Karya-karyanya banyak, rumit, dan sulit dipahami, bahkan jika dibaca dalam bahasa Jepang. Sepanjang hidup, ia tak pernah lepas dari kontroversi. Kontroversi itu berasa dari rumor orientasi seksnya, kematian, serta pilihan politiknya.
Dia secara terbuka menyesali pernyataan Kaisar Hirohito atas kedewaan setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Dia juga membenci westernisasi dan menganggapnya merupakan tindakan yang memalukan.
Pada tahun 1967, Mishima secara sukarela mendaftar di Angkatan Darat Bela Diri Jepang. Pada tahun berikutnya, ia mendirikan Tatenokai, sebuah milisi yang didedikasikan untuk nilai-nilai klasik dan pemujaan Kaisar Jepang.
Pandangannya yang ekstrem, terutama keyakinannya bahwa Hirohito harus turun takhta, tidak menemukan resonansi dengan kekaisaran.
Pada tahun 1970, Mishima yang tidak puas menyusup ke kamp Ichigaya Tokyo dan melakukan kudeta. Kudeta ini, meskipun hanya berlangsung beberapa jam, akan dicatat dalam sejarah sebagai Insiden Mishima yang terkenal.
Intinya, kudeta Mishima sudah gagal sejak awal. Penulis hanya memiliki empat pengikut. Bahkan ketika mencoba menyampaikan pidato, dia dicemooh oleh tentara.
Tidak terpengaruh, Mishima kemudian melakukan seppuku, yaitu ritual bunuh diri demi kehormatan yang dilakukan samurai. Tindakannya itu adalah sebuah gerakan berdarah yang merupakan akhir terakhir dari kehidupannya yang penuh warna.
Epilog yang suram ini mungkin tidak menempatkan penulis pada level yang sama dengan pemberontak sejarah Kekaisaran Jepang lainnya. Namun ia begitu teguh akan pandangannya soal kaisar dan bahkan rela mati demi mewujudkannya.
Dari samurai hingga penulis, semangat juang para pemberontak itu terus dikenang hingga kini di Kekaisaran Jepang.