Sepak Terjang Si 'Janggut Merah', Pelaut Legendaris Kekaisaran Ottoman

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 4 Maret 2023 | 09:00 WIB
Barbarossa Hayreddin mengalahkan Liga Suci Charles V di bawah komando Andrea Doria pada Pertempuran Preveza tahun 1538. (Public Domain/ Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id - Khair-ed-Din, atau lebih dikenal dengan Hayreddin Barbarossa, lahir dalam keluarga pengrajin tembikar yang sederhana. Siapa menduga, kelak ia menjadi Laksamana Agung Angkatan Laut Utsmaniyah. Bagiamana Kiprahnya?

Ia memulai karir angkatan lautnya sebagai bajak laut Barbary. Bersama saudara laki-lakinya, ia menyerbu desa orang Kristen di pesisir dan merebut kapal-kapal yang melintas di Laut Mediterania.

Kesuksesannya menjadi bajak laut, membawa dirinya menjadi penguasa Aljazair. Hingga pada suatu waktu, ia diangkat menjadi laksamana utama angkatan laut Ottoman Turki di bawah kepemimpinan Suleiman.

Masa muda

Khair-ed-Din lahir sekitar akhir 1470-an atau awal 1480-an di desa Palaiokipos, di pulau Midilli Yunani yang dikuasai Ottoman.

Ibunya Katerina kemungkinan adalah seorang Kristen Yunani, sedangkan ayahnya Yakup memiliki etnis yang tidak pasti, sumber berbeda menyatakan bahwa dia adalah orang Turki, Yunani, atau Albania. Namun yang pasti, Khair adalah anak ketiga dari empat putra mereka.

Yakup adalah seorang pembuat tembikar, yang membeli perahu untuk membantunya menjual barang-barangnya ke seluruh pulau dan sekitarnya. Semua putranya belajar berlayar sebagai bagian dari bisnis keluarga. 

Sebagai pemuda, Ilyas dan Aruj mengoperasikan perahu ayah mereka, sedangkan Khair membeli kapalnya sendiri; mereka semua mulai beroperasi sebagai bajak laut di Mediterania.

Antara 1504 dan 1510, Aruj menggunakan armada kapalnya untuk membantu mengangkut pengungsi Muslim Moor dari Spanyol ke Afrika Utara setelah Reconquista Kristen dan jatuhnya Granada.

Para pengungsi menyebutnya sebagai Baba Aruj atau "Pastor Aruj", tetapi orang Kristen mendengar namanya sebagai Barbarossa, yang dalam bahasa Italia berarti "Janggut Merah". Kebetulan Aruj dan Khair sama-sama berjanggut merah, sehingga julukan barat melekat.

Pada tahun 1516, Khair dan kakak laki-lakinya Aruj memimpin invasi laut dan darat ke Aljazair, yang saat itu berada di bawah dominasi Spanyol.

Pemimpin setempat, Salim al-Tumi, mengundang mereka untuk datang dan membebaskan kotanya, dengan bantuan dari Kesultanan Utsmaniyah.

Mereka berhasil mengalahkan dan mengusir Spanyol dari tempat itu. Tidak hanya itu, mereka juga membunuh Salim al-Tumi.

Aruj mengambil alih kekuasaan sebagai Sultan Aljazair yang baru, tetapi posisinya tidak aman. Dia menerima tawaran dari sultan Ottoman Selim I untuk menjadikan Aljazair bagian dari Kekaisaran Ottoman.

Sayangnya, Aruj terbunuh oleh Spanyol pada tahun 1518, saat ia sedang merebut Tlemcen. Khair mengambil alih kekuasaan dan mulai mendapat julukan "Barbarossa".

Pemimpin Aljazair

Pada tahun 1520, Sultan Selim I meninggal dan seorang sultan baru naik takhta. Dia adalah Suleiman, yang mendapatkan julukan dari orang turki sebagai “sang pemberi hukum”.

Sebagai imbalan atas perlindungan Ottoman dari Spanyol, Barbarossa menawarkan Suleiman untuk menggunakan armada bajak lautnya. 

Penguasa yang baru adalah orang yang jenius dalam pengorganisasian. Segera Algiers (ibu kota Aljazair) menjadi pusat kegiatan perompak untuk seluruh Afrika Utara. Barbarossa menjadi penguasa de facto dari semua bajak laut Barbary, dan mulai membangun pasukan darat yang signifikan.

Armada Barbarossa menangkap sejumlah kapal Spanyol yang kembali dari Amerika dengan muatan emas. Mereka juga melakukan penyerbuan di pantai Spanyol, Italia, dan Prancis, mengambil harta rampasan dan juga orang Kristen yang akan dijual sebagai budak.

Pada tahun 1522, kapal-kapal Barbarossa membantu dalam penaklukan Utsmaniyah atas pulau Rhodes, yang pernah menjadi benteng bagi para Ksatria St. John yang sangat kuat.

Pada musim gugur tahun 1529, Barbarossa juga membantu 70.000 orang Moor melarikan diri dari Andalusia, Spanyol selatan, yang berada dalam cengkeraman Inkuisisi Spanyol.

Sepanjang tahun 1530-an, Barbarossa terus merebut kapal, kota-kota, dan menyerbu pemukiman orang-orang Kristen di sekitar Mediterania. Pada tahun 1534, kapalnya berlayar sampai ke Sungai Tiber, menyebabkan kepanikan di Roma.

Baca Juga: Semasa Kekaisaran Ottoman, Istana Topkapi Pernah Ramah Bagi Orang Tuli

Baca Juga: Kekaisaran Ottoman, Tempat Berlindung Pengungsi Muslim dan Nonmuslim

Baca Juga: Meski Kontroversial, Selim I Berhasil Membawa Kejayaan Ottoman

Charles V dari Kekaisaran Romawi menunjuk laksamana Andrea Doria dari Genoa, untuk mulai merebut kota-kota Utsmaniyah di sepanjang pantai selatan Yunani. Merespon hal tersebut, pada tahun 1537, Barbarossa merebut sejumlah pulau yang dikuasai Venesia untuk Istanbul.

Peristiwa memuncak pada tahun 1538. Paus Paulus III menyelenggarakan "Liga Suci" yang terdiri dari Negara Kepausan, Spanyol, Ksatria Malta, dan Republik Genoa serta Venesia. 

Bersama-sama, mereka mengumpulkan 157 armada galai di bawah komando Andrea Doria, dengan misi mengalahkan Barbarossa dan armada Ottoman. Sedangkan Barbarossa hanya memiliki 122 galai ketika kedua pasukan bertemu di Preveza.

Singkat cerita, meskipun jumlah mereka lebih kecil, Pertempuran Preveza, pada tanggal 28 September 1538, merupakan kemenangan telak bagi Hayreddin Barbarossa.

Barbarossa melanjutkan ke Istanbul, tempat Suleiman menerimanya di Istana Topkapi dan mempromosikannya menjadi Kapudan-i Derya atau "Laksamana Agung" Angkatan Laut Utsmaniyah. Suleiman juga memberi Barbarossa jabatan gubernur Rhodes.

Laksamana Agung

Kemenangan di Preveza memberikan kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah di Laut Mediterania yang berlangsung selama lebih dari tiga puluh tahun.

Barbarossa memanfaatkan dominasi itu untuk membersihkan semua pulau di Laut Aegea dan Laut Ionia dari benteng Kristen. Venesia menuntut perdamaian pada bulan Oktober 1540, mengakui kedaulatan Ottoman atas tanah itu dan membayar ganti rugi perang.

Kaisar Romawi Suci, Charles V, pada tahun 1540 mencoba menggoda Barbarossa untuk menjadi laksamana tertinggi armadanya, tetapi ia enggan.

Charles secara pribadi memimpin pengepungan di Aljazair pada musim gugur berikutnya, tetapi cuaca badai dan pertahanan Barbarossa yang tangguh mendatangkan malapetaka pada armada Romawi Suci dan mengirim mereka berlayar pulang.

Pada tahun 1545, Barbarossa melakukan ekspedisi terakhirnya, berlayar untuk menyerbu daratan Spanyol dan pulau-pulau lepas pantai.

Barbarossa meninggal pada tahun 1546, dimakamkan di sisi Eropa Selat Bosporus. Ia  mewariskan angkatan laut Ottoman yang hebat, serta terus mendukung status kekuatan besar kekaisaran selama berabad-abad.