Pendengung Tiongkok Kuno Yakinkan Dunia untuk Minum Teh, Bukan Dimakan

By Sysilia Tanhati, Kamis, 6 April 2023 | 13:29 WIB
Influencer Tiongkok Kuno Lu Yu meyakinkan dunia untuk minum teh alih-alih memakannya dengan campuran bahan lain. Berkat pengaruhnya, teh kini menjadi minuman kesukaan banyak orang. (Public Domain)

Kesuksesan Tea Classic yang luar biasa mencerminkan bakat pengarangnya untuk berjejaring. Bakat Lu Yu sebagai pelawak dan kegemarannya untuk mempromosikan diri membuatnya mendapatkan pendukung yang kuat.

Saat bekerja sebagai badut, Lu Yu yang berusia 14 tahun mendapat keberuntungan pertamanya. Setelah menyaksikan Lu Yu tampil, seorang gubernur menawarkan pendidikan kepadanya. Pada saat dia menulis karya besarnya pada tahun 760-an, Lu Yu menjalin hubungan dengan pejabat yang kuat, teolog Buddha dan Tao, ahli kaligrafi, dan penyair terkemuka. Koneksi ini memberinya pengaruh luar biasa kelak.

Tea Classic juga mendapat manfaat dari pengaturan waktu yang tepat. Benn menunjukkan bahwa penyusunan karya Lu Yu ini bertepatan dengan Pemberontakan An Lushan. Itu adalah pemberontakan yang hampir menghancurkan Dinasti Tang yang perkasa di Kekaisaran Tiongkok.

Sebagai akibatnya, kelas penguasa yang berpesta keras menjadi sadar. Karya Lu Yu, Tea Classic, meyakinkan orang kaya dan penguasa bahwa daun teh menawarkan alternatif sehat dan elegan.

Risalah Lu juga meyakinkan kelas penguasa Tiongkok kuno untuk menolak sup dan bubur berkafein. Misalnya, Su Che, seorang pejabat dan penulis esai terkenal, membuang ramuan teh pedas pada akhir abad ke-11. “Teh yang dikonsumsi orang udik utara,” ejeknya, “tidak memiliki kualitas penebusan, karena garam, yoghurt, jahe, dan merica menguasai mulut.”

Pengaruh Lu Yu menyebar jauh ke luar Tiongkok. Di Jepang, misalnya, meminum minuman bersahaja populer selama berabad-abad. Ini berkat biksu Jepang, yang sering mengunjungi Tiongkok antara abad ke-8 dan ke-13. Terkesan dengan budaya teh Tiongkok abad pertengahan, para biksu Buddha mengimpor biji teh dan risalah terkenal Lu Yu.

Tradisi memakan daun teh terus hidup

Sementara banyak orang kini mengenal teh hanya sebagai minuman, penduduk Himalaya Timur terus memakan daun teh. Seperti nenek moyang mereka, masyarakat suku Palaung mengukus dan membungkus teh dengan daun pisang. “Itu kemudian disimpan di lubang bawah tanah,” ujar Brown.

Baca Juga: Racikan Daun Teh Tertua Sedunia di Makam Zaman Kaisar Tiongkok

Baca Juga: Sejarah Panjang Perjalanan Tradisi Minum Teh: Dari Tiongkok ke Eropa

Baca Juga: Benarkah Teh Jadi Penyebab Perang Candu antara Tiongkok dan Inggris?

Baca Juga: Upaya Inggris Mematahkan Monopoli Teh oleh Kekaisaran Tiongkok