Kilas Balik Sejarah Seni Digital: Dari John Whitney Hingga NFT

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 4 Maret 2023 | 12:00 WIB
Munculnya seni digital sangat erat kaitanya dengan perkembangan teknologi komputer. Pada era 80-an, Macintosh mengembangkan komputer untuk memudahkan para seniman menciptakan karya seni digital. (Bernard Gotfryd)

Nationalgeographic.co.id - Kemegahan seni digital dewasa ini tidak lepas dari perkembangan teknologi, dan eksplorasi seniman-seniman terdahulu. Seperti kata pepatah, "perjalanan seribu mil dimulai dengan langkah pertama." 

Bentuk paling awal seni digital dapat ditelusuri kembali ke tahun 1960-an, ketika para seniman mulai bereksperimen dengan komputer sebagai media untuk menciptakan seni visual.

Salah satu seniman pertama yang bekerja dengan teknologi digital adalah John Whitney. Ia menggunakan komputer untuk membuat animasi abstrak pada tahun 1960-an. 

Karya Whitney meletakkan dasar bagi pengembangan animasi digital dan menyiapkan panggung bagi seniman lain untuk mengeksplorasi potensi teknologi komputer.

Tangkapan layar dari karya John Whitney, berjudul (crystalsculpture2)

Pada tahun 1970-an, seniman seperti Harold Cohen dan Vera Molnar mulai membuat seni digital menggunakan perangkat lunak grafis paling awal, seperti IBM System/360 dan Evans & Sutherland PS-1.

Para seniman ini termasuk yang pertama mengeksplorasi kemungkinan menciptakan seni menggunakan algoritma dan kode matematika. Eksperimen ini meletakkan dasar untuk pengembangan seni generatif, suatu bentuk seni digital yang dibuat menggunakan algoritma dan proses matematika.

Tahun 1980-an adalah kebangkitan fotografi di dunia digital. Artis seperti Robert Rauschenberg dan Nam June Paik mulai menggunakan fotografi digital dalam karya seni mereka. Media tersebut dengan cepat mendapatkan popularitas di kalangan seniman dan fotografer.

(Tate.org)

Di tahun yang sama, komputer Macintosh juga mengembangkan teknologi yang mempermudah dalam pembuatan karya seni digital. Kehadiran teknologi-teknologi tersebut, mendorong para seniman terus mengeksplorasi seni digital.

Tahun 1990-an dengan arus teknologi yang lebih hebat dari sebelumnya, berdampak pada menguatnya popularitas seni digital di kalangan seniman dan penikmat. Galeri seni dan museum virtual mulai muncul pada era ini.

Sejumlah acara seni digital memulai debutnya, seperti konferensi Special Interest Group on Computer Graphics (SIGGRAPH) yang diadakan pada tahun 1990, serta International Symposium on Electronic Art (ISEA) pertama yang diselenggarakan pada tahun 1993.

Seniman seperti David Hockney dan David McLeod mulai mengeksplorasi alat digital untuk meniru bentuk seni konvensional.

Hockney dan Mcleod menggunakan perangkat lunak seperti ZBrush untuk membuat karya seni di komputer yang sangat mirip dengan lukisan konvensional. Lukisan digital, patung, dan bahkan acara TV mulai mendapatkan momentum.

Tentu, perkembangan yang paling menonjol di era 90-an adalah debut World Wide Web pada tahun 1991 yang menghubungkan dan mengubah seluruh dunia!

Tahun 2000-an adalah saksi atas saling terhubungnya beragam teknologi, komunitas, serta platform seni. Situs web seperti deviantART dan Behance, memungkinkan seniman untuk membagikan karya mereka, berkolaborasi, dan menerima umpan balik atas karya seni mereka.

Platform media sosial seperti Facebook dan Instagram juga memainkan peran penting dalam perkembangan seni digital dengan menyediakan cara bagi seniman untuk memamerkan dan mempromosikan karya mereka.

Perkembangan signifikan lainnya adalah munculnya seni video, suatu bentuk seni digital yang menggunakan gambar bergerak beserta suara untuk menciptakan sebuah karya seni.

Seniman seperti Bill Viola dan Nam June Paik telah mengeksplorasi kemungkinan seni video dan telah menggunakan teknologi digital untuk menciptakan karya yang unik dan kuat.

Salah satu karya seni interaktif David Rokeby dalam sebuah pameran di kota Quebec, Kanada. (Charles-Frédérick Ouellet/ Manif d'art)

Perkembangan seni interaktif, yang memungkinkan penonton mendapatkan pengalaman mendalam pada sebuah karya seni, sebagian besar dapat dikaitkan dengan periode waktu ini. David Rokeby dan Golan Levin misalnya, telah menggunakan seni interaktif untuk menciptakan karya yang responsif terhadap tindakan penontonnya.

Pada abad ke-21, seni digital telah menjadi fenomena global, dengan banyak seniman menggunakan perangkat digital canggih untuk membuat berbagai bentuk seni, termasuk seni video, seni instalasi, dan seni interaktif.

Baca Juga: Dari Seni Tak Biasa Hingga NFT, Kenapa Harganya Mahal dan Bernilai?

Baca Juga: Gunakan NFT, ISI Yogyakarta Gelar Pameran Seni Kreatif Internasional

Baca Juga: Pendidikan dan Pekerjaan Era Digital Jadi Sorotan Forum B20 Indonesia

Dengan munculnya internet dan media sosial, seni digital menjadi lebih mudah diakses dari sebelumnya, memungkinkan seniman untuk berbagi karya mereka dengan khalayak global.

Kevin McCoy, seorang seniman digital, pada tanggal 3 Mei 2014 menciptakan non-fungible token (NFT). Penggunaan NFT di pasar seni digital memungkinkan seniman memonetisasi karya mereka dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.

Everydays: The First 5000 Days oleh Beeple (beeple-crap)

Sebelum munculnya NFT, seni digital dapat dengan mudah disalin dan didistribusikan, sehingga menyulitkan seniman untuk mengontrol distribusi dan keuntungan dari karya mereka.

Dengan NFT, seni digital sekarang dapat dijual sebagai karya yang menarik dan unik. Dengan blockchain, ia dapat memberikan catatan kepemilikan yang aman dan dapat diverifikasi.

Kedatangan teknologi NFT juga menyebabkan kenaikan harga seni digital yang signifikan. Dalam beberapa tahun terakhir, NFT telah digunakan untuk menjual seni digital seharga jutaan dolar, dengan beberapa bagian terjual hingga $69 juta.

Hal ini menyebabkan lonjakan minat pada pasar seni digital dan telah menarik seniman dan kolektor generasi baru.

Hingga saat ini, seni digital terus berkembang melalui teknologi baru seperti virtual dan realitas berimbuh (AR) yang membuka cakrawala ke dunia baru dan belum dijelajahi.