Tahun Panas Bagi Indonesia: Gelombang Panas Ekstrem Asia dan El Nino

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 25 April 2023 | 13:54 WIB
Gelombang panas ekstrem mendera Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Bagi Indonesia, suhu panas dan kemarau panjang masih menghantui beberapa waktu ke depan karena El Nino. (Thinkstock)

Ancaman rekor suhu tinggi mungkin belum usai pada datangnya monsun timur dan suhu panas Asia.

Bagi Indonesia, ancaman siklus El Nino bisa terjadi di semester kedua tahun ini dan tahun depan. BMKG telah mewanti-wanti sejak Januari 2023 dalam konferensi persnya.

La Nina—sebagai kebalikan dari El Nino—terpantau mulai melemah awal tahun ini. "Aliran massa udara dari wilayah Indonesia berbalik mengalir ke Samudra Pasifik," terang Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG.

"Jadi, Indonesia yang menjadi kering karena aliran massa udara ini propoagasi atau bergerak ke arah Samudra Pasifik. Jadi ini lawan dari La Nina (El Nino)," imbuhnya.

El Nino merupakan siklus di Samudra Pasifik dua hingga tujuh tahun sekali, dan biasanya bertahan sampai 15 bulan. Siklus ini akan menyebabkan suhu panas dan kekeringan di beberapa wilayahnya.

Ilustrasi terkait pertukaran panas di laut dan udara sekitar Samudra Pasifik. Proses inilah yang disebut sebagai El Nino. (National Geographic & NOAA)

Proses terjadinya El Nino adalah ketika air laut yang panas Samudra Pasifik bagian barat (termasuk Indonesia), pada suatu waktu, bergerak ke arah timur.

Gerakan ini menyusuri kawasan khatulistiwa. Di Samudra Pasifik timur bagian Amerika Tengah, air panasnya juga bergerak ke arah selatan.

Air panas ini pada akhirnya berkeumpul di pesisir barat Amerika Selatan seperti Peru dan Ekuador.

Selanjutnya panasnya memuai ke udara, menyebabkan daerah bertekanan udara rendah di pesisir barat Amerika Selatan.

Angin ini hanya membawa sedikit uap air yang berhembus ke arah barat. Pada akhirnya, udara tidak membawa air.

Ketika tiba di bagian barat Samudra Pasifik seperti Indonesia dan Papua Nugini, hujan tidak turun dan cuaca menjadi panas.