Nationalgeographic.co.id—Di seluruh dunia, polusi udara telah menyebabkan kematian 7 juta jiwa per tahun. Sudah pernahkah kita menghitung dan menghilangkan polusi hasil aktivitas kita sendiri?
Nanda Arisdinan Noor, Manager Sustainable Business & Corporate Engagement World Resources Institute (WRI) Indonesia, menyampaikan bahwa ternyata setiap penduduk Indonesia rata-rata menghasilkan emisi sebesar 2,09 ton karbon dioksida per tahunnya.
Nanda menyarakan kita untuk memakai aplikasi EMISI untuk menghitung emisi yang kita hasilkan dari setiap aktivitas harian kita. Dalam aplikasi tersebut kita juga bisa menghitung berapa pohon yang perlu kita tanam untuk menyerap emisi kita.
Ada gambaran perhitungan yang bisa membantu kita menentukan dari aktivitas manakah kita bisa mengurangi keluaran emisi kita. Ada pula menu yang bisa membantu kita untuk menanam pohon lewat komunitas/organisasi yang tersedia.
“Kurangi emisi dahulu sebisa mungkin, sebelum menyerapnya,” tegas Nanda dalam acara "Obrolan Online Ecozoomers: Aksi Seru Bahas Bumi dan Netralitas Karbon" pada Sabtu pekan lalu. Cara mengurangi emisi adalah dengan reduce, reuse, dan recycle.
Reduce artinya mengurangi pembuangan sampah maupun hal lain yang menimbulkan emisi seperti penggunaan kendaraan bermotor. Reuse adalah menggunakan kembali barang lain ketimbang membuangnya seperti baju bekas, buku bekas, dan barang bekas lainnya. Recycle adalah mendaur ulang sampah seperti kaleng, kertas, dan plastik untuk dijadikan produk yang bisa digunakan kembali.
Secara sederhana, bila mau menghitung tanpa bantuan aplikasi, jumlah emisi harian kita dapat dihitung dengan parameter angka berikut. Emisi harian per orang per kilometer per kilogram per kWh adalah 85 sampai 245 gram karbon dioksida dan polusi lain, tergantung pola konsumsi kita. Adapun besar serapan emisi per pohon per tahun adalah 50 sampai 150 kilogram karbon dioksida, tergantung pola pertumbuhan pohon tersebut.
Dari kedua angka itu kita bisa membandingkan berapa jumlah pohon yang perlu kita tanam untuk menyerap emisi kita. “Itulah prinsip dasar dari netratlitas karbon,” ujar Nanda.
Kita berharap bahwa semua emisi yang kita hasilkan bisa terserap sepenuhnya oleh bumi sehingga tidak menumpuk di atmosfer. Sebab, emisi karbon yang menumpuk di atmosfer bisa menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim.
Cuaca ekstrem dan makin banyaknya bencana alam adalah dampak dari perubahan iklim yang sedang terjadi. Kita tentu ingin mencegah laju perubahan iklim ini demi bumi yang lebih lestari dan kehidupan yang lebih aman dan nyaman bagi umat manusia di planet ini.
Nanda juga menuturkan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman terbesar untuk usaha dan ekonomi global di 2020. “Pada 2020 banyak riset mengatakan, dari 10 ancaman terbesar di dunia, delapannya berhubungan dengan iklim dan lingkungan,” kata Nanda. Jadi, perubahan iklim jelas berdampak pula pada sektor ekonomi manusia.
Baca Juga: Dimulai dari Tapak, Kunci Membangun Ketahanan terhadap Krisis Iklim
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR