Nationalgeographic.co.id—Selama beberapa dekade, para ilmuwan dan pembuat kebijakan berfokus pada perubahan perilaku manusia untuk mengatasi perubahan iklim.
Peraturan telah mengamanatkan pengurangan emisi karbon. Pengembangan energi terbarukan tampaknya juga telah mulai untuk perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih berkelanjutan.
Sementara upaya mengatasi pemanasan global membutuhkan manusia untuk mengubah perilaku, semakin banyak penelitian yang mendukung kebutuhan akan solusi yang berakar pada alam. Memastikan keanekaragaman hayati, merevitalisasi hutan, dan mendukung lingkungan alami lainnya.
Sebuah studi baru yang dipimpin oleh Oswald Schmitz dari Yale School of the Environment Oastler Professor of Population and Community Ecology, menawarkan sebuah solusi bijak. Keanekaragaman hayati memperkuat ekosistem, meningkatkan ketahanannya terhadap peristiwa iklim ekstrem, dan meningkatkan kapasitasnya untuk membendung perubahan iklim.
Melindungi satwa liar di seluruh dunia dapat secara signifikan meningkatkan penangkapan dan penyimpanan karbon alami dengan meningkatkan penyerapan karbon ekosistem.
Hasil studi tersebut telah dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change pada 27 Maret 2023 dengan tajuk “Trophic rewilding can expand natural climate solutions.”
Studi ini ditulis bersama oleh 15 ilmuwan dari delapan negara, meneliti sembilan spesies satwa liar—ikan laut, paus, hiu, serigala abu-abu, rusa kutub, berang-berang laut, lembu kesturi, gajah hutan Afrika, dan bison Amerika.
Data menunjukkan bahwa melindungi atau memulihkan populasi mereka secara kolektif dapat memfasilitasi tangkapan tambahan 6,41 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya.
Besaran ini setara 95 persen dari jumlah yang dibutuhkan setiap tahun dalam upaya memenuhi target Perjanjian Paris demi menghilangkan karbon di atmosfer kita. Sebuah perjanjian yang bertujuan untuk menjaga pemanasan global di bawah ambang batas 1,5 derajat Celcius.
Selama bertahun-tahun, para peneliti dalam studi lain yang sejenis mengevaluasi 46 ekosistem padang rumput di Eropa dan Amerika Utara.
Mereka mengumpulkan data tentang produksi bahan organik yang disebut biomassa. Karena spesies dalam ekosistem tertentu bergantung pada biomassa untuk energi, produksi biomassa berfungsi sebagai metrik untuk kesehatan suatu komunitas.