Miyamoto Musashi, Samurai Terhebat Sepanjang Sejarah Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Kamis, 1 Juni 2023 | 12:00 WIB
Salah satu samurai yang paling hebat di Kekaisaran Jepang adalah Miyamoto Musashi. Ia merupakan ahli pedang dan ronin yang dihormati di Negeri Matahari Terbit itu. (Yoshitaki Tsunejiro)

Nationalgeographic.co.id—Sejarah samurai membentang selama 700 tahun di Kekaisaran Jepang. Selama itu, ada banyak samurai-samurai hebat yang mengukir sejarah Jepang. Salah satu yang terhebat dan terkenal adalah Miyamoto Musashi.

Musashi merupakan ahli pedang dan ronin yang dihormati di Jepang. Kisah hidupnya yang menarik membuat Musashi menjadi salah satu ikon budaya paling terkenal di Negeri Matahari Terbit itu.

Kehidupan Miyamoto Musashi

Detail kehidupan Musashi sering dikaburkan oleh dongeng dan fantasi. Bahkan identitas ibunya pun diperdebatkan. Meskipun demikian, beberapa sejarawan berhasil mengumpulkan fakta-fakta seputar samurai terhebat di Kekaisaran Jepang ini.

Ia diyakini lahir pada tahun 1584 di provinsi Harima Jepang di Honshu barat di desa Miyamoto. Musashi juga dikenal sebagai Shinmen Takezo atau Niten Dōraku. “Konon, ia membunuh lawan pertamanya pada usia 13 tahun bernama Bennosuke,” tulis Joseph Williams di laman All That’s Interesting.

Ayahnya adalah Miyamoto Munisai, juga seorang seniman bela diri terkenal. Dari ayahnya, hati dan jiwa Musashi mewarisi kecintaan pada pedang dan berhasrat untuk menjadi pendekar pedang terhebat di Jepang. Meski begitu, ia tidak memiliki hubungan yang baik dengan ayahnya.

Seiring dengan bertambahnya usia, ia lebih berpengalaman dengan pedang. Karena itu, Musashi menjadi kritis terhadap teknik seni bela diri ayahnya. Ini memprovokasi ayahnya. Ini menyebabkan Musashi sering melarikan diri dari rumah ke rumah Pamannya Dorinbo. “Pamannya adalah pendeta Shinto, yang nantinya akan bertanggung jawab atas dirinya,” imbuh Williams.

Ketegangan antara ayah dan anak mencapai puncaknya ketika suatu hari Musashi mengkritik teknik ayahnya. Tentu saja tindakan putranya memicu reaksi keras dari pria itu. Munisai melemparkan belati dan pedang ke arah anak itu. Musashi menghindari keduanya. Ia pun meninggalkan rumah masa kecilnya dan tinggal bersama sang paman.

Miyamoto Musashi menjadi seorang ronin

Musashi tumbuh dalam masa perubahan besar di Kekaisaran Jepang. Kekaisaran ini bergolak dengan perang feodal. Saat itu, Keshogunan Ashikaga yang berkuasa lama semakin menurun kemudian runtuh sepenuhnya pada tahun 1573.

Pada tahun 1600, Kekaisaran Jepang terbagi menjadi dua kubu. Kubu di timur yang mendukung Tokugawa Ieyasu, pendiri Keshogunan terakhir. Sedangkan kubu di barat mendukung Toyotomi Hideyori.

Berasal dari barat, Musashi bertugas dalam pasukan Hideyori yang terbukti tidak beruntung setelah Pertempuran Sekigahara. Di pertempuran itu, Ieyasu menang dan mengokohkan kekuasaannya atas Kekaisaran Jepang.

Musashi entah bagaimana berhasil melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya. Saat itu, dia telah menjadi seorang ronin, seorang samurai tanpa tuan. Musashi memutuskan untuk mencari ambisi hidupnya. Ia pun menjadi seorang shugyosha, samurai yang mengembara untuk mengasah keterampilan dan keberanian melalui duel mematikan.

Duel pertama

Duel di Kekaisaran Jepang pramodern adalah urusan serius dan seringkali mematikan. Bahkan ketika menggunakan pedang kayu (bokken) seperti yang biasa dilakukan Musashi. Namun kematian bukanlah tujuan akhir bagi Musashi dan samurai lainnya.

