Nationalgeographic.co.id—Ryoichi Mita adalah seorang keturunan samurai Kekaisaran Jepang kelahiran tahun 1892. Ryoichi Mita juga merupakan muslim Jepang pertama yang menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Jepang.
Dikutip dari sebuah dokumen di Atlantis Press, Ryoichi Mita memiliki nama muslim Umar Mita. Umar Mita adalah presiden kedua Asosiasi Muslim Jepang setelah Sadiq Imaizumi.
Ryoichi Mita alias Umar Mita telah menghabiskan waktunya selama 12 tahun menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Jepang. Hasil terjemahannya itu akhirnya terbit pada 10 Juni 1972.
Dikutip dari booklet Islamic Culture Forum yang dipublikasikan pada 2 Februari 1975 oleh Islamic Cultural Society (Japan), Islam baru masuk ke Jepang hampir 40 tahun setelah Restorasi Meiji pada tahun 1868. Restorasi Meiji adalah titik balik sejarah Jepang dari feodalisme ke modernisasi.
Setelah Restorasi Meiji, Jepang modern awal mengatur ulang sistem industri dan pendidikannya dalam pola Eropa dan Amerika. Bersamaan dengan pola modernisasi barat ini, agama Kristen masuk. Selain itu, selama periode ini agama Islam juga masuk ke Jepang dan cukup banyak orang Jepang yang terpengaruh dan terilhami oleh ajaran Islam hingga akhirnya memutuskan menjadi muslim.
Namun, para perintis muslim di Jepang ini, seperti di negara-negara lain, hidup dalam kemiskinan dan meninggal dalam kematian yang buruk. Hanya tiga dari mereka yang masih hidup pada tahun 1972 itu.
Salah satunya adalah Haji Umar Mita, contoh paling khas dari umat Islam awal di Jepang. Haji Umar Mita adalah sosok paling menonjol dalam sejarah Islam di penjuru dunia ini. Pak Tua Islam di Jepang ini memang pantas disebut sebagai kebanggaan umat Islam Jepang.
Seperti telah disebutkan di atas, Haji Umar Mita bernama Jepang Ryoichi Mita. Dia lahir pada tanggal 19 Desember 1892 di keluarga samurai (prajurit) Kota Chofu di Prefektur Yamaguchi, Jepang bagian barat.
Sejak kecil Ryoichi Mita tidak memiliki kesehatan atau fisik yang kuat. Fisiknya yang lemah dan sakit menyebabkan keterlambatan dalam menyelesaikan pendidikannya.
Pada Maret 1916, pada usia agak telat, yakni 24 tahun, Ryoichi Mita lulus dari Yamaguchi Commercial College, cikal bakal Yamaguchi University saat ini. Segera setelah lulus, dia melanjutkan pendidikannya ke Tiongkok, negeri yang telah lama dia dambakan.
Ryoichi Mita di Tiongkok
Tiongkok adalah nama yang sangat akrab bagi Ryoichi Mita sejak masa kecilnya karena Perang Tiongkok-Jepang pada pertengahan tahun sembilan puluhan abad lalu dan Perang Rusia-Jepang pada pergantian abad sekarang.
Ryoichi Mita menumbuhkan mimpi untuk pergi ke Tiongkok sepanjang masa mudanya. Setelah lulus kuliah, dia menyeberang ke Tiongkok.
Peristiwa ini tidak hanya menjadi langkah pertama untuk memenuhi keinginannya yang telah lama dirindukan untuk melihat daratan Tiongkok, tetapi juga memberinya kesempatan pertama untuk berhubungan dengan Islam.
Selama kuilah di Tiongkok, Ryoichi memperoleh beberapa keterampilan dalam praktik medis. Dia melakukan perjalanan ke berbagai daerah di daratan Tiongkok untuk bertemu orang-orang, mempelajari bahasa Mandarin dan mendapatkan pengalaman hidup.
Selama perjalanan itu, keahlian Ryoichi Mita dalam praktik medis sangat membantunya memperkuat kontak dengan manusia. Khususnya melalui kontak pribadi ini dia mulai mengetahui tentang kehidupan muslim yang sebenarnya, cara berpikir muslim dan masyarakat muslim.
Ryoichi Mita kemudian menjadi sangat terkesan dengan gaya hidup kaum muslim. Pada tahun 1920, ia menulis sebuah artikel tentang "Islam di China" di sebuah majalah Jepang bernama TOA KEIZAl KENKYU.
Takdir hidup membuat Ryoichi Mita secara kebetulan bertemu dengan Haji Omar Kotaro Yamaoka, seorang cikal bakal muslim di Jepang. Haji Omar Kotaro Yamaoka merupakan muslim Jepang pertama yang menunaikan ibadah haji pada tahun 1909, mendampingi Mufti Abdul Rashid Ibraliim, seorang tokoh Muslim Turki asal Tartar yang saat itu menetap di Jepang.
Setelah kembali ke Jepang pada tahun berikutnya, Haji Omar Kotaro Yamaoka memulai perjalanan yang luas melintasi pulau-pulau Jepang. Omar Kotaro Yamaoka berkeliling Jepang untuk memberi kuliah dan mengadakan diskusi tentang perjalanannya ke tanah suci, sehingga memperkenalkan dan menjelaskan Islam dan dunia muslim.
Pada tahun 1912, Haji Omar Kotaro Yamaoka menulis dan menerbitkan sejumlah buku tentang perjalanannya melintasi Arab dan tentang tontonan agung haji di Mekkah.
Ryoichi Mita muda, masih seorang pelajar, menjadi sangat terkesan dengan kisah-kisah tentang negeri-negeri Islam yang terdapat dalam buku-buku ini. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa bahkan sebelum pergi ke Tiongkok, Ryoichi telah memperoleh beberapa latar belakang pengetahuan tentang Islam.
Pada tahun 1921, Ryoichi Mita kembali ke Jepang untuk sementara waktu. Selama tinggal di Jepang, ia mengikuti kuliah sekaligus mempelajari tulisan-tulisan Haji Omar Kotaro Yamaoka.
Kemudian Ryoichi Mita bertemu Haji Omar Kotaro Yamaoka untuk pertama kalinya di Kamakura dekat Tokyo, untuk belajar lebih banyak tentang Islam. Saat itu, Ryoichi Mita berusia 29 tahun dan Haji Omar Kotaro Yamaoka berusia 41 tahun. Ryoichi belum secara resmi menerima Islam meskipun hatinya berangsur-angsur beralih ke Islam.
Pada tahun 1922, Ryoichi Mita bergabung dengan Perusahaan Kereta Api Manchuria dan ditempatkan di kantor pusat Perusahaan di Dairen, Manchuria. Di sana Ryoichi memasuki kehidupan pernikahannya.
Di kantor itu, Ryoichi Mita bertanggung jawab atas Bagian Inspeksi yang berkaitan dengan inspeksi industri di Manchuria. Seiring berjalannya waktu, seiring dengan promosinya ke posisi yang lebih tinggi, dia dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, yang memungkinkan dia untuk melihat banyak tempat termasuk Mukden, Hurbin dan sebagainya dan berhubungan dengan banyak orang.
Sementara itu, Insiden Manchuria terjadi dan perang Tiongkok-Jepang yang telah berlangsung lama berturut-turut dimulai, membuat banyak orang tak bersalah dalam kesusahan. Meskipun seorang pejabat Perusahaan Kereta Api Manchuria, Ryoichi Mita mengabdikan dirinya untuk membebaskan orang-orang yang tertekan ke mana pun dia pergi ke Tiongkok utara dalam tugas resminya.
Hal ini memberinya lebih banyak kesempatan untuk berhubungan lebih dekat dengan umat Islam. Pengalaman itu menjadi insentif yang memperkuat tekadnya untuk memeluk Islam.
Tahun 1941 merupakan titik balik dalam kehidupan Ryoichi Mita. Sampai saat itu meskipun selama hampir 30 tahun dia mengenal Islam, mempelajarinya, memupuk kecintaan pada Islam di dalam hatinya, bahkan meskipun dia sudah menjadi seorang Muslim di dalam hatinya selama bertahun-tahun, dia tetap tidak memeluk Islam secara formal.
Mungkin, penundaan ini karena tradisi agama Buddha dari keluarga samurai Kekaisaran Jepang selama beberapa generasi, dan lingkungan tempat tinggalnya hingga saat itu tidak terlalu mendukung untuk pergantian agama yang tergesa-gesa.
Ryoichi Mita menjadi Umar Mita
Ketika Ryoichi Mita dipindahkan ke Peking, dia memutuskan untuk mengumumkan keyakinannya pada Islam. Oleh karena itu, dia bertemu dengan Imam Wang Reilan dari Masjid Nyuchie Peking dan di bawah bimbingannya Ryoichi Mita secara resmi menyatakan keimanannya pada Islam pada tahun 1941, menerima nama Umar, dan menjadi hamba Allah yang berbakti.
Tiga puluh tiga tahun kemudian, bahkan hingga akhir hayatnya, Haji Umar Mita mengenang momen luar biasa itu dengan kegembiraan yang tenang dan juga mengungkapkan rasa terima kasihnya yang tulus kepada Imam Reilan atas bimbingannya yang baik dan menginspirasi selama hari-hari setelah pernyataan resmi keimanan Omar Mita.
