Di daerah padang rumput dengan hanya satu atau dua spesies, produksi biomassa ekosistem menurun rata-rata sekitar 50 persen selama peristiwa iklim ekstrem. Dalam komunitas yang di dalamnya terdapat 16 sampai 32 spesies, produksi biomassa hanya menurun 25 persen.
Penulis studi Forest Isbell, seorang peneliti di University of Minnesota, menjelaskan pentingnya keanekaragaman hayati ekosistem dengan menggunakan hipotesis asuransi.
Hipotesis asuransi, yang dimaksud adalah, dengan memiliki lebih banyak spesies memberikan jaminan untuk menjalankan fungsi kunci ekosistem jika ada yang hilang atau tidak dapat lagi menjalankan fungsinya.
“Karena spesies yang berbeda memiliki respons yang berbeda terhadap fluktuasi lingkungan, kumpulan banyak spesies menjadi lembap,” katanya.
"Spesies satwa liar, sepanjang interaksinya dengan lingkungan, adalah mata rantai yang hilang antara keanekaragaman hayati dan iklim," kata Schmitz. "Interaksi ini berarti pembangunan kembali dapat menjadi salah satu solusi iklim berbasis alam terbaik yang tersedia bagi umat manusia."
Penelitian Schmitz telah menunjukkan bahwa hewan liar memainkan peran penting dalam mengendalikan siklus karbon di ekosistem darat, air tawar, dan laut. Kendali siklus karbon ini melalui berbagai proses termasuk mencari makan, pengendapan nutrisi, gangguan, pengendapan karbon organik, dan penyebaran benih.
Dinamika penyerapan dan penyimpanan karbon secara mendasar berubah dengan ada atau tidak adanya hewan.
Membahayakan populasi hewan hingga ke titik di mana mereka punah dapat mengubah ekosistem yang mereka huni. Perubahan ekosistem yang tadinya berfungsi sebagai penyerap karbon menjadi sumber karbon, demikian menurut penelitian tersebut.
Populasi satwa liar dunia telah menurun hampir 70 persen dalam 50 tahun terakhir. Studi tersebut menunjukkan bahwa penyelesaian krisis iklim dan krisis keanekaragaman hayati bukanlah masalah yang terpisah dan pemulihan populasi hewan harus dimasukkan dalam ruang lingkup solusi iklim berbasis alam, kata para penulis.
Membangun kembali populasi hewan untuk meningkatkan penangkapan dan penyimpanan karbon alami dikenal sebagai menghidupkan siklus karbon.
Spesies berpotensi tinggi lainnya di seluruh dunia termasuk kerbau Afrika, badak putih, puma, dingo, primata Dunia Lama dan Baru, rangkong, kelelawar buah, anjing laut pelabuhan dan abu-abu, serta penyu tempayan dan hijau, catat para penulis.