kehilangan saudara laki-laki, suami, anak, dan teman. Para wanita dalam cerita ini menunggu suami dan anak laki-lakinya pulang, tetapi kebanyakan dari mereka tidak pernah melakukannya. Mereka diperkosa dan direduksi menjadi harta benda. Mereka diabaikan dan diperlakukan tidak adil. Sepanjang semua ini, mereka harus menghadapi kesedihan yang tak terlukiskan selain kehilangan cara hidup mereka saat kebebasan mereka dirampas.

Baik sebagai pihak yang menang atau kalah, wanita selalu tersiksa saat perang. Hecabe, Cassandra, Andromache, Penelope, Helen, dan Clytemnestra, hanya mewakili sebagian kecil dari pengalaman perempuan dalam perang.