Pada tahun syahadatnya, Umar Mita telah berusia 49 tahun. Dalam bidang pekerjaannya, dia ditugaskan sebagai Penasihat Dewan Tertinggi Federation of the Chinese Muslim Associations sebagai pengakuan atas pengetahuan dan pengalaman langsungnya yang luas dalam urusan muslim Tiongkok dan hubungannya yang dekat dengan orang muslim Tiongkok.
Umar Mita tinggal di Peking sampai akhir perang pada tahun 1945 ketika dia mengundurkan diri dari jabatan resminya dan kembali ke Jepang.
Umar Mita setelah kembali ke Jepang
Setelah kembali ke Jepang, Ryoichi Mita alias Umar Mita mengajar bahasa Mandarin, pertama di Kansai University di Osaka dan kemudian di Kita-Kyushu University di Pulau Kyushu.
Namun setelah beberapa waktu, dia menemui bencana kehilangan istrinya. Oleh karena itu, ia melepaskan pekerjaan mengajarnya pada tahun 1952 dan menetap di Tokyo dan memutuskan untuk melibatkan hati dan jiwa dalam kegiatan keagamaan Islam.
Selama priode tersebut, umat Islam Jepang yang selama ini menjalani kehidupan keislaman masing-masing, kemudian mendirikan Japan Muslim Association (Asosiasi Muslim Jepang) bekerja sama dengan umat Islam asing yang tinggal di Jepang. Ryoichi Mita terlibat dalam pendiriannya.
Peran Ryoichi Mita alias Umar Mita tidak hanya besar bagi asosiasi tersebut, tetapi juga bagi umat muslim Jepang secara keseluruhan, bahkan hingga sekarang. Sebab, ia adalah muslim Jepang pertama yang menjadi penerjemah Alquran ke bahasa Jepang.
Dikutip dari Japanese Station, sebenarnya tiga terjemahan Alquran Jepang telah diterbitkan pada tahun 1920, 1937 dan 1950. Adapun terjemahan keempat dari bahasa Arab asli diterbitkan pada tahun 1957.
Namun, semua terjemahan Jepang ini dibuat oleh para sarjana Jepang non-muslim. Selain itu, tiga Alquran sebelumnya diterjemahkan dari bahasa Inggris atau bahasa lain sehingga dirasa mengandung bias yang tidak islami.
Oleh karena itu, Ryoichi Mita alias Haji Umar Mita merasakan kebutuhan akan tafsir Jepang dari Alquran yang disiapkan oleh seorang muslim Jepang dan dari teks Arab asli. Tidak ada orang lain yang lebih baik daripada Haji Umar Mita sendiri yang melakukan pekerjaan luar biasa seperti itu.
Jadi dia memutuskan untuk melakukan pekerjaan itu sendiri saat dia berumur 69 tahun. Meski dia sakit dan telah tua, menurutnya hal tersebut ia lakukan hanya demi mengharapkan keridhaan dari Sang Pencipta.
Ryoichi Mita alias Haji Umar Mita mengunjungi Mekkah dan melakukan kontak yang luas dengan para ulama Alquran di Mekkah, Madinah, Jeddah, Taif, Riyadh, dan lainnya, sehingga membuat banyak kemajuan dalam pekerjaannya.
Pada tanggal 10 Juni 1972, pencetakan tafsir Alquran menggunakan bahasa Jepang telah selesai dan edisi pertamanya diterbitkan setelah 12 tahun kerja keras dan melelahkan dari Haji Umar Mita yang saat itu sudah berusia 80 tahun. Bahkan setelah diterbitkan, Haji Umar Mita terus menulis catatan terjemahan dan memandu kegiatan Asosiasi Muslim Jepang.
Meski sibuk sepanjang waktu dalam pekerjaan menulis makna dan terjemahan Alquran, Ryoichi Mita alias Haji Umar Mita tidak pernah melupakan tugasnya yang lain sebagai muslim. Saat melakukan tugas normalnya, dia meluangkan waktu untuk membimbing kegiatan Asosiasi Muslim Jepang sebagai Penasihatnya. B
Di masa tuanya, Ryoichi Mita alias Haji Umar Mita bolak-balik dari rumahnya di pinggiran kota Tokyo, jarak tempuh dua jam, ke Masjid Tokyo dan ke kantor asosiasi. Pola hidup Haji Umar Mita ini benar-benar menjadi contoh bagi generasi muda yang beruntung mendapatkan bimbingannya secara teratur.
Pada Maret 1974, dia sekali lagi mengunjungi Mekkah. Pada November tahun yang sama menghadiri konferensi Islam yang diadakan di New Delhi, India.
Ryoichi Mita alias Haji Umar Mita meninggal pada 29 Mei 1983 dalam usia 91 tahun. Selama masa tuanya, setelah selesai menerjemahkan Alquran, keturunan samurai Kekaisaran Jepang itu terus melanjutkan aktivitasnya di Asosiasi Muslim Jepang.