Praktik Sati, ketika Janda di India Bakar Diri setelah Kematian Suami

By Sysilia Tanhati, Jumat, 7 April 2023 | 10:00 WIB
Dalam praktik Sati di India, seorang janda yang ditinggal mati harus membakar di tumpukan kayu kremasi sang suami. (Wellcome Images)

Dilarang namun tidak hilang sepenuhnya

Selama tahun-tahun berikutnya, opini publik di India telah berbalik melawan Sati dan jumlah kasus Sati berkurang. Sayangnya, bukan berarti Sati menghilang sepenuhnya. Pada tahun 1987, misalnya, seorang janda berusia 18 tahun bernama Roop Kanwar dibakar hidup-hidup di desa Deorala. Beberapa ribu orang berkumpul untuk menyaksikannya terbakar, menyatakannya sebagai istri yang berbakti.

Peristiwa ini menyebabkan protes publik besar-besaran, memaksa pemerintah India untuk memberlakukan Ordonansi Pencegahan Sati Rajasthan pada 1 Oktober 1987. Kemudian pada tahun yang sama, Undang-undang Pencegahan disahkan. Ini membuatnya ilegal untuk mendukung, memuliakan, atau melakukan Sati. Memaksa seseorang untuk melakukan Sati sekarang dapat dihukum dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup. “Memuliakan Sati juga dapat menyebabkan seseorang dipenjara selama 7 tahun,” ujar Mitchell.

Baca Juga: Mengintip Kehidupan Janda di India, Terasingkan Hingga Dianggap Sial

Baca Juga: Selidik Janda yang Kehilangan Dukungan Sosial dan Risiko Depresi

Baca Juga: Inilah Kota Vrindavan India, Tempat Tinggal Para Janda Terlantar

Baca Juga: Stigma Janda Muda dalam Tembok Kota Batavia 

Pada tahun-tahun setelah pelarangan kembali Sati, ada beberapa kasus yang lebih terkenal. Sementara beberapa ahli mencoba untuk melabeli mereka sebagai contoh penyakit mental dan bunuh diri.

Siapa yang terbebas dari pelaksanaan praktik Sati?

Ada unsur kasta dan agama dalam praktik Sati. Aturan pertama Sati menyatakan bahwa setiap janda yang sedang hamil, menstruasi, atau mengasuh anak kecil dilarang melakukan Sati. “Dipercaya juga bahwa wanita yang meninggal melalui Sati meninggal dalam keadaan suci,” tambah Mitchell. Ini memberi mereka bonus karma dan menjamin kehidupan selanjutnya yang lebih baik.

Sebaliknya, wanita dari kasta tertinggi, Brahmana, biasanya dibebaskan dari Sati. Sebagai kasta tertinggi, karma mereka sudah mencapai batas maksimal. Artinya mereka tidak dapat memperoleh manfaat dari Sati sehingga tidak perlu melakukannya.

Praktik Sati telah menjadi topik kontroversi selama berabad-abad dalam budaya Asia Selatan. Beberapa orang melihatnya sebagai tradisi suci dan simbol pengabdian seorang wanita kepada suaminya. Yang lain melihatnya sebagai manifestasi brutal dari penindasan patriarkal di India.

Meskipun kita harus menghormati budaya dan adat istiadat orang lain, sulit untuk menyetujui praktik Sati di dunia modern.