Nationalgeographic.co.id—Menyusuri jalan di bawah rintik gerimis, membuat nuansa kota tua Braga semakin syahdu. Konon, sejak lama Braga dikenal sebagai lokasi paling bersejarah di Kota Bandung.
Menjