Nationalgeographic.co.id—Para pencinta Rurouni Kenshin merupakan anime sejarah paling terkenal yang berlatarkan era sejarah Kekaisaran Jepang modern awal.
Rurouni Kenshin bercerita tentang seorang pensiunan samurai pembunuh bayaran di era Meiji yang bersumpah tidak akan pernah membunuh lagi.
“Anime ini didasarkan pada pembunuh bayaran di kehidupan nyata,” tulis Emily Gilbert di laman Looper. Seorang samurai, bernama Kawakami Gensai, hidup pada masa yang kacau.
Seperti Kenshin, Gensai adalah pria terhormat dan cinta damai, meskipun keahliannya menggunakan pedang sudah melegenda.
Namun tidak seperti karakter anime, kehidupan Gensai sang samurai justru menemui akhir yang lebih tragis.
Siapa Kawakami Gensai?
Kawakami Gensai lahir di Kumamoto pada tahun 1834, dari pasangan Komori Sadasuke, seorang punggawa daimyo Domain Kumamoto.
Karena kakak laki-laki Gensai, Hanzaemon, dipilih sebagai ahli waris keluarga, pada usia 11 tahun dia diadopsi oleh Kawakami Genbei. Genbei adalah pengikut Kumamoto lainnya.
Gensai kemudian memasuki sekolah domain, Jishukan. Di sekolah itu, calon pembunuh bayaran Kekaisaran Jepang itu mengikuti program studi akademik dan bela diri.
Namun bertolak belakang dengan kariernya di masa depan, Gensai muda justru tidak menonjol dalam seni bela diri. Konon ia pernah berkomentar, “Ilmu pedang dengan shinai bambu tidak lebih dari permainan.”
Di usianya yang ke-16, Gensai ditarik untuk bertugas di kota Kastel Kumamoto sebagai pembantu rumah tangga yang bertugas membersihkan.
Meski hal itu posisi rendah, Gensai mengabdikan dirinya dengan sepenuh hati untuk pekerjaan barunya itu.
Gensai juga menggunakan waktu luangnya untuk terus belajar. Ia mengasah keterampilan bela diri dan sastranya, serta belajar sado (upacara minum teh) dan ikebana (merangkai bunga).
Pada saat itulah dia bertemu dengan dua orang yang nantinya akan menjadi penting dalam kegiatan ishin shishi. Mereka adalah Todoroki Buhei dan Miyabe Teizo.
Berkat diskusinya dengan mereka, dia sangat tertarik dengan konsep kinno atau kesetiaan Kekaisaran Jepang.
Gensai bergabung dengan penguasa Kumamoto Hosokawa
Pada tahun 1851, dia bergabung dengan penguasa Kumamoto Hosokawa Narimori dan pergi ke Edo untuk rotasi sankin kotai tuannya.
Sankin kotai adalah kebijakan Keshogunan Tokugawa selama sebagian besar periode Edo dalam sejarah Kekaisaran Jepang. Tujuannya adalah untuk memperkuat kontrol pusat atas daimyo (penguasa feodal utama).
Praktiknya adalah tuan tanah feodal dan daimyo hidup bergantian selama 1 tahun di domain mereka dan di Edo, ibu kota.
Selama pengabdiannya kepada penguasa di Edo itulah Komodor Perry tiba di Kekaisaran Jepang pada tahun 1853.
Saat itu Keshogunan Tokugawa mengadakan perjanjian yang tidak seimbang dengan Barat. Tindakan ini membuat marah banyak orang, termasuk Gensai.
Gensai meninggalkan Edo dalam kemarahan dan kembali ke Kumamoto. Di sana dia bergabung dengan akademi Gendokan. Setelah mempelajari filosofi kinno Oen, Gensai kembali ke Edo.
Mendapat julukan Hitokiri Gensai, Gensai sang pembunuh
Seorang pendekar pedang yang sangat terampil, Gensai adalah salah satu dari empat pembunuh paling terkenal dari periode Bakumatsu.
“Empat Hitokiri dari Bakumatsu” adalah istilah yang diberikan kepada empat samurai selama era Bakumatsu dalam sejarah Kekaisaran Jepang.
Keempat pria tersebut adalah Kawakami Gensai, Kirino Toshiaki, Tanaka Shinbei, dan Okada Izo. Mereka menentang Keshogunan Tokugawa (dan kemudian, mendukung Kaisar Meiji).
Keempat samurai ini dianggap prajurit elite. Kata hitokiri secara harfiah berarti pembunuh atau pemotong manusia.
Jadi seperti Kenshin, Gensai bekerja sebagai hitokiri untuk Shishi selama Bakumatsu.
Seperti karakter dalam anime, Gensai terkenal karena teknik pedangnya yang sangat cepat. Teknik ini memungkinkan dia untuk membunuh tokoh politik pendukung shogun di siang bolong.
Meskipun dia selamat dari konflik, Gensai akhirnya ditangkap dan dieksekusi pada periode Meiji.
Perjuangan Gensai melawan para pendukung shogun
Pada tahun 1861, Gensai menikahi Misawa Teiko, putri seorang punggawa Kumamoto lainnya.
Seorang seniman bela diri sendiri, Teiko sangat ahli dalam penggunaan naginata. Pasangan itu akan memiliki seorang putra, Gentaro, yang selamat bahkan setelah Gensai dieksekusi, berkat upaya Teiko.
Gensai hidup pada akhir era Edo di Kekaisaran Jepang. Era ini adalah periode pergolakan di mana kebijakan kediktatoran shogun dan isolasi dari campur tangan asing akan segera berakhir.
Pada tahun 1862, dia bergabung dengan pasukan Kumamoto yang ditugaskan untuk tugas keamanan di Kyoto.
Setelah peristiwa politik Higo-han, dia pergi dari sana dan pergi ke Choshu. Di tempat itu, Gensai menjadi pengawal pribadi Sanjo Sanetomi.
Pada titik inilah, dia berhenti dari pekerjaannya sebagai bozu, dan segera setelah itu, meninggalkan Kumamoto untuk selamanya.
Saat ia bertugas sebagai tentara dan pengawal, prestasi Gensai yang paling terkenal adalah pembunuhan Sakuma Shozan.
Ia adalah seorang politikus yang berharap untuk membuka perdagangan Kekaisaran Jepang dengan negara asing.
Gensai membunuh Shozan dalam satu pukulan, di siang bolong. Sementara pembunuhan lain dikaitkan dengannya, hanya pembunuhan Shozan yang dapat dibuktikan.
Setelah itu, ia mengundurkan diri ke Choshu dan mengambil bagian dalam aksi militer kiheitai (tentara sukarelawan).
Di bawah pimpinan Takasugi Shinsaku, para samurai itu melawan Ekspedisi Choshu keshogunan.
Pada tahun 1867, dia kembali ke domainnya. Namun, karena kekuatan sebenarnya dari Domain Kumamoto telah dipegang oleh Sabaku-ha (pendukung Shogun), dia dipenjarakan.
Karena penahanannya, dia tidak dapat berpartisipasi dalam Taisei Hokan (pengalihan kekuasaan kembali ke kaisar), Pemulihan Pemerintahan Kekaisaran dan Pertempuran Toba-Fushimi.
Pada Februari 1968, Gensai dibebaskan dari penjara. Domain Kumamoto milik Sabaku-ha mencoba menunggangi gelombang Restorasi Meiji dengan menggunakan Gensai. Namun, Gensai menolak untuk bekerja sama.
Setelah restorasi, pemerintahan baru ditakuti oleh Gensai, yang tidak pernah berhenti menganjurkan pengusiran orang asing.
Dia dicurigai terlibat dengan Nikyo Jiken (peristiwa yang dipicu oleh dua bangsawan istana). Juga dicurigai lebih lanjut atas pembunuhan seorang sangi (penasihat) Saneomi Hirosawa. Maka akhirnya Gensai dipenggal pada Januari 1872.
Dikatakan bahwa Gensai tidak terlibat dalam pembunuhan dan dia dipenggal sebenarnya karena tidak mengikuti kebijakan Pemerintah Meiji.
Seperti Kenshin, Gensai adalah orang yang rendah hati yang lebih menyukai kedamaian alih-alih perang. Tapi, dia tidak akan ragu untuk melawan ketidakadilan dan melindungi yang tertindas.
Ada beberapa kesamaan yang tidak dapat disangkal antara Kenshin dan Gensai. Bedanya, sang samurai di kehidupan nyata itu tidak menjalani sisa hari-harinya dengan bahagia bersama istri dan anaknya.