Analisis 23 Genom Kuno Berusia 700.000 Tahun Mengungkap Evolusi Mamut

By Ricky Jenihansen, Minggu, 16 April 2023 | 11:00 WIB
Ilustrasi seekor mammoth berbulu jantan dewasa (Mammuthus primigenius) mengarungi celah gunung di Kutub Utara Alaska, 17.100 tahun lalu. (James Havens / University of Alaska Museum of the North)

Nationalgeographic.co.id - Penelitian baru para ahli paleontologi telah menganalisis 23 genom kuno mamut berbulu (Mammuthus primigenius), termasuk salah satu spesimen tertua yang diketahui berusia 700.000 tahun.

Analisis tersebut untuk mengidentifikasi mutasi tetap yang unik pada spesies tersebut dan untuk mendapatkan perkiraan kapan mutasi ini berevolusi. Hasil analisis tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Current Biology dengan judul "Genomics of adaptive evolution in the woolly mammoth."

Mereka menemukan bahwa pada saat asalnya, mamut berbulu telah memperoleh spektrum luas gen yang dipilih secara positif, termasuk gen yang terkait dengan perkembangan rambut dan kulit, penyimpanan dan metabolisme lemak, serta fungsi sistem kekebalan.

Mereka juga mengidentifikasi gen dengan beberapa mutasi yang mungkin bertanggung jawab atas telinga kecil mamut berbulu.

Evolusi mamut (genus Mammuthus) dicirikan oleh serangkaian transisi morfologis yang didefinisikan dengan meningkatkan spesialisasi untuk hidup di lingkungan dataran tinggi yang dingin dengan lanskap terbuka dan vegetasi berumput.

Proses ini memuncak dengan evolusi mamut berbulu, yang berasal dari timur laut Siberia selama tahap awal Pleistosen Tengah, sekitar 700.000 tahun yang lalu, dan telah punah pada permulaan Holosen, 12.000 tahun yang lalu, di sebagian besar wilayah jangkauannya.

Mamut berbulu memiliki distribusi Holarctic dan menghuni lingkungan terestrial hingga 80 derajat utara, bahkan selama kondisi glasial penuh.

Dibandingkan dengan kerabat gajahnya yang masih ada serta anggota Mammuthus sebelumnya, ia secara unik beradaptasi dengan kehidupan di Arktika yang tinggi.

Pelestarian luar biasa dari sisa-sisa mamut berbulu yang ditemukan dari endapan permafrost telah memungkinkan para ilmuwan untuk mengidentifikasi berbagai adaptasi morfologis, seperti bulu wol tebal, telinga kecil, ekor pendek, dan timbunan lemak yang cukup banyak.

Selain itu, analisis genetik telah mengisyaratkan adaptasi fisiologis yang sebelumnya tidak diketahui terhadap lingkungan Arktika, termasuk gen yang terkait dengan sensasi termal dan struktur hemoglobin.

Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari adaptasi ini yang unik pada mamut berbulu dibandingkan dengan nenek moyangnya yang berusia jutaan tahun.

“Kami ingin tahu apa yang membuat mamut menjadi mamut berbulu,” kata David Díez-del-Molino, peneliti di Center for Palaeogenetics di Stockholm.