Duel pertama Musashi adalah pada usia 13 tahun di mana dia menerima tantangan terbuka dari seorang samurai tua bernama Arima Kihei. Duel itu berakhir dengan tewasnya Arima Kihei. Musashi berduel dengan lawan mahir lainnya pada tahun 1599 dan menang.

Duel Musashi yang paling terkenal adalah dengan klan Yoshioka Kyoto pada 1604.

Yoshioka terkenal sebagai guru seni bela diri bagi keluarga shogun yang sudah meninggal. Musashi pertama-tama menantang dan mengalahkan saudara laki-laki tertua Yoshioka, Seijiro. Duel itu berakhir sangat buruk sehingga Seijiro mencukur kepalanya dan menjadi seorang biarawan.

Kakak kedua, seorang pendekar pedang yang sama terampilnya bernama Denshichiro, berusaha membalas dendam dalam duel kedua. Musashi melucuti senjata Denshichiro dan memukulnya begitu keras dengan bokken. Alih-alih membalaskan dendam, Denshichiro tewas seketika.

Miyamoto Musashi bertarung dengan menggunakan dua pedang. Inilah gaya bertarung yang membuat Musashi menjadi terkenal: Niten Ichi-ryu atau Gaya Dua Langit atau Dua Pedang. (Utagawa Kuniyoshi)

Pengikut Yoshioka bernafsu untuk membalas dendam dan mungkin lusinan dari mereka berusaha membunuh Musashi. Namun ia membela diri dengan menggunakan dua pedang. Inilah gaya bertarung yang membuat Musashi menjadi terkenal: Niten Ichi-ryu atau Gaya Dua Langit atau Dua Pedang.

Duel bersejarah dengan Sasaki Kojiro

Musashi menghabiskan beberapa tahun berikutnya mengembara di Kekaisaran Jepang dan menantang orang lain untuk berduel. Lawannya berniat untuk mengasah keterampilannya dan memperkuat reputasinya. Sebagian besar kisah duel ini hilang dari sejarah.

Namun, duel terpentingnya adalah duel terakhirnya melawan Sasaki Kojiro.

Sasaki Kojiro adalah ahli pedang dari klan Hosokawa yang menguasai Kokura di Kyushu utara, Jepang. Kojiro dikenal dengan teknik tsubame gaeshi-nya yang secara kasar berarti "memutar pedang dengan kecepatan burung layang-layang". Dia juga dikenal dengan pedang panjangnya yang bernama “Drying Pole.”

Reputasi Sasaki Kojiro dikenal di seluruh Kekaisaran Jepang dan dijuluki sebagai “Iblis dari Provinsi Barat”. Dia menggunakan nama pertempuran Ganryu yang berarti batu besar dan dikabarkan tidak pernah kalah dalam duel.

Pedang Kojiro panjang dan dia bertarung dengan pakaian formal. Musashi bertekad untuk mengalahkan ahli pedang luar dalam.

Maka Musashi menantang Kojiro melalui salah satu mantan murid ayahnya yang merupakan pejabat senior di Kokura. Persetujuan diberikan dan tanggal ditetapkan pada pagi hari tanggal 13 April 1612. Lokasi duel tersebut adalah sebuah pulau kecil yang sepi bernama Funajima antara Honshu dan Kyushu.

Duel Miyamoto Musashi yang paling terkenal adalah dengan Sasiki Kojiro. Reputasi Sasaki Kojiro dikenal di seluruh Kekaisaran Jepang dan dijuluki sebagai Iblis dari Provinsi Barat. (Yoshifusa Utagawa)

Musashi kemudian meninggalkan Hosokawa. Pada awalnya ada spekulasi bahwa Musashi tiba-tiba menjadi takut. Musashi membenarkan kepergiannya dengan menjelaskan bahwa karena Kojiro melayani penguasa Hosokawa maka dia secara de facto berperang dengan Hosokawa dan harus pergi.

Namun, dapat diduga bahwa rencana Musashi yang sebenarnya adalah mengacaukan musuhnya dan menghancurkan kepercayaan dirinya.

Tampaknya Musashi adalah ahli strategi sekaligus ahli pedang. Keesokan paginya, Musashi bangun terlambat, mandi, dan sarapan dengan santai. Agak terlambat, dia naik perahu dayung ke Funajima. Legenda menyatakan bahwa Musashi mengambil dayung ekstra dari perahu dan mengukirnya menjadi pedang kayu. “Pedang itu lebih panjang dari pedang Kojiro yang terkenal,” Williams menambahkan.

Bentrokan para master

Musashi tiba antara jam 9 dan 11 pagi, bukan pada jam 8 pagi yang disepakati. Tukang perahu mendaratkan Musashi. Musashi yang bertelanjang kaki menemukan Kojiro yang marah dengan senjata di tangan. Rupanya Kojiro telah menunggunya.

Kojiro bergegas ke tepi air dan dengan marah melemparkan sarung pedangnya ke dalam air. Musashi tersenyum dan berkata, “Kamu kalah, Kojiro. Hanya pecundang yang tidak membutuhkan sarungnya.”

Penghinaan dan keterlambatan Musashi benar-benar memberikan efek yang diinginkan. Kojiro menyerbu ke arah Musashi dengan pukulan maut yang diarahkan ke tengah dahinya. Luka itu merobek ikat kepala Musashi tetapi tidak memotongnya. Sementara itu, Musashi menjebak Kojiro di tempat yang sama dengan pedang dayungnya.

Kojiro jatuh ke pasir dan menebas Musashi secara horizontal. Pukulan itu menimbulkan luka selebar 7,6 cm di paha Musashi. Namun pukulan itu tidak mengenai pembuluh darah besar mana pun.

Musashi menyerang lagi, kali ini mematahkan rusuk kiri lawannya. Darah mengalir keluar dari mulut dan hidung Kojiro saat dia jatuh pingsan. Seketika, Musashi memeriksa tanda-tanda kehidupan. Karena tidak ada, dia membungkuk kepada pejabat yang menyaksikan, kembali ke kapal, dan berlayar pergi sebelum pengikut Kojiro sempat membalas dendam.

Untuk memperingati Kojiro dan duel tersebut, Funajima diganti namanya menjadi Ganryu-Jima.

Musashi melepaskan pedang

Setelah mengalahkan Kojiro, Miyamoto Musashi bisa mengeklaim sebagai pendekar pedang terhebat di Kekaisaran Jepang. Tapi dia baru menjadi samurai terhebat setelah hari-hari duelnya selesai.

Kematian Kojiro membuat Musashi sedih dan dia mengalami semacam kebangkitan spiritual. Sementara Musashi kemudian berpartisipasi dalam duel kecil, musha shugyo-nya (pengembaraan) telah berakhir.

Dia menjadi mawas diri dan menulis saat ini:

“Saya mengerti bahwa saya belum menjadi pemenang karena keahlian yang luar biasa dalam seni bela diri. Mungkin saya memiliki bakat alami atau tidak menyimpang dari prinsip-prinsip alami. Atau lagi, apakah seni bela diri dari gaya lain kurang? Setelah itu, bertekad untuk mencapai pemahaman yang lebih jelas tentang prinsip-prinsip yang mendalam, saya berlatih siang dan malam. Pada saat saya berusia 50 tahun, saya menyadari jalan seni bela diri ini secara alami.”

Ahli pedang itu menjadi guru seni bela diri dan menganut filosofi Buddhisme Zen. Dia juga serius berlatih seni bela diri, menekuni kaligrafi, dan melukis. Dia, pada kenyataannya, menjadi samurai yang ideal sebagai sarjana, seniman, dan ahli pengendalian diri.

Warisan sang samurai terhebat

Pada tahun 1643, Musashi mungkin merasakan kematian datang ketika dia mulai menulis otobiografinya, Go Rin No Sho. Ini juga dikenal sebagai Kitab Lima Lingkaran. Musashi menyelesaikannya dalam waktu 2 tahun.

Diyakini Musashi menderita kanker. Pada Mei 1645 dia memberikan hadiah kepada murid-muridnya dan menulis 21 prinsip disiplin berjudul The Way of Walking Alone. Dia meninggal pada 19 Mei 1645.

Seperti The Art of War karya Sun Tzu, beberapa nasihat Musashi memiliki nilai abadi. Seperti yang ditulis Musashi: “Tidak ada apa pun di luar diri Anda yang dapat membuat Anda menjadi lebih baik, lebih kuat, lebih kaya, lebih cepat, atau lebih pintar. Semuanya ada di dalam. Semuanya ada. Jangan mencari apa pun di luar dirimu.”

Kisah hidupnya yang memukau membuatnya terus dikenang hingga kini sebagai salah satu samurai terhebat di Kekaisaran Jepang.