Nationalgeographic.co.id—Berabad-abad sebelum penemuan mesin cetak di Eropa, Kekaisaran Tiongkok mengembangkan model pencetakan menggunakan balok kayu berukir. Dua penemuan Tiongkok kuno sebelumnya, kertas dan tinta, membuka jalan bagi pencetakan balok. Selama abad ketujuh Masehi, teknik mencetak teks dalam jumlah besar dengan balok pertama kali membuahkan hasil. Inilah salah satu penemuan terbesar Kekaisaran Tiongkok yang mengubah dunia: teknik pencetakan.
Terciptanya unsur komunikasi, jalan menuju teknik pencetakan
Penemuan tulisan merupakan di Sumeria, Mesir, Lembah Indus, dan Tiongkok kuno sekitar 6.000 tahun lalu menjadi awal peradaban. "Tulisan menjadi transmisi ide yang sangat penting untuk penyebaran pembelajaran," tulis Judson Knight di laman Encyclopedia.
Di Tiongkok kuno, kata tertulis pertama kali muncul pada tulang atau cangkang. Dan seiring perkembangan teknologi, batu dan kemudian perunggu menjadi media yang disukai.
Penggunaan segel muncul pertama kali pada Dinasti Chou (1027—246 Sebelum Masehi). Saat itu para penguasa dan bangsawan menugaskan pengrajin untuk mengukirnya dari batu giok yang berharga. Terkadang cula badak dan tembaga pun menjadi segel kaisar atau bangsawan.
Menggunakan bentuk tinta yang belum sempurna, segel kemudian akan dicetak pada berbagai bahan. Tinta awalnya mungkin berasal dari berbagai zat hewani dan nabati. Namun kemudian orang Tionghoa menemukan bahan yang lebih stabil.
Tinta dari Tiongkok dibuat dari ekskresi hitam, seperti kreosol, yang tersisa dari pembakaran kayu dan minyak di lampu. "Kemudian, ketika inovasi ini diteruskan ke Barat, itu akan salah disebut tinta India," tambah Knight lagi.
Maka lahirlah empat unsur komunikasi tertulis: tulisan, media, tinta, dan teknologi pengiriman tinta ke media (segel).
Inovasi kertas dan segel jadi jalan bagi teknik pencetakan balok
Selama Dinasti Chou, media berevolusi menjadi bentuk yang lebih bermanfaat, termasuk sutra dan potongan bambu atau kayu yang datar. Jika media-media itu dijahit bersama akan menjadi semacam gulungan.
Gulungan atau "buku" Tiongkok paling awal cenderung berat. Konon ketika sarjana dari Dinasti Han menyampaikan serangkaian saran tertulis kepada kaisar, dia menuliskannya di sekitar 3.000 potongan bambu. Ini membutuhkan dua orang kuat untuk membawa potongan-potongan bambu tersebut.
Lalu kertas pun ditemukan. Kertas awal ini terbuat dari rami, serat kulit kayu, kain dan bahkan jaring ikan. Seiring waktu, pembuat kertas di Kekaisaran Tiongkok menyempurnakan prosesnya. Akhirnya kertas sampai ke Asia Tenggara dan Korea, dan pada pertengahan abad kedelapan Masehi. itu muncul di antara peradaban Arab di Timur Dekat.
Sementara itu, teknologi pembuatan segel juga terus berkembang. Ada dua jenis segel: relief atau intaglio (cetak dalam).
Segel relief mengukir impresi dengan menghilangkan semua materi selain yang membentuk citra negatif atau kebalikan dari simbol yang ingin dicetak. Sedangkan intaglio memerlukan proses yang berlawanan, yaitu mengukir citra negatif ke dalam materi.
Segel relief dapat digunakan untuk membuat kesan hitam pada latar belakang putih. Sedangkan dengan intaglio, semua area di sekitar karakter tertutup tinta sementara karakter itu sendiri tetap putih."Peningkatan teknologi pembuatan segel dikombinasikan dengan perkembangan kertas akhirnya membuka jalan bagi terciptanya pencetakan blok," Knight menambahkan lagi.
Kebutuhan untuk produksi teks secara massal
Kemudian pada abad ketujuh muncul elemen penting terakhir: kebutuhan untuk memproduksi teks secara massal. Ini muncul di antara biksu Buddha yang membutuhkan banyak salinan sutra atau tulisan suci mereka. Begitu besar kebutuhan mereka untuk menyebarkan informasi. Namun permintaan itu melebihi kemampuan mereka sendiri untuk membuat salinan dengan tangan.
