Sejarah Perang Salib Kelima: Menembus "Pintu Belakang" Peradaban Islam

By Ricky Jenihansen, Kamis, 13 Juli 2023 | 15:00 WIB
Ilustrasi manuskrip abad ke-13 M, menggambarkan penyerangan Damietta di Mesir pada 1218-19 M dalam sejarah Perang Salib Kelima (1217-1221 M). (Chronica Majorca)

Nationalgeographic.co.id—Setelah sukses melakukan perekrutan dan melakukan pengumpulan dana, Pasukan Salib akhirnya memulai sejarah Perang Salib kelima. Mereka melakukan perjalanan laut dan mendarat di sebelah barat kota Damietta di Mesir pada Mei 1218 M.

Rencananya adalah menembus "pintu belakang" Peradaban Islam yaitu Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Rencana ini adalah strategi baru setelah rentetan kegagalan di sejarah Perang Salib sebelumnya menurut World History Encyclopedia.

Jika Pasukan Salib tidak bisa melakukan serangan langsung ke Tanah Suci Yerusalem, menyerang melalui Mesir dianggap sebagai cara yang lebih mudah. Mesir dianggap sebagai "pintu belakang" Peradaban Islam. 

Setelah pendaratan, Pasukan Salib berbaris di sepanjang Sungai Nil menuju Kairo, sekitar 160 km (100 mil) jauhnya. Mereka akan menyerang kota berpenduduk sekitar 60.000 itu.

Jumlah Pasukan Salib yang ikut berjumlah 30.000 orang pada puncaknya. Mereka terdiri dari ksatria Pasukan Salib dari Eropa bersama baron dari Timur Latin.

Kemudian juga ikut ksatria dari tiga ordo militer utama: Ksatria Hospitaller, Ksatria Templar, dan Ksatria Teutonik.

Sementara pasukan di lapangan dipimpin oleh John dari Brienne, raja Kerajaan Yerusalem (memerintah 1210-1225 M). Akan tetapi salah satu masalah Perang Salib Kelima adalah kurangnya kepemimpinan yang jelas dan strategi yang menentukan.

Di sisi lain, yang bertugas memimpin pasukan Muslim dan mempertahankan Mesir adalah al-Kamil dari Dinasti Ayyubiyah. Ia adalah putra Sultan dan menggantikan memimpin Mesir dari Agustus 1218 M (hingga 1238 M).

Kota Damietta atau Dimyath sekarang menjadi target pertama sejarah Perang Salib kelima. Kota ini memiliki tiga lingkaran tembok benteng yang kokoh.

Ada parit antara tembok pertama dan kedua dan 28 menara dibangun di tembok terakhir. Pertahanan ini akan menjadi kacang yang sulit untuk dipecahkan.

Akan tetapi, kota itu "adalah kunci seluruh Mesir", "pintu belakang" Peradaban Islam di Timur Tengah. Hal itu seperti yang dicatat oleh seorang Pasukan Salib dalam karya Asbridge.

Pasukan Salib mendirikan kemah di sebelah barat atau tepi jauh sungai di luar kota. Rintangan pertamanya adalah melewati rantai besar yang tergantung di antara tembok kota dan pulau kecil tapi berbenteng di Delta Sungai Nil.