Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi menunjukkan adanya periode lembap di Afrika Utara yang terjadi selama 800.000 tahun terakhir. Periode tersebut menjelaskan mengapa Gurun Sahara saat itu memiliki lanskap hijau.
Fase basah periodik di Gurun Sahara tersebut didorong oleh perubahan orbit bumi mengelilingi matahari dan tertekan selama zaman es. Untuk mengetahui Sahara bisa menghijau, ilmuwan iklim melakukan simulasi interval historis Gurun Sahara.
Dilansir laman Phys, Edward Amstrong, penulis utama studi mengatakan, "Transformasi siklus Gurun Sahara menjadi ekosistem sabana dan hutan adalah salah stau perubahan lingkungan yang paling luar biasa di planet ini."
Sebelum menjadi gurun seperti sekarang, terdapat banyak bukti bahwa Gurun Sahara pernah ditumbuhi tanaman di masa lalu, lengkap dengan sungai, dan danau. Hewan seperti kuda nil pun bergantung pada air.
Saat Periode Lembap Afrika terjadi, itu kemungkinan berperan penting dalam menyediakan koridor tumbuh-tumbuhan di luar Afrika, sehingga memungkinan penyebaran bebagai spesies, termasuk manusia purba ke seluruh dunia. Menurut peneliti, faktor yang memengaruhi hijaunya Gurun Sahara diperkirakan didorong oleh perubahan kondisi orbit Bumi, khususnya presesi orbit Bumi.
Presesi mengacu bagaimana Bumi berputar pada porosnya yang kemudian memengaruhi musim. Hasil pemodelan iklim lantas mengkonfirmasi Periode Lembap Afrika Utara terjadi setiap 21.000 tahun dan ditentukan oleh perubahan presesi orbit Bumi.
Hal itu menyebabkan musim panas yang lebih hangat di Belahan Bumi Utara dan meningkatkan curah hujan di Sahara, sehingga vegetasi tipe sabana bisa tersebar di seluruh gurun.
Bagaimana sebenarnya sebuah tanah yang dulunya hijau bisa berubah menjadi gurun? Untuk mengetahui jawabannya, marilah kita simak uraian berikut ini!
Penggurunan
Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Memerangi Penggurunan (UNCCD), hampir setengah dari daratan planet ini berada di ambang berubah menjadi gurun yang tidak dapat ditanami.
Lahan yang sudah gersang ini ditandai dengan curah hujan yang rendah namun menopang 45% pertanian dunia. Kini, kekeringan ekstrem yang terkait dengan pemanasan global turut mengubah wilayah ini menjadi tanah tandus yang tidak subur, dilansir laman Deutsche Welle.
Baca Juga: Kini Tandus, Gurun Sahara Dulunya Subur, Bahkan Dihuni Dinosaurus Ganas Ini
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR