Nationalgeographic.co.id - Pada abad ke-6 M, Buddhisme masuk ke Kekaisaran Jepang melalui Korea dengan berbagai sekte. Setelahnya Buddhisme masuk melalui Tiongkok, diterima secara luas dan berdampingan dengan Shinto berabad-abad berikutnya.
Dalam Kekaisaran Jepang, Buddhisme dengan mudah diterima oleh elite dan rakyat biasa karena menegaskan status quo politik dan ekonomi, menawarkan jaminan yang ramah terhadap misteri alam baka, dan melengkapi kepercayaan Shinto yang ada.
Biara Buddha didirikan di seluruh negeri, dan mereka menjadi pemain politik yang kuat dengan hak mereka sendiri. Buddhisme juga merupakan pendorong utama dalam memupuk melek huruf, pendidikan secara umum, dan seni di Jepang kuno.
Buddhisme diperkenalkan ke Jepang pada tahun 538 M atau 552 M (tanggal tradisional) dari kerajaan Korea Baekje (Paekche).
Kepercayaan tersebut diadopsi oleh klan Soga khususnya, yang memiliki akar Korea dan dipraktikkan oleh populasi imigran Korea yang signifikan di Jepang pada waktu itu.
Buddhisme menerima dukungan resmi dari Kekaisaran Jepang pada tahun 587 M pada masa pemerintahan Kaisar Yomei (585-587 M), meskipun beberapa kelompok klan aristokrat (khususnya Monobe dan Nakatomi) menentangnya dan masih menganut kepercayaan murni Shinto.
Buddhisme memperkuat gagasan masyarakat berlapis dengan tingkat status sosial yang berbeda. Kaisar mendapatkan tempat paling tinggi dan dilindungi oleh Empat Raja Penjaga hukum Buddha.
Bangsawan juga dapat dengan mudah mengeklaim bahwa mereka menikmati posisi istimewa mereka di masyarakat. Hal itu karena mereka telah mengumpulkan pahala di kehidupan sebelumnya.
Selain penguatan, agama Buddha memberi status quo. Adopsi agama Buddha, diharapkan, akan dipandang baik oleh budaya tetangga Korea dan Tiongkok yang lebih maju, sehingga dapat meningkatkan reputasi Jepang sebagai negara beradab yang sedang bangkit di Asia Timur.
Setelah diadopsi secara resmi, para biksu, cendekiawan, dan pelajar secara teratur dikirim ke Tiongkok untuk mempelajari ajaran Buddha secara lebih mendalam.
Mereka nanti akan membawa kembali pengetahuan tersebut, bersama dengan seni dan bahkan terkadang relik, untuk kepentingan rakyat Jepang.