Perjalanan Terjal Pribumi Menjadi Pejabat Daerah Hindia Belanda

By Galih Pranata, Selasa, 25 April 2023 | 17:30 WIB
Pejabat daerah dari kalangan pribumi di Jawa Tengah. Menjadi pejabat daerah di Hindia Belanda harus melalui jalan terjal mulai dari magang hingga jadi bupati. (KITLV)

Beruntungnya, berkat kecakapannya juga, Ahmad Djajadiningrat berhasil diangkat menjadi Wedana Kramatwatu sebelum akhirnya naik ke posisi yang lebih tinggi lagi, menjadi Bupati Serang.

F.K. Overduijn mengungkap tiga golongan tingkat kerja dalam tatanan politik pemerintahan lokal.

Golongan A adalah kedudukan wedana dan bupati; golongan B adalah kedudukan mantri; dan golongan C adalah kedudukan magang.

Dalam bukunya berjudul Benoeming, Promotie en pensioeneering van Inlandsche Ambtenaren op Java en Madoera (1900), Overdruijn menyebut bahwa "tidak seorangpun yang dapat dinaikkan (dibenoem) pangkatnya ke dalam kedudukan tingkat A tanpa lebih dahulu bekerja pada tingkat C dan B."

Litografi yang melukiskan seorang serdadu pribumi Hindia Belanda tengah menenggak legen atau tuak. Tampak pedagang menjajakannya dalam bumbung bambu. Minuman beralkohol ini populer di Jawa. Karya pelukis Auguste van Pers, terbit sekitar 1853-1856 di ‘s-Gravenhage, Belanda. (KITLV)

Lama atau pendeknya waktu magang diukur juga dengan status sosial mereka. Untuk pemagang yang berasal dari golongan priyayi rendahan maka harus menjalani kerja magang yang cukup lama.

Sebaliknya, untuk keluarga ningrat (bupati) dan berpendidikan Barat hanya menjalani masa magang dalam waktu yang singkat.

Hal inilah yang kemudian hari mengakibatkan munculnya dua kolompok priyayi: kelompok priyayi tua (priyayi birokrasi) dan priyayi muda (priyayi profesional).

Baca Juga: Nasib Ulama Jawa Usai Gerilya Dipanagara Melawan Hindia Belanda

 Baca Juga: Status Sosial Bekel dalam Masyarakat Desa Zaman Hindia Belanda

 Baca Juga: Propaganda Mudik Lebaran Oleh Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda

 Baca Juga: Munculnya Musik Tarling di Tanah Pantura Sejak Era Hindia Belanda

Proses kegiatan kerja magang ini tampaknya merupakan kebijakan pemerintah kolonial untuk mencetak kepala-kepala daerah yang memiliki tingkat loyalitas yang tinggi.

Selain itu juga digunakan untuk mempertahankan bentuk adminitasi pemerintahannya yang bercorak beamstenstaat (negara pegawai) di lingkungan lembaga Kepangrehprajaan.

Dalam kacamata Sudarno, adanya beamstenstaat hanya menghambat kenerlangsungan hegemoni politik pribumi yang ada.

Di satu kaki, pemerintahan pribumi menginginkan eksistensi politik tradisional ala feodal, sedangkan, mereka telah menginjakkan kaki lainnya di tanah politik modern. Terjadilah Enfeodalisme di Hindia Belanda kala itu.