Kisah Eleonora Pimentel De Fonseca, Jurnalis Kritis yang Dihukum Mati

By Galih Pranata, Rabu, 19 April 2023 | 11:00 WIB
Maria De Medeiros memerankan Eleonora Pimentel De Fonseca dalam film berjudul 'Il Resto di Niente' yang dirilis pada tahun 2016. (Bookciak Magazine Italy)

Nationalgeographic.co.id—Pada tahun 1799, Eleonora Pimentel De Fonseca adalah seorang Pasionaria dari Republik Parthenopea, sebuah pemerintahan republik yang berumur pendek, namun mulia.

Republik Partenopea merupakan sebuah republik semi-otonom berumur pendek yang terletak di dalam Kerajaan Naples atau dikenal juga dengan Napoli, serta didukung oleh Republik Pertama Prancis.

"Republik Parthenopean dinamai Parthenope, sebuah pemukiman Yunani kuno yang sekarang menjadi bagian dari kota Naples atau Napoli," tulis John Davis dalam bukunya Naples and Napoleon: Southern Italy and the European Revolutions, 1780–1860 terbitan 2006.

Republik ini berdiri sejak 21 Januari 1799 hingga runtuhnya pada 13 Juni 1799. Republik Parthenopean runtuh ketika Ferdinand kembali untuk memulihkan otoritas monarki dan secara paksa menundukkan aktivitas republik.

Eleonora Pimentel De Fonseca sendiri dianggap sebagai pahlawan wanita legendaris dan pelopor jurnalisme modern yang lahir dari Republik Partenopea. 

Sebuah kota kedipaten di abad kedelapan belas yang tercerahkan sebagai latar belakangnya, "Naples memang dikenal ramai dengan para intelektualis modern," tulis Delfina Ducci kepada Italics Magazine.

Ia menulisnya dalam sebuah artikel berjudul Eleonora De Fonseca: The First Democratic Journalist yang diterbitkan pada 20 Juni 2020. Meski di sisi lain, Naples atau Napoli, jadi panggung dari simbol ketidakadilan supremasi hukum, terlebih kepada kaum wanita.

Seorang filsuf modern, Benedetto Croce mendefinisikannya sebagai "kecerdasan jantan", di mana wanita tidak berhak akan haknya untuk merengkuh pendidikan. Mereka harus "menangis, sebagaimana tabiatnya, wanita harus menangis," tambah Ducci.

Meskipun mereka dapat mengenyam pendidikan tinggi, wanita tidak akan bisa terlepas dari tanggung jawabnya sebatas pada urusan rumah tangga. Namun, Eleonora telah merencanakan kemerdekaan bagi para wanita di Naples dan republiknya.

Eleonora Pimentel De Fonseca, jurnalis kritis dari Naples, Italia. (Wikimedia Commons)

Eleonora diketahui merupakan wanita berkebangsaan Portugis, meski lahir di Roma, kemudian menetap sebagai warga negara Napoli, sampai mengorbankan nyawanya sendiri demi menegakkan keadilan.

Berkat kontribusinya, ia berhasil merevolusi tatanan yang ada. "Dia menempati tempat di jajaran demokrasi Eropa yang lebih tinggi, dan nyatanya, kebebasan berpikir di bidang jurnalisme mulai muncul di Italia berkat perannya," terusnya.

Di lokasi ruang tamu yang indah di Palazzo dei Duchi Cassano, tempat rujukan bagi lingkaran intelektual Neapolitan dan Eropa, sebuah surat kabar politik didirikan di Naples.

Seorang hakim muda bernama Vincenzo Cuoco, yang sudah terkenal karena pengetahuannya (selain menjadi teman setia dan pengagum Eleonora), membawanya untuk menulis pada surat kabar Le Moniteur atau Il Monitore dari Prancis.

