Kisah Kaisar Yao, Titisan Naga Merah dari Era Neolitikum Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Jumat, 24 Februari 2023 | 07:00 WIB
Kaisar Yao dari era neolitikum Tiongkok dipercaya sebagai titisan naga merah. Kepemimpinannya membawa kemakmuran dan kestabilan bagi rakyat Tiongkok. (Kanō Sansetsu)

Nationalgeographic.co.id—Naga merupakan makhluk suci yang penting dalam budaya Tionghoa, bahkan sejak era neolitikum Tiongkok. Seorang kaisar Tiongkok di era neolitikum, Yao, dipercaya sebagai titisan naga merah. Bagaimana kisahnya pemerintahan Kaisar Yao yang legendaris itu?

Kaisar Yao, pemimpin yang ideal dan inkarnasi naga merah

Yao (2377 Sebelum Masehi — 2259 Sebelum Masehi) berdaulat atas tanah Tao dan Tang. Setelah Yao naik takhta, dia dihormati sebagai Kaisar Yao.

Dilansir dari laman China Fetching, Yao adalah cicit dari Kaisar Kuning atau Huang Di (sekitar 2717 Sebelum Masehi — 2599 Sebelum Masehi). Dia tunduk pada Tao dan kemudian bermigrasi ke Tang. Karenanya, kerajaannya bernama Tao Tang.

Seperti raja-raja lain dalam mitologi, banyak ada kisah legendaris di balik kelahiran Yao. Seorang wanita muda yang cantik, juga ratu ketiga dari raja saat itu, sedang mengunjungi orang tuanya dengan perahu. Dalam perjalanan, tornado merah muncul dan terbang mengelilinginya dua kali.

Malam itu, dia memimpikan seekor naga merah terbang ke dalam tubuhnya. Keesokan harinya, dia melihat lukisan pria tampan di samping bantalnya, dilukis menggunakan air merah. Saat itu ia menyadari akan kehamilannya.

Sekitar 14 bulan kemudian, seorang bayi laki-laki yang terlihat sama dengan potret cat air merah itu lahir. Bayi itu diberi nama Yao. Berdasarkan kisah ini, Kaisar Yao dianggap sebagai titisan naga merah.

“Naga merah adalah simbol keberuntungan dan kemakmuran dalam budaya Tiongkok,” tulis Taylor Markarian di laman Reader’s Digest.

Kisah cinta Kaisar Yao

Ketika Yao sedang mengunjungi gunung, dia jatuh cinta dengan dewi yang menyelamatkannya dari harimau hitam yang jahat. Keduanya menikah di gua Guye dan memiliki seorang bayi laki-laki.

Namun, harimau hitam itu mencoba membalas dendam bertahun-tahun kemudian dan terus mengganggu keluarga kecil itu. Sang dewi kemudian harus meminta bantuan dari Raja Surga untuk membinasakan harimau hitam selamanya.

Dewa abadi lainnya membantunya mengalahkan harimau hitam. Harimau itu ditempatkan di bawah gunung. Dilarang untuk memiliki hubungan asmara dengan manusia, istri Yao pun menghilang.

Yao dan anaknya mencari dewi itu selama bertahun-tahun, tetapi tidak berhasil. Keduanya pun memutuskan untuk kembali ke peradaban.

Mendapatkan takhta kekaisaran dari sang kakak, Yao hidup dengan permaisurinya selama bertahun-tahun kemudian.

Pemerintahan agung Kaisar Yao

Setelah itu, Kaisar Yao menjadi raja hebat yang membuat rakyatnya stabil dan Makmur.

Di bawah pemerintahannya, hanya ada sedikit perang dan konflik antar suku. Di masa itu, terjalin komunikasi yang damai.

Selain itu, Yao membawa konsep "bangsa" kepada masyarakat dan sistem politik lengkap. Ia menugaskan pejabat berdasarkan spesialisasi dan prestasinya. Sejak itu, wilayahnya menjadi kekaisaran yang perkasa alih-alih aliansi suku-suku yang terpecah.

Yao menemukan sistem yang memungkinkan semua warga sipil untuk berbicara langsung dengannya. Jika rakyat memiliki saran atau mengalami ketidakadilan, mereka cukup memukul genderang di depan rumahnya.

Untuk orang-orang yang tinggal jauh, dia memasang banyak balok kayu. Masing-masing balok dijaga oleh seorang petugas yang dapat diajak bicara oleh warga sipil. Di sana, rakyat mendapatkan petunjuk tentang cara menghubungi Kaisar Yao.

Legenda seputar pemerintahan Kaisar Yao yang makmur

Legenda menceritakan bahwa setelah 70 tahun pemerintahan Yao, matahari dan bulan bersinar seperti permata. “Lima planet bersinar seperti mutiara yang dirangkai dan burung phoenix bersarang di halaman istana,” tulis Matt Stefon di laman Britannica.

Mata air kristal mengalir dari perbukitan, rumput mutiara menutupi pedesaan dan padi berlimpah. Dua unicorn yang menjadi pertanda kemakmuran muncul di ibu kota di Pingyang.

Usaha mencari ahli waris yang pantas

Dalam dokumentasi sejarah, Yao memiliki sembilan putra, tetapi menurutnya tidak ada yang cukup hebat untuk mengambil alih takhta.

Kaisar Yao mengajari putra pertamanya dalam hal militer, agar ia selalu tenang dan berhati-hati. Ia bahkan menciptakan permainan untuk meniru beberapa aktivitas militer. Namun sayang, sang putra yang diharapkan menjadi ahli waris itu ternyata tidak bisa menguasai latihan.

Oleh karena itu, Yao mulai mencari raja yang berbakat dan berkualitas yang dapat mengembangkan kekaisaran.

Baca Juga: Xuan, Dibesarkan di Penjara Hingga Jadi Kaisar Tiongkok Hebat

Baca Juga: Guang Wu, Kaisar Tiongkok Dinasti Han Punya Ilmu Magis untuk Bertempur

Baca Juga: Bagaimana Awal Mula Kaisar Tiongkok Disebut Putra Surgawi oleh Rakyat?

Baca Juga: Kisah Xian, 'Kaisar Boneka' di Masa Kemunduran Dinasti Han Tiongkok 

Banyak orang merekomendasikan seorang pemuda yang rajin dan berbudi luhur bernama Shun. Setelah serangkaian pemeriksaan yang cermat, Yao memastikan bahwa Shun memenuhi syarat untuk menjadi ahli waris.

Jadi dia menyerahkan putra-putranya ke tempat-tempat terpencil. “Yao menikahkan kedua putrinya dengan Shun dan kemudian turun takhta,” kata Stefon.

Selama 28 tahun masa pensiun Yao, dia mengunjungi banyak cendekiawan dan tempat-tempat indah di Tiongkok.

Berkat Kaisar Yao, naga dipandang sebagai makhluk suci dalam budaya Tiongkok. Pasalnya, naga merah berhubungan dengan kelahiran Yao dan kontribusinya yang luar biasa di kekaisaran.