Sejarah Perang Salib Kelima: Menembus "Pintu Belakang" Peradaban Islam

By Ricky Jenihansen, Kamis, 13 Juli 2023 | 15:00 WIB
Ilustrasi manuskrip abad ke-13 M, menggambarkan penyerangan Damietta di Mesir pada 1218-19 M dalam sejarah Perang Salib Kelima (1217-1221 M). (Chronica Majorca)

Bahkan meski setelah Pasukan Salib mendapatkan bala bantuan pasukan Francis dari Asisi, Pasukan Salib tetap tidak dapat meyakinkan Peradaban Islam bahwa Tuhan pasti tidak ada di pihak mereka.

Pada musim gugur 1219 M, debit air Sungai Nil mulai berkurat dan berdampak pada hasil panen. Kondisi ini malah memicu masalah baru, yaitu kelaparan dan masalah pangan bagi kedua belah pihak.

Kota Tua Yerusalem adalah situs Warisan Dunia UNESCO dan menyimpan situs-situs penting dari periode sejarah Islam, Yahudi dan Kristen. (SALLYLIVERSAGE—FOTOLIA/ADOBE STOCK)

Tawaran Gencatan Senjata

Pada bulan September, al-Kamil, mungkin menyadari garnisun Damietta hanya memiliki waktu yang sangat terbatas. Ia takut akan kedatangan Pasukan Salib yang lebih besar.

Al-Kamil kemudian menawarkan gencatan senjata dengan persyaratan yang luar biasa. Dia akan mempertahankan Damietta dan sebagai imbalannya, memberi orang Latin kendali atas Yerusalem.

Terlepas dari signifikansi religiusnya bagi kedua belah pihak, Tanah Suci Yerusalem memiliki nilai ekonomi atau bahkan strategis yang sangat terbatas dan telah lama diabaikan oleh Ayyubiyah.

Bahkan Dinasti Ayyubiyah juga mengabaikan wilayah Palestina dan mungkin juga akan menyerahkannya. Hal itu menunjukkan bahwa al-Kamil lebih tertarik pada kerajaannya yang lebih luas.

Al-Kamil mungkin melihat tanah Mesir dan Suriah yang jauh lebih kaya jika dibandingkan Palestina dan Tanah Suci Yerusalem.

Akan tetapi, yang lebih mengejutkan dari tawaran Dinasti Ayyubiyah adalah tawaran itu ditolak. Padahal tujuan utama Perang Salib setelah merebut Mesir adalah merebut Tanah Suci Yerusalem.

Sejarah Perang Salib kelima terus bergulir ke arah yang makin sulit dipahami. Di satu sisi, perkiraan bahwa Mesir adalah "pintu belakang" Peradaban Islam yang mudah untuk ditembus ternyata salah.

Sementara di sisi lain, tawaran penyerahan Tanah Suci Yerusalem sebagai syarat gencatan senjata ternyata tidak menarik bagi Pasukan Salib.

John dari Brienne dan Ksatria Teutonik sangat ingin menerima tawaran itu. Akan tetapi Ksatria Templar, Ksatria Hospitaller, Venesia dan pemimpin agama paling senior, Kardinal Pelagius malah menolaknya.

Sedangkan kelompok yang tersisa khawatir bahwa tanpa benteng vital Kerak dan Montreal, akan sulit bagi Pasukan Salib untuk mempertahankan Tanah Suci Yerusalem.

Jadi meski mereka mendapatkan Tanah Suci Yerusalem, Pasukan Salib akan sulit mempertahankannya. Benteng vital Kerak dan Montreal yang ingin dipertahankan oleh al-Kamil dianggap kunci kekuatan.

Terlepas dari itu semua, kedatangan Frederick yang terlambat telah membuat Pasukan Salib ingin melanjutkan pengepungan.

Dengan penolakan tawaran perdamaiannya, al-Kamil melanjutkan penyerangan dan menyerbu kamp Pasukan Salib, tetapi pasukannya berhasil dipukul mundur.

Pada bulan November 1219 M, Pasukan Salib menyerang Damietta, dan setelah menerobos reruntuhan menara, pertahanan kota yang kini tinggal sedikit berhasil ditembus.

Pasukan Salib terkejut melihat keadaan musuh dengan jalan-jalan berserakan dengan mayat. Sedangkan mereka yang masih hidup menderita kekurangan gizi dan penyakit yang ekstrem.