Bagaimana Buddhisme dan Shinto Berdampingan dalam Kekaisaran Jepang?

By Ricky Jenihansen, Rabu, 21 Juni 2023 | 07:00 WIB
Buddhisme dan Shinto diterima bersamaan dalam Kekaisaran Jepang. (Pixabay)

Keyakinan asli Kekaisaran Jepang kuno adalah animisme dan Shinto. Tidak ada ajaran Shinto yang secara khusus ditentang oleh kedatangan agama Buddha.

Shinto, khususnya, dengan penekanannya di sini, meninggalkan celah yang signifikan mengenai apa yang terjadi setelah kematian. Agama Buddha kemudian mampu melengkapi gambaran religius bagi kebanyakan orang.

Akibatnya, kedua agama itu hidup berdampingan, banyak orang mempraktikkan keduanya, dan bahkan kuil dari kedua agama itu berdiri bersama di tempat yang sama.

Banyak dewa dan tokoh Buddha dari mitologi India dengan mudah dimasukkan ke dalam jajaran Shinto yang sudah luas.

Pada saat yang sama, dewa-dewa Shinto memperoleh nama Buddhis (Ryobu Shinto). Sehingga, misalnya, dewi matahari Amaterasu dianggap sebagai avatar Dainichi dan Hachiman, dewa perang dan budaya, adalah avatar Amida Buddha.

Bahkan karya seni dari satu agama muncul di gedung-gedung agama lain. Para pendeta juga sering mengelola kuil atau tempat suci agama mitra mereka.

Dekrit Kekaisaran Jepang pada tahun 764 M memang secara resmi menempatkan agama Buddha di atas Shinto, tetapi bagi sebagian besar penduduk biasa, mungkin sebaliknya.

Salah satu bidang di mana Buddhisme hampir sepenuhnya menggantikan kepercayaan yang lebih tua adalah dalam ritual kematian. Praktik kremasi Buddhis kemudian diadopsi secara luas oleh semua lapisan masyarakat Jepang.