UMKM Naik Level Lewat Business and Partnership Matching di Festival Lestari

By Sheila Respati, Selasa, 27 Juni 2023 | 17:01 WIB
Business and Partnership Matching Festival Lestari 5. (DOK. National Geographic Indonesia/Joshua Marunduh)

Senyum merekah di wajah Anas, salah seorang pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) asal Desa Beka, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Ia melangkah dengan riang keluar dari pintu utama Gedung Joglo Bukit Indah Doda, Kabupaten Sigi, usai mengikuti Business and Partnership Matching Usaha Lestari di dalam gedung tersebut.

Acara tersebut merupakan bagian dari Festival Lestari 5 yang diselenggarakan pada 22-25 Juni 2023. Business and Partnership Matching Usaha Lestari yang terselenggara pada Jumat (23/6/2023), mempertemukan pelaku UMKM yang memiliki produk berbasis alam dengan calon mitra buyer dan investor.

Anas kemudian mengobrol dengan antusias bersama rekan-rekan sesama pelaku UMKM yang turut hadir dalam acara tersebut. Ia membicarakan hasil pertemuan dan negosiasi yang ia jalani bersama para calon mitra investor.

Anas menjual produk kerajinan anyaman berbahan tiko—rumput liar yang tumbuh di sekitar rawa. Tiko banyak tumbuh di desanya. Oleh sebab itu, ia terinspirasi untuk menjadikan tanaman tersebut bernilai ekonomi.

Tiko ia anyam sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang siap pakai seperti tikar, keranjang, sandal, hingga berbagai perlengkapan rumah tangga. Pada acara tersebut, ia dihujani beragam pertanyaan oleh para calon investor mengenai bisnisnya.

“Seperti ujian. Pertanyaan tak luput soal omzet dan kemampuan produksi. Tenaga kerja juga ditanyakan,” cerita Anas.

Anas mengatakan anyaman tiko adalah salah satu kerajinan yang menjadi identitas Desa Beka. Keterampilan menganyam tiko diwarisi turun-temurun. Namun, belakangan kerajinan tiko tak lagi banyak digeluti oleh warga desa.

Usaha Anas sempat terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Namun, ia tergerak untuk mengangkat kerajinan anyaman tiko kembali. Usaha yang ia jalani selama tiga tahun terakhir tersebut masih berbasis rumahan sehingga pertemuan bisnis seperti yang ia alami di Festival Lestari 5 adalah hal yang baru baginya.

Baca Juga: Kopi dan Durian, Pemantik Asa Petani di Desa Dombu

Namun, ia mengatakan forum pertemuan seperti itu benar-benar menjadi stimulan untuk tetap fokus pada produk yang dihasilkannya, terutama dalam kaitan penerapan prinsip-prinsip keseimbangan alam. Bisa dikatakan, Anas mendapat pandangan baru untuk meningkatkan level usahanya.

“Calon mitra itu tegas soal wawasan lingkungan, makanya yang ini kami jaga dalam proses produksi nantinya, misalnya bagaimana kami mendapatkan bahan baku dari alam,” cerita Anas.

Dari pertemuan kemitraan itu Anas mengaku menyepakati untuk menyuplai produk sandal anyaman berbahan tiko untuk sebuah hotel berbintang di Kota Palu. Kesepakatan lainnya dibuatnya bersama mitra Asosiasi Usaha Perhotelan yang memintanya memasok kerajinan anyaman dalam berbagai bentuknya. 

“Jumlahnya juga tidak tanggung-tanggung, 100 unit setiap pekan. Kami akan mengusahakan dapat memenuhinya dengan meningkatkan kapasitas produksi dan menambah tenaga kerja yang saat ini baru lima orang,” ujar Anas semringah.

Bukan Anas saja yang ketiban rezeki pada momentum itu.  Yeni, salah seorang pengurus Kelompok Perempuan Banggele asal Desa Bunga, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi merasakan hal yang sama. Produk kecap rempah yang diusahakan kelompoknya mendapat tawaran kemitraan dari enam calon mitra sekaligus dari berbagai daerah.

“Ini luar biasa, selama ini kecap rempah yang kami produksi dari 10 orang perempuan di kelompok kami tadinya hanya terbatas pada pasar sekitar,” aku Yeni.

Dengan adanya kemitraan ini, ia sudah berpikir untuk merekrut beberapa orang perempuan di desanya untuk meningkatkan produksinya.

Yeni mengatakan, peningkatan produk, baik di segi produksi maupun kualitas, tidaklah sulit karena ketersediaan bahan baku yang cukup banyak di desanya. Demikian pula dengan tenaga kerja perempuan. Banyak kaum perempuan yang dapat dengan mudah diajaknya bergabung.

“Calon mitra itu akan melihat langsung tempat produksi kami di Palolo dalam waktu dekat ini,” imbuh Yeni bersemangat.

Pelaku UMKM lainnya, Ruslin dari Desa Lemosiranindi di Kecamatan Marawola Barat, Kabupaten Sigi. Ia juga terkejut dengan tawaran kemitraan yang diterimanya. Bagaimana tidak, durian varietas lokal yang diusahakannya adalah milik adat atau kepemilikan bersama yang dikumpulkan dari hutan.

