Nationalgeographic.co.id—Jas pemakaman batu giok merupakan kerajinan tangan dari Kekaisaran Tiongkok Dinasti Han Tiongkok. Busana ini digunakan untuk upacara penguburan elite Tiongkok dan anggota kelas bangsawan dan dan anggota keluarga kerajaan.
Orang Tiongkok mulai memiliki daya tarik terhadap batu giok sejak 6000 SM selama periode Neolitik, mereka biasanya memproduksi alat atau senjata ritual dan ornamen sebagai simbol kekuatan politik dan otoritas agama.
Salah satu pusat manufaktur batu giok pertama yang diketahui terletak di Delta Sungai Yangtze Tiongkok yang didirikan oleh orang-orang dengan budaya Liangzhu (3300–2300 SM). Mereka biasanya mengolah batu giok nephrite untuk barang-barang giok utilitarian dan seremonial dari deposit yang sekarang habis di daerah Ningshao.
Dengan munculnya Dinasti Han (dinasti kekaisaran kedua Tiongkok) dari 202 SM, benda-benda dari batu giok semakin dihiasi dengan motif hewan dan motif lainnya. Ukiran pada peranti seperti pengait sabuk menjadi bagian dari kostum elite.
Karena kekerasan, daya tahan, dan warna tembus cahaya yang halus, giok dikaitkan dengan konsepsi Tiongkok tentang jiwa, kualitas pelindung, dan keabadian dalam esensi batu (yu zhi, shi zhi jing ye).
Hubungan dengan umur panjang batu giok terlihat dari teks oleh sejarawan Tiongkok Sima Qian (145–86 SM) tentang Kaisar Tiongkok Wu dari Han (157 SM–87 SM). Ia digambarkan memiliki cangkir batu giok bertuliskan kata-kata yang bermakna "panjang umur kaisar" dan memanjakan dirinya dengan ramuan bubuk giok yang dicampur dengan embun manis.
Han berpikir bahwa setiap orang memiliki dua bagian jiwa: roh-jiwa (hun) yang melakukan perjalanan ke surga akhirat abadi (xian), dan tubuh-jiwa (po) yang tetap berada di kuburan atau makamnya. Bumi hanya dipertemukan kembali dengan roh-roh melalui upacara ritual. Para penguasa Han awal percaya bahwa batu giok akan melestarikan tubuh fisik dan jiwa yang melekat padanya dalam kematian. Cakram batu giok besar dan kecil ditempatkan di sekitar almarhum.
Baca Juga: Kehidupan Tragis Puyi, Kaisar Tiongkok Terakhir Sebagai Tawanan Soviet
Baca Juga: Shunzhi, Kaisar Tiongkok dari Dinasti Qing yang Hilang Misterius
Baca Juga: Puyi, Kaisar Tiongkok yang Pertama Kali Belajar Bahasa Inggris
Baca Juga: Para Kaisar Tiongkok Tergiur ‘Ramuan Keabadian’, Tak Sadar Itu Racun
Source | : | Heritage Daily |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR