Sibandang, Jejak Sisingamangaraja dan Emilio Modigliani di Selatan Toba

By National Geographic Indonesia, Kamis, 2 Maret 2023 | 18:00 WIB
Tradisi solu atau bersampan merupakan sebuah tradisi yang pada masa lampau sangat sentral dalam peradaban Danau Toba. Jauh sebelum jalan-jalan dibuat, persebaran manusia dan desa-desanya berhutang pada aktivitas mendayung. (Sofian Alim)

Anjas, sebagai putra Sibandang samasekali tidak kesulitan menyesuakan kemampuannya mendayung solu menjadi kemampuan mendayung kayak. Tradisi solu atau bersampan sendiri merupakan sebuah tradisi yang pada masa lampau sangat sentral dalam peradaban Danau Toba. Jauh sebelum jalan-jalan dibuat, persebaran manusia dan desa-desanya berhutang pada aktivitas mendayung.

Maka dari itu saya menekankan pentingnya menjelajah Toba secara umum dan Sibandang secara khusus dengan cara mendayung.

    

Mendayung mengelilingi Sibandang.

Menjelajah dengan perahu yang di dayung seperti kayak atau kano memungkinkan kita lebih intim mengalami dan mengamati pesisir. Tanpa suara motor mesin, burung-burung atau bebek tidak ragu melintas atau bahkan mengamati kami.

Dari pesisir Sibandang, Pulau Samosir tepat berada di sebelah Utara kita. Pemandangan pesisir Barat Danau Toba yang di ujungnya tampak Pusuk Buhit, bukit sakral yang menurut mitologi Batak sebagai tempat turunnya manusia pertama dari langit.

Di pesisir Barat itu juga, sembari mendayung, kami lalu berhadapan dengan Teluk Si Dalu-Dalu, yang di dalamnya terdapat desa Bakkara, tempat asal Dinasti Sisingamangaraja. Pada 1890, desan ini pernah dikunjungi Modigliani setelah dari Sibandang.

Saat Modigliani sampai di Bakkara, luka dan mara perang masih terasa. Singamangaraja dan para pendukungnya belum lama terusir dan telah meneruskan peperangan griliya di hutan Lintong nun jauh di Barat Laut dari Bakkara. Hutan itu kini sudah tinggal kenangan karena menjadi hutan industri pulp.

PETA: WARSONO; SUMBER: BADAN INFORMASI GEOSPASIAL; DATA PETA KONTRIBUTOR © OPENSTREETMAP. TERSEDIA DALAM LISENSI BASIS DATA TERBUKA: OPENSTREETMAP.ORG/COPYRIGHT; SRTM ()

Melihat ke arah daratan kami melihat mobil-mobil angkutan barang yang berlalu lalang membawa begitu banyak keranjang mangga. Mereka menjemput mangga untuk kemudian di jual di pasar besar.

Kami menyapa setiap pedayung yang sedang mencari ikan atau mencari lobster air tawar, yang seperti mangga Sibandang, juga berukuran mungil tetapi lezat. Sesekali kami berhenti, dan berbincang dengan para nelayan pedayung solu, atau pemancing di pesisir.

Saya terkejut. Hampir semua yang saya ajak berbincang di pesisir adalah orang-orang asli Sibandang yang telah kembali dari merantau. Ada yang puluhan tahun di Jawa, bagian lain Sumatra, dan Kalimantan.