Championnet umum Prancis mulai membaca artikel pertamanya berjudul Monitore napoletano, yang di dalamnya ia menuliskan kata-kata suci, seperti "kebebasan" dan "kesetaraan", yang diproklamasikan dan disumpah oleh Republik Neapolitan.

Artikel itu berbicara tentang kemenangan Prancis, tentang orang Neapolitan yang menyambut sang Jenderal. Di tengah gemuruh antusias dan tepuk tangan hadirin (hakim, sastrawan, legislator, penyair, musisi), seseorang bertanya siapa yang menulis artikel yang dimaksud.

Maka muncullah seorang wanita pemalu, dengan pipi memerah, saat dia dengan ringan melangkah ke arah Championnet yang memeluknya, tampak tergerak, dan mengumumkan kepada majelis: "Izinkan saya untuk memperkenalkan pemimpin redaksi Il Monitore!"

Sejak saat itu Eleonora dikenal luas lewat tulisan-tulisan demokratisnya, menyuarakan sebuah faham patriotisme.

Eleonora Pimentel menyuarakan patriotisme selama lima bulan, membahas hubungan Republik Partenopea dengan Republik Prancis. Tulisannya berisi kebijakan ideal yang akan diadopsi untuk menumbuhkan patriotisme sebuah pemerintahan republik.

Melalui halaman-halaman surat kabarnya, Eleonora bermaksud melindungi yang tertindas dari penindasan Prancis yang ganas. Eleonora juga mulai menyeru omelan-omelan pahit terhadap para raja, meskipun dia menjadi teman setia para raja, penyair istana, dan kepada Ratu Carolina (Ratu Naples).

Eleonora pernah menulis: "suatu bangsa tidak pernah mempertahankan dirinya dengan baik jika tidak sendirian dan bahwa Italia yang merdeka dan bebas adalah jalan yang tepat."

Lama kelamaan, tulisannya bertambah agresif dan menyerang pemerintahan Prancis di Italia. Alhasil, Kardinal Ruffo telah tiba di gerbang Napoli dan redaksi Il Monitore mulai dihentikan aktivitasnya.

Eleonora ditangkap dan dipenjarakan di penjara Vicaria, pada 17 Agustus. Lebih parah lagi, ia dijatuhi hukuman mati karena dianggap memberontak dengan berani kepada pemerintahan yang berkuasa.

Potret Eleonora Pimentel De Fonseca sebelum eksekusi matinya. (Scarpelli/Bridgeman Images)

Dia menghabiskan malam terakhir hidupnya di dalam bui untuk memikirkan kembali tentang masa lalunya. Lirik Virgil terlintas di benaknya: “Forsan et haec olim meminisse juvabit” (mungkin suatu hari ini akan diingat).

Baca Juga: Meski Bukan Sejarawan, Jurnalis Juga Bisa Membuat Karya Biografi

 Baca Juga: Abdoel Rivai, Jurnalis Hindia Berbahasa Melayu di Negeri Belanda

 Baca Juga: Eliza Scidmore, Perempuan yang Berpengaruh Bagi National Geographic

 Baca Juga: S.K Trimurti: Jurnalis dan Pejuang Literasi Terlibat Pergerakan Muda

Tatkala waktu dieksekusinya telah tiba, ia menolak untuk membacakan doa bersama pendeta sebelum dieksekusi. Dia merasa suci dan bangga karena tidak menyerah pada rasa takut, menjaga harga dirinya tetap utuh.

Akhirnya, ia digantung sampai mati, meskipun aturan mengizinkan seorang bangsawan memiliki hak istimewa untuk dipenggal. Namun, Eleonora meminta beberapa tali karena dia tahu bahwa dia akan digantung di tiang setinggi sepuluh meter dan dibiarkan jasadnya menjuntai.

Setelahnya, banyak ilmuwan yang membaca kembali pemikiran demokratis dari jurnalis cum intelektualis modern yang pandai itu. Ini membuka asa untuk kemudian membangun pemerintahan independen yang lebih demokratis.