Solusinya terbukti dengan pencetakan blok, yang melibatkan proses yang ditingkatkan dari cetakan segel sebelumnya.
Untuk membuat teks dengan cetakan balok, biksu menulis bahan yang akan disalin dengan tinta pada selembar kertas halus. Kemudian dia melapisi balok kayu dengan pasta beras dan dengan hati-hati merekatkan sisi lembaran yang tertulis ke balok kayu.
Konsistensi pasta sedemikian rupa sehingga, bila digunakan dengan benar, kertas tidak menempel pada balok tetapi karakter bertinta yang menempel. Ini meninggalkan gambar negatif pada kayu, memungkinkan pengukir memotong area tanpa tinta sehingga teks itu sendiri menonjol.
Selanjutnya pencetak menggunakan kuas untuk memberi tinta pada balok kayu berukir. Dan selagi tinta masih basah, sebarkan selembar kertas di atasnya. Dia kemudian menggosok bagian belakang lembaran dengan kuas, menyebabkan tinta membekas di atas kertas.
Teknik awal ini memiliki kelemahan yaitu hanya bisa mencetak pada satu sisi saja. Jika dilakukan di dua sisi kertas, teks tidak bisa dibaca. Selain itu, untuk mengukir balok kayu juga dibutuhkan kerja keras.
Terlepas dari kelemahan ini, metode baru ini merupakan peningkatan besar dari bentuk penyebaran teks sebelumnya. Alih-alih membutuhkan pekerjaan banyak biksu selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, produksi satu teks dapat dilakukan dalam hitungan minggu. Hasil kerja dapat didistribusikan ke ratusan atau ribuan biksu.
Jadi pada tahun 1000, umat Buddha telah mencetak semua kitab suci mereka. Upaya ini membutuhkan 130.000 balok kayu dan waktu 12 tahun untuk menyelesaikannya.
Berkat teknologi baru, kata tercetak menyebar dengan cepat ke seluruh dunia Buddhis.
Baca Juga: Kertas, Salah Satu dari Empat Penemuan Besar di Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Teknologi Zirah Berbahan Kertas Tiongkok Kuno Lebih Kuat Dari Baja
Baca Juga: Asal-usul Penggunaan Mata Uang Kertas dari Tiongkok hingga Eropa
Baca Juga: Evolusi Kompas, Salah Satu Penemuan Terbesar dari Kekaisaran Tiongkok
Selama Dinasti Sung (960—1279), percetakan di Tiongkok berkembang pesat. Selain proyek pencetakan semua teks Buddhis, Akademi Kekaisaran juga mengerjakan pembuatan sekitar 100.000 blok ukiran untuk mencetak sutra dan sejarah Tiongkok.
Inovasi teknik cetak, dari balik ke tipe bergerak
Kemudian di pada 1045, seorang pandai besi dan alkemis bernama Pi Sheng melakukan pengembangan. Ia menciptakan proses yang bahkan lebih baik daripada pencetakan balok: tipe bergerak.
Berkat Pi Sheng, pencetak tidak perlu mengukir balok kayu baru setiap kali mereka ingin mencetak sesuatu. Sebagai gantinya, mesin cetak memiliki jenis cetakan pracetak. Menggunakan tanah liat yang dipanggang, Pi Sheng membuat cetakan yang dia tempatkan di rangka besi yang dilapisi lilin hangat. Dia menekannya dengan papan sampai permukaannya rata sempurna dan setelah lilin mendingin, dia menggunakan baki surat untuk mencetak halaman.
Tiga abad kemudian, atas perintah penguasa Tsai-Tung, para pengukir Korea mengembangkan jenis dari perunggu. Ini merupakan peningkatan besar dibandingkan tanah liat karena lebih tahan lama dan tidak rapuh.
Kertas dan teknik cetak ini pun menyebar hingga ke luar Kekaisaran Tiongkok. Teknik pencetakan ini memberikan kontribusi besar bagi peradaban Barat. Lebih banyak salinan buku dicetak lebih cepat. Pada akhirnya, itu berefek pada penyebaran dan pengembangan pendidikan, pengetahuan, dan komunikasi yang lebih luas.