Utang Kesultanan Ottoman, Menyisakan Kemiskinan Timur Tengah Hari Ini

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 5 Maret 2023 | 09:00 WIB
Kantor pusat Bank Ottoman di Karaköy, Istanbul, (1890-1892). Dibuat oleh arsitek Alexandre Vallaury. Kredit dalam kebijakan Kesultanan Ottoman masih tersisa berupa kemiskinan di Timur Tengah. (L'Illustration)

"Bias pengadilan membuatnya berisiko untuk meminjamkan kepada kelompok istimewa," lanjut Kuran. "Pengadilan memberi insentif kepada kelompok privilese untuk memutuskan kontrak. Kelompok yang disukai secara hukum membayar lebih untuk utang justru karena janji mereka relatif kurang kredibel."

Dengan temuan seperti ini Kuran dan Rubin memahami kondisi Timur Tengah abad ke-21. Kondisi seperti ini jugalah yang menyebabkan Kesultanan Ottoman yang dulu dikenal sebagai kekaisaran yang makmur, justru tertinggal dari Eropa secara ekonomi. Ketertinggalan ekonomi masih dalam mengejar babak pemulihan di Timur Tengah, kata Kuran.

Revolusi Industri pada abad ke-18 dan ke-19 membuat situasi berbeda. Pabrik-pabrik bermunculan di seluruh Inggris dan Eropa, menjadi akses modal yang semakin penting dalam perekonomian di benua yang ekonominya sempat redup.

Industrialisasi dibiayai oleh investor kaya yang bisa mendapatkan pinjaman besar. Sementara Istnabul menjadi pusat komersial yang berkembang pesat masa itu. Suku bunga tinggi yang dihadapi oleh elite kota, menjelaskan mengapa ekspansi industri serupa bisa lebih lambat bisa hadir di Istanbul.

Sekelompok orang miskin Yahudi di Aleppo di awal abad ke-20. Wanita dan agama minoritas memiliki kredit yang lebih rendah dari kalangan kaya, tetapi mereka tidak bisa bergerak bebas dari kemiskinan. (Library of Congress)

"Agar berhasil dalam produksi massal, seseorang membutuhkan lebih banyak modal daripada di masa lalu," kata Kuran. "Jadi, menjadi kendala untuk menghadapi biaya pinjaman yang sangat tinggi."

Akan tetapi, sistem pengadilan syariah atau Islam yang tidak berkeadilan secara kelas dan golongan di Kesultanan Ottoman, masih diberlakukan di banyak negara Timur Tengah. Padahal pengadilan semacam ini telah mendapat kritik dalam perspektif HAM, dan potensi dampak keuangannya, terang Kuran.

“Ini membantu menjelaskan mengapa membawa kembali hukum Syariah adalah obat yang salah untuk wilayah ini,” kata Kuran.

Namun, syariah tidak selalu salah dalam terapan sistem ekonomi, terang Kuran. Dia melihat bahwa demokrasi Barat hari ini punya bias pengadilan berbeda dari yang dimiliki Ottoman di Istanbul. Orang-orang miskin justru yang membayar harga yang sangat membebankan mereka.

Baca Juga: Kekaisaran Ottoman, Tempat Berlindung Pengungsi Muslim dan Nonmuslim

Baca Juga: Meski Kontroversial, Selim I Berhasil Membawa Kejayaan Ottoman

Baca Juga: Praktik Politik Gelar Keturunan Nabi Muhammad Era Ottoman Turki