Darah dan Ketan, Rahasia Ketahanan Bangunan Era Kekaisaran Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Jumat, 24 Maret 2023 | 11:00 WIB
Beras ketan, darah, dan gula adalah bahan penting yang membuat bangunan era Kekaisaran Tiongkok bertahan lama. (Jakub Hałun)

Tembok kota Nanjing, dibangun 600 tahun yang lalu, adalah garis pertahanan pertama untuk ibu kota Dinasti Ming Kekaisaran Tiongkok. Dibangun dari 350 juta batu bata dan memiliki panjang awal 35 km, sebagian besar tembok ini bertahan selama berabad-abad. Ternyata rahasia dari daya tahannya yang luar biasa itu adalah campuran ketan, darah, dan minyak sebagai perekat.

Tahun 2010, tim peneliti Tiongkok menganalisis sampel mortar dari satu bagian tembok. Hasilnya cukup mengejutkan. Ternyata, salah satu makanan pokok orang Tionghoa menjadi kunci kekuatan tembok Nanjing itu.

Penggunaan ketan sebagai perekat ini sebenarnya bukan hal baru di Tiongkok kuno. Selama ribuan tahun, para pembangun Tiongkok mencampur beras ketan dengan mortar kapur untuk menyusun struktur di seluruh negeri. Ini termasuk tembok kota, pagoda, jembatan, dan makam.

Beras dimasak hingga menjadi pasta kemudian dicampur dengan pasir dan kapur. Zat kemudian dihasilkan dari memanaskan batu kapur. Menurut peneliti Yan-Bing Luo dari Universitas Sichuan, ramuan tepung ini memiliki status dan nilai penting dalam sejarah arsitektur Tiongkok. Karena kekuatan dan porositasnya yang rendah, mereka menyebutnya sebagai “beton Tiongkok”.

Para ilmuwan telah lama terpesona dengan formula yang tidak biasa ini. Dan selama beberapa tahun terakhir, tim yang berbeda melakukan penelitian untuk lebih memahaminya. Peneliti Jiajia Li dan Bingjian Zhang menghabiskan waktu enam tahun untuk mengumpulkan 378 sampel mortar kuno. Sampel itu diperoleh dari 159 situs di seluruh Tiongkok, yang berasal dari fase Taosi (2300-1900 Sebelum Masehi) hingga Dinasti Qing (1644-1911).

Hasil pengujian kimia mengungkapkan bahwa 219 mortar dari 96 lokasi memiliki komponen organik. Itu adalah sedikit pati, protein, gula merah, darah, dan minyak. Campuran ini terbukti membantu melestarikan sebagian besar lanskap Tiongkok.

Para peneliti berpendapat bahwa kualitas mortar yang digunakan dalam konstruksi memainkan peran penting dalam menentukan daya tahan monumen.

Salah satu sampel penting diambil makam berusia 2000 tahun di provinsi Jiangsu. Dari situ peneliti menemukan jejak mortar beras ketan tertua yang diketahui. Meskipun para peneliti tidak mengetahui asal usul resep tersebut, mereka menentukan bahwa pada Dinasti Tang (816-907), beras sering digunakan untuk memperbaiki konstruksi. Sedangkan di masa Dinasti Song dan Ming, di mana banyak dilakukan pembangunan, mortar unik ini umum digunakan. “Terutama di fondasi bangunan penting,” tulis Claire Voon di laman Atlas Obscura.

Beras ketan memiliki tekstur lilin yang berasal dari amilopektin polisakarida, yang membuat ketan memiliki struktur mikro yang lebih padat. Dicampur dengan mortar kapur, butiran meningkatkan daya tekan, membantu dinding menahan beban tanpa patah. Bahan ini juga sangat tahan air, sehingga bisa melindungi bangunan dari erosi.

Darah sebagai bahan pencampur

Sampel mortar dari aula dan taman Kota Terlarang (Forbidden City dinyatakan mengandung pati. Begitu pula bagian dari Tembok Besar Tiongkok, yang sebagian besar dipugar selama dinasti Ming.

Tapi satu sampel dari Tembok Besar, yang melewati Kabupaten Yanqing, mengandung bahan yang kurang umum: darah hewan. Bahan ini ditemukan hanya di lima lokasi.

Darah binatang mungkin terdengar seperti zat yang mengerikan untuk membangun tembok, tapi itu adalah aditif normal yang digunakan oleh beberapa budaya. Resep bersejarah di Prancis, Italia, dan Inggris menjelaskan dengan detail bagaimana mencampurkan darah sapi jantang dan mortar kapur.

Di Tiongkok, pembangun menggunakan darah babi untuk meningkatkan konsistensi mortar, menurut sebuah studi tahun 2014. Darah babi ini juga sangat mudah diperoleh di Tiongkok karena dagingnya digunakan untuk beragam masakan.

Bahan organik untuk menghindari air

Banyak aditif organik lain yang disukai oleh orang Tiongkok untuk menghindari air yang bisa merusak bangunan. Li dan Zhang menemukan sampel minyak dari 87 lokasi, yang mereka yakini sebagai minyak tung. Ini adalah “segel” kedap air yang umum untuk kapal kayu.

