Siasat Indonesia untuk Target Global Konservasi Keanekaragaman Hayati

By Utomo Priyambodo, Jumat, 14 April 2023 | 17:00 WIB
Hutan kawasan Sulawesi yang menyimpan keanekaragaman hayati tinggi. Perbedaan jumlah keanekaragaman hayati hutan hujan tropis di setiap daerah berbeda-beda. Menurut penelitian, iklim dan geologi menjadi penyebabnya. (Agus Prijono)

Nationalgeographic.co.id—Negara-negara di dunia telah menetapkan target baru untuk perlindungan keanekaragaman hayati global.

Target baru itu sudah disepakati dalam Konferensi Para Pihak ke-15 (Conference of the Parties) dari Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention of Biological Diversity), atau yang dikenal dengan COP-15 CBD, di Montreal, Kanada, pada Desember 2022.

Konferensi tersebut menghasilkan kesepakatan kerangka kerja global untuk mengurangi laju hilangnya keanekaragaman hayati. Kerangka kerja ini disebut sebagai Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM GBF).

Kerangka kerja inilah yang berisikan target-target ambisius yang akan menjadi salah satu acuan untuk merumuskan rencana dan kebijakan keanekaragaman hayati di tingkat nasional masing-masing negara, termasuk Indonesia.

Dalam kerangka kerja KM GBF itu, terdapat 4 (empat) elemen kunci atau tujuan (goal) yang dijabarkan ke dalam 23 target, yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030.

Target-target tersebut dikelompokkan dalam 3 (tiga) isu besar, yaitu: 8 (delapan) target untuk pengurangan resiko ancaman terhadap keanekaragaman hayati; 5 (lima) target untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui pemanfaatan berkelanjutan dan pembagian manfaat; dan 10 (sepuluh) target untuk mendukung implementasi dan pengarusutamaannya.

Salah satu targetnya yang ambisius adalah konservasi dan pengelolaan yang efektif dari setidaknya 30 persen wilayah daratan, perairan pedalaman, pesisir, dan lautan dunia.

Sebagai perbandingan, saat ini baru 17 persen wilayah darat dan 10 persen wilayah laut dunia yang telah dilindungi.

Target baru ambisius konservasi 30 persen wilayah global ini, dicanangkan dengan penekanan pada wilayah yang sangat penting bagi keanekaragaman hayati serta fungsi dan layanan ekosistem. Ini semua demi pengurangan laju kehilangan keanekaragaman hayati global.

Yang menjadi tantangan, penetapan target konservasi atas 30 persen area darat dan laut dunia pada tahun 2030 ("30 by 30") ini akan sangat bergantung pada kontribusi nyata dari negara-negara megabiodiversitas (punya keanekaragaman hayati besar) yang kebanyakan adalah negara berkembang, salah satunya Indonesia.

Oleh karena itu, untuk menindaklanjuti dan mengimplementasikan KM GBF di tingkat nasional hingga lokal, saat ini pemerintah Indonesia sedang merancang dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan/IBSAP).

Dokumen IBSAP terakhir Indonesia adalah untuk periode 2015-2020 yang masa belakunya telah habis tiga tahun lalu.