Wahai Lembaga, Tempat & Waktu Bukan Lagi Masalah Jarak Kesadaran Iklim

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 24 April 2023 | 08:00 WIB
Aksi Iklim di berbagai negara. Banyak lembaga yang menilai masyarakat tidak punya kesadaran perubahan iklim karena dampaknya yang jauh secara tempat dan waktu. Asumsi ini salah, menurut sebuah studi. ()

Development Dialog Asia dan Communication for Change dalam survei "Yang Tidak Dibicarakan ketika Kita Bicara perubahan Iklim" melaporkan, orang Indonesia sebenarnya mengetahui masalah perubahan iklim, walau pemahamannya masih salah.

Kebanyakan dari masyarakat Indonesia memiliki kesadaran menjaga kelestarian lingkungan bersal dari nilai konservatif. 

Setidaknya, ada tiga segmen utama masyarakat Indonesia dalam kesadaran perubahan iklim. Mereka adalah "Konvensional Mapan Peduli" yang banyak ditemukan di masyarakat, "Penggembala Non-Militan", dan yang paling kecil "Penjaga Tempat Kami".

Kelompok pertama adalah kalangan yang mapan dari segi sosio-ekonomi, punya pandangan terhadap perubahan iklim, dan mencari tahu isu terkait di media sosial.

Sementara yang kedua adalah kelompok yang kerap terlibat dalam kegiatan aktivisme lingkungan, dan terbuka pada pandangan-pandangan baru.

Baca Juga: Menyeimbangkan Pertanian Pangan 8 Miliar Manusia dan Ekosistem Dunia

Baca Juga: Perubahan Iklim, Rawa Garam Akan Tenggelam ke Laut Akhir Abad Ini

Baca Juga: Aksi Seru Bahas Bumi dan Netralitas Karbon: Anak Muda Bisa Apa?

Baca Juga: Miris, Hampir Tidak Ada Tempat di Bumi yang Aman dari Polusi Udara

Yang terakhir, "Penjaga Tempat Kami" adalah mereka yang sebenarnya kurang mengenali perubahan iklim.

Namun, secara pandangan, mereka terpanggil untuk melindungi lingkungan yang menjadi "tumpuan komunitasnya". Hanya sedikit dari mereka yang berniat dan pernah ikut aksi kolektif terkait isu iklim dan lingkungan.

Selain itu, ada banyak lembaga atau organisasi masyarakat sipil terkait perubahan iklim dan lingkungan di Indonesia.

Meski demikian, dalam survei, hanya sedikit masyarakat Indonesia yang pernah mengikuti aksi kolektif ini.

Hal ini bukan berarti kesadaran iklim masyarakat rendah, melainkan lebih berminat mengikuti aksi yang risikonya kecil, seperti donasi atau menjadi relawan lepas.

"Artinya, OMS (organisasi masyarakat sipil) harus menawarkan cara-cara masyarakat untuk berpartisipasi dengan berbagai tingkat risiko dan keterlibatan," terang kajian tersebut.