Bahan tak lazim lainnya seperti putih telur, tidak hanya tahan air tetapi juga meningkatkan viskositas mortar. Putih telur juga digunakan sebagai pengikat cat untuk mewarnai tentara terakota di mausoleum Kaisar Qin Shi Huang.

Para peneliti telah menemukan bahwa gula merah juga mengurangi kadar air dalam mortar, meningkatkan kekuatannya. Menurut literatur kuno, sukrosa sering digunakan untuk membangun benteng dan rumah di Tiongkok bagian timur dan tenggara.

Bahan tak lazim lainnya seperti putih telur, tidak hanya tahan air tetapi juga meningkatkan viskositas mortar. Putih telur juga digunakan sebagai pengikat cat untuk mewarnai tentara terakota di mausoleum Kaisar Qin Shi Huang. (Manoj kumar kasirajan)

Mortar ini juga kemungkinan besar ditemukan karena kebutuhan. Di Romawi kuno misalnya, bahan rahasia beton adalah abu vulkanik. Abu ini meningkatkan daya tahan mortar kapur dan memungkinkannya untuk terbenam di bawah air. Mortar serupa yang dibuat dengan abu vulkanik diadopsi di seluruh Eropa dan Asia Barat.

Namun, abu vulkanik tidak tersedia di Kekaisaran Tiongkok. Sebaliknya, para insinyur menggunakan bahan-bahan yang ada di daerah mereka untuk membuat bahan bangunan yang khas.

Upaya memadukan arsitektur dan alam

Desain hebat sering kali merupakan hasil pemikiran di luar bentuk dan fungsi. Filsafat, menurut para peneliti, mungkin menjadi salah satu inspirasi puitis untuk pasta fusi ini.

“Orang Tionghoa kuno menganjurkan pandangan tentang alam yang sering disebut 'kesatuan surga dan manusia,” tulis Li. Penggunaan produk pertanian, kehutanan, dan hewan dalam bahan bangunan mencerminkan estetika arsitektur yang berupaya memadukan arsitektur dan alam.

Hebatnya, struktur yang dibangun dengan mortar beras ketan lebih bertahan dari erosi alami. Sebuah makam dari era Ming, menteri Xu Pu dan istrinya, hampir dirusak oleh buldoser ketika ditemukan pada tahun 1978. “Namun, makam itu begitu kuat sehingga buldoser pun tidak bisa menghancurkannya,” menurut sebuah makalah tahun 2009.

Hasil pengujian kimia mengungkapkan bahwa 219 mortar dari 96 lokasi memiliki komponen organik. Itu adalah sedikit pati, protein, gula merah, darah, dan minyak. Campuran ini terbukti membantu melestarikan sebagian besar lanskap Tiongkok. (Siyuwj)

Pada tahun 1604, ketika gempa berkekuatan 7,5 mengguncang kota pelabuhan Quanzhou, banyak kuil, stupa, dan jembatan tidak hancur. Sebaliknya, mortar beras ketan menjaga fondasi mereka tetap aman.

Perekat kuno digunakan di zaman modern untuk melestarikan bangunan bersejarah

Meskipun jelas efektif, perekat revolusioner ini tidak lagi populer di akhir Dinasti Qing. Li mencatat bahwa pabrik semen pertama di Tiongkok dibuka pada tahun 1889 di provinsi Hebei. Sejak itu, perekat anorganik ini secara bertahap mengisi peran mortar komposit.

Namun para peneliti masih melihat potensi dalam formula kuno tersebut, terutama untuk menjaga situs sejarah. “Semen merugikan pekerjaan konservasi,” tulis Dr. Gaetano Palumbo, seorang arkeolog di University College London. Pasalnya, semen mengandung garam dalam jumlah tinggi dan tidak cocok (terlalu kuat dan kaku) dengan mortir berbasis kapur tradisional.

Baca Juga: Batu Nisan Berbentuk Kura-Kura di Makam Kaisar Tiongkok, Apa Maknanya?

Baca Juga: Wan Zhener, Harem Paling Berkuasa di Dinasti Ming Kekaisaran Tiongkok

Baca Juga: Warisan Kaisar Tiongkok He dari Dinasti Han Timur yang Membahayakan

Baca Juga: Setelan Baju Batu Giok Abadi dari Makam Elite Dinasti Kaisar Tiongkok

Di Tiongkok, para pelestari berhasil menggunakan mortar kapur beras ketan untuk memperbaiki bangunan kuno. Seperti Jembatan Shouchang melengkung tunggal dari Dinasti Song.

Satu kelompok konservasionis menggabungkan teknologi beras ketan yang kunodengan teknologi nano untuk mengembangkan perawatan inovatif untuk situs bersejarah. “Ini adalah aplikasi orisinal dan ekologis yang dapat digunakan untuk memperbaiki struktur berbasis kapur apa pun. Seperti batu kapur atau mortar kapur,” kata Jorge Otero, peneliti di Institut Konservasi Getty.

Di Kekaisaran Tiongkok, aditif yang bisa dikonsumsi ini memenuhi tujuan praktis dan filosofis arsitektur di masa itu.