“Durian yang kami hasilkan itu tumbuh di hutan-hutan, siapa yang memungutnya, dialah yang memilikinya. Jadi bagaimana kami memenuhi permintaan itu?,” tanyanya.

Meski begitu, Ruslin tidak kehabisan akal. Ia akan menyiasatinya dengan mengumpulkan warga di desanya untuk serempak mengumpulkan durian-durian yang jatuh dari pohon. Ruslin juga memikirkan bagaimana membudidayakan buah durian di lereng-lereng perbukitan di desanya. Jika budidaya itu berhasil, menurutnya memenuhi permintaan tersebut tidak akan sulit.

Ada pula Gembira Pinem yang mengusahakan produk turunan kelor di Desa Sibedi, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Produknya yang sudah merambah ke Singapura dan Timur Tengah akan makin menyebar dengan kemitraan yang berhasil ia jalin dengan beberapa calon mitra pada pertemuan itu.

“Semoga saja rumah produksi yang sedang dalam pembangunan saat ini sudah bisa selesai dalam waktu dekat sehingga kami bisa lebih leluasa berproduksi,” harap Gembira.

Menjadi kesempatan meningkatkan level

Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) yang menginisiasi pertemuan kemitraan pelaku UMKM berbasis alam dalam rangkaian Festival Lestari ke-5 di Sigi itu menilai, momentum pertemuan kemitraan yang baru pertama kali dilakukan di Indoensia ini tidak hanya menjadi peta jalan kepada pelaku UMKM untuk meng-upgrade kapasitasnya, tetapi juga sekaligus menjadi wahana untuk mempromosikan produk.

Ini juga diakui oleh beberapa calon mitra yang hadir pada pertemuan itu. Dzulkifli Putra Malawi, salah seorang calon mitra dari Kang Duren, misalnya, mengutarakan bahwa pertemuan ini tidak semata mempertemukan penyedia dan pemakai produk. Produsen, dalam hal ini pelaku UMKM, dapat berbagi informasi sesuai kebutuhan mitra.

“Semisal durian. Sebelum kita bicara bisnisnya, kita harus sepakat dulu dengan kualitas, grade, jumlah dan sebagainya. Kalau semua prasyarat itu bisa dipenuhi, urusan bisnis atau transaksinya sudah gampang,” jelas Dzulfikri.

Bagi pelaku UMKM yang belum atau tidak memenuhi spesifikasi yang diinginkan oleh pasar, lanjutnya, pertemuan itu menjadi sarana untuk melakukan perubahan atau perbaikan-perbaikan sesuai dengan standar pasar.

Hal senada juga dikemukakan Mila, perwakilan dari grup Kopi Tuku di Jakarta. Kehadirannya di Festival Lestari ke-5 itu memang untuk menjajaki kemungkinan bermitra dengan pelaku UMKM yang bergerak di bidang budidaya kopi.

Pertemuan kemitraan itu dinilainya sebagai langkah maju untuk mendorong peningkatan kapasitas pada pelaku UMKM, terutama yang bervisi terhadap lingkungan.

“Ada cukup banyak UMKM yang bergerak di bisnis kopi ini di Kabupaten Sigi dan dengan keistimewaannya masing-masing. Tapi harus diketahui bahwa selera pasar itu berbeda-beda. Apalagi kopi yang tidak hanya sebagai minuman, tetapi juga sebagai sebuah lifestyle,” sebut Mila.

Baca Juga: Surga bagi Pencinta Paralayang itu Bernama Desa Wayu

Maka itu, lanjut Mila, perbedaan selera pasar itu dijawab dengan adanya pertemuan kemitraan ini. Ia bahkan berharap pertemuan seperti ini tidak dilakukan kali ini saja, tetapi berkesinambungan sehingga semangat gotong royong dan restoratif yang didengungkan benar-benar dapat menyentuh hingga ke tingkat tapak.

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.50 waktu setempat. Pertemuan kemitraan itu pun berakhir dengan tebaran senyum dari 30 pelaku UMKM yang terlibat. Wakil Bupati Kabupaten Sigi Samuel Yansen Pongi mengumumkan capaian kesepakatan yang diperoleh dalam pertemuan itu. Gemuruh tepuk tangan menggema memenuhi ruangan.

 “Hingga selesainya pertemuan kemitraan tadi, nilai kesepakatan kemitraan yang tercapai antara pelaku UMKM dengan calon mitra dan investor mencapai 2 juta dollar AS,” ujar Samuel.

Samuel membumbui, pada kesepakatan itu bahkan ada calon mitra yang langsung menyebut nilai kesepakatan yang dibuatnya.

Pertemuan kemitraan itu diikuti oleh 30 pelaku UMKM berbasis alam yang berasal dari sembilan anggota Kabupaten Lestari yang tergabung dalam LTKL. Para pelaku UMKM itu telah melalui proses kurasi yang ketat dari sekitar 3.000 pelaku UMKM yang melakukan registrasi.

(Kontributor Foto: Joshua Marunduh/Teks: Basri Marzuki)