Siasat Indonesia untuk Target Global Konservasi Keanekaragaman Hayati

By Utomo Priyambodo, Jumat, 14 April 2023 | 17:00 WIB
Hutan kawasan Sulawesi yang menyimpan keanekaragaman hayati tinggi. Perbedaan jumlah keanekaragaman hayati hutan hujan tropis di setiap daerah berbeda-beda. Menurut penelitian, iklim dan geologi menjadi penyebabnya. (Agus Prijono)

Jadi, Indonesia sejatinya memang juga membutuhkan strategi dan rencana aksi baru untuk melindungi dan memanfaatkan keanekaragam hayati di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini.

Tantangannya, seperti negara-negara berkembang lainnya, Indonesia memiliki dana terbatas untuk pelaksanaan konservasi di wilayahnya yang luas. Adapun dana yang disediakan global untuk di Indonesia sangatlah sedikit.

"Ternyata dari global, duitnya nggak banyak dibanding kebutuhan kita," kata Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Medrilzam, dalam acara FGD I Perumusan IBSAP Pasca COP 15 CBD: Pengurangan Ancaman Kehilangan Keanekaragaman Hayati yang berlangsung di Jakarta, Rabu, 12 April 2023.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Medrilzam, dalam acara FGD I Perumusan IBSAP Pasca COP 15 CBD: Pengurangan Ancaman Kehilangan Keanekaragaman Hayati yang berlangsung di Jakarta, Rabu, 12 April 2023. (Utomo Priyambodo)

Selama ini, Indonesia menerima bantuan kerja sama dalam pelaksanaan konservasi melalui Global Environment Facility (GEF).

Namun, besaran kontribusi GEF dalam pembiayaan nasional upaya konservasi masih sangat minim, yakni hanya 0,7 persen dari total kebutuhan pendanaan nasional untuk konservasi.

Hal itu juga sempat dikeluhkan oleh Wakil Menteri KLHK Alue Dohong yang bertindak sebagai delegasi Indonesia di acara COP-15 CBD.

Dalam konferensi itu, Wamen Alue Dohong menyatakan dukungannya atas posisi 70 negara-negara berkembang lain yang tergabung dalam Like-Minded Countries (LMCs)—kelompok negara-negara berkembang—untuk meminta COP-15 membentuk Global Biodiversity Fund untuk mengurangi gap pembiayaan untuk implementasi KM GBF.

Dalam hal ini, Alue menekankan pentingnya bagi seluruh pihak CBD untuk memberlakukan prinsip common but differentiated responsibility (CBDR) dan penerapan kewajiban yang berkeadilan (equity) sebagai prinsip utama yang melandasi pembentukan KM GBF tersebut.

Intinya, Alue meminta negara-negara maju melaksanakan tanggung jawab pendanaan bagi negara-negara berkembang sebagaimana telah dimandatkan Pasal 20 CBD.

Alue menyerukan, “Indonesia meminta komitmen lebih kuat dari negara-negara maju untuk meningkatkan kontribusi ke GEF secara signifikan selagi negara-negara berkembang mencari alternative funding melalui Global Biodiversity Fund.”

Kondisi lingkungan di Indonesia hingga tahun 2020, lebih dari 54 persen kawasan hutan sudah merupakan kawasan lindung. Adapun untuk kawasan laut, sekitar 8,7 persen kawasan penting laut sudah dilindungi secara hukum.