Rintangan itu bahkan terlihat sebelum Pasukan Salib sampai ke kota tersebut. Rantai ini memblokir akses ke pelabuhan kota.
Pasukan Salib menghabiskan beberapa bulan untuk mencoba menyerang menara rantai setinggi 21 meter (70 kaki). Menara itu dijaga oleh sekitar 300 orang pasukan.
Pasukan itu bahkan dapat disuplai kembali berkat jembatan yang dibangun dari perahu yang menghubungkan menara ke Damietta.
Pada tanggal 24 Agustus, Pasukan Salib berhasil merebutnya dan akhirnya menurunkan rantainya. Upaya tersebut berhasil setelah Pasukan Salib membangu menara pengepungan di atas kapal yang diikat menjadi satu.
Namun, merebut menara rantai tidak sama dengan merebut Damietta, dan kota itu masih berdiri kokoh di seberang perairan. Ada juga ancaman laten dari al-Kamil, yang menjaga posisinya dengan pasukan besar yang berkemah di sisi timur Sungai Nil.
Sementara itu, musim dingin yang semakin dekat juga mengancam secara signifikan dan menambah masalah bagi Pasukan Salib. Sampai akhirnya, kamp Pasukan Salib mengalami banjir dari luapan Sungai Nil karena badai pada tanggal 29 November 1218 M.
Masalah perbekalan juga memperparah kondisi Pasukan Salib dan penyakit kudis mulai merajalela. Bisa dibayangkan, penduduk Damietta tidak bernasib lebih baik.
Sepanjang musim dingin, musim semi, dan musim panas tahun 1219 M, kedua belah pihak terus berselisih.
Pasukan Salib terus bertahan untuk melakukan serangan apa pun ke kamp mereka yang sangat berbahaya. Namun mereka tidak memiliki tenaga untuk serangan skala penuh ke kota atau pasukan al-Kamil.
Kondisi Pasukan Salib semakin melemah setelah beberapa kontingen Pasukan Salib memilih mundur dan kembali ke negaranya. Harapan yang tersisa adalah, janji Frederick II yang akan memberikan bantuan dengan pasukan yang lebih besar.
Akan tetapi, setelah lama ditunggu-tunggu, justru datang berita bahwa Frederick tidak akan datang sampai tahun depan. Sejarah Perang Salib kelima sepertinya akan mencapai titik nadirnya.