Sibandang, Jejak Sisingamangaraja dan Emilio Modigliani di Selatan Toba

By National Geographic Indonesia, Kamis, 2 Maret 2023 | 18:00 WIB
Tradisi solu atau bersampan merupakan sebuah tradisi yang pada masa lampau sangat sentral dalam peradaban Danau Toba. Jauh sebelum jalan-jalan dibuat, persebaran manusia dan desa-desanya berhutang pada aktivitas mendayung. (Sofian Alim)

Mereka juga menjelaskan bahwa di tempat itulah pertama-tama mangga di Sibandang di tanam, entah di zaman Belanda, entah sebelumnya. Sejak kapan budidaya mangga di Toba secara umum dan di Sibandang secara khusus? Lagi-lagi saya mendapat pelajaran tentang integritas di atas kuasa ekonomi di sini.

      

Ulos

Karena waktu dan tenaga yang terbatas, Desa ketiga Pulau Sibandang, yaitu Desa Papande terpaksa harus kami kunjungi dengan meminjam motor Anjas dan tetangganya.

Di Papande kami mengunjungi para pengrajin Ulos, baik yang mengerjakannya di masing-masing rumah maupun di sentra tenun yang mereka siapkan bersama. Motif dan warna yang di kembangkan di Sibandang sedikit berbeda dengan yang dikerjakan di Samosir. Jenis yang di kenal di produksi di Sibandang adalah jenis Ulos Harungguan.

Konon, tanda budaya paling mencolok dari kelompok suku bangsa di Nusantara adalah kain khasnya. Kain tenun Ulos bagi masyarakat Batak, yang kehidupannya terbentuk oleh perairan danau maupun suhu pegunungan merupakan hal yang penting secara praktis dan kemudian secara simbolis.

Ulos pada dasasrnya berarti selimut, dan dengan kondisi alam Toba, selimut katun tentu sangat berguna.

Lalu ia menghambil peran simbolis dimana ada motif-motif dan jenis Ulos yang spesifik untuk di kenakan ataupun di berikan pada kesempatan dan tujuan yang berbeda-beda. Misalkan Ulos Ragi Hotang untuk sepasang pengantin, Ulos Sibolang untuk acara kedukaan, Ulos Jugia hanya di pakai oleh orang yang semua anaknya telah menikah, dan sebagainya.

Baca Juga: Ragam Cerita Legenda dari Danau di Indonesia yang Turun-Temurun

 Baca Juga: Mengapa Kita Waspada Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ekosistem Danau?

 Baca Juga: Menilik Lebih dalam Tradisi Mardoton, Budaya Tangkap Ikan Warisan Leluhur di Danau Toba

 Baca Juga: Saat Gunung Toba Meletus, Bagaimana Kondisi Bumi dan Manusia Purba?

Karena itu mempertahankan eksistensi Ulos, hampir pasti berkaitan dengan mempertahankan esensi budaya Batak Toba maupun suku-suku Batak yang lain.

Ya, karena Pulau Sibandang berada di wilayah kebudayaan Batak Toba, tentu perjalanan saya kali ini tidak membahas perjumpaan dengan unsur-unsur budaya dari Batak lainnya—Batak Karo, Dairi Pak-Pak, Simalungun, Angkola, Mandailing. Budaya mereka merupakan rumpun budaya yang bersatu di bawah prinsip Dalihan Na Tolu dan memiliki Ulos dan arsitektur unik masing-masing.

Akan tetapi, apa yang saya amati di Sibandang cukup memantik minat dan perhatian saya tentang kehidupan manusia Batak di seputar danau Toba.

Anjas Rajagukguk dan istrinya mempersilakan kami menginap di rumahnya yang berada tepat di muka pulau Sibandang yang terbilang sunyi. Berjarak hanya sekitar 10 meter dari air danau, di pesisirnya kayak-kayak kami parkir.

Rumah itu memandang kearah Timur. Cahaya lampu dari beberapa desa di Samosir maupun di arah Balige tampak berkelip. Dari Balige-lah, 132 tahun yang lalu Emilio Modigliani datang dalam Solu besar yang di dayung.

Barangkali, ia mendarat di pesisir yang sama tempat kami bermalam. Banyak yang berubah dalam rentang waktu itu hingga hari ini. Unsur budaya lokal dan nilai-nilai yang luhur dan unik banyak yang terbilas derap zaman. Namun, banyak juga yang dipertahankan, seperti nilai-nilai adat yang dianggap penting oleh warga Pulau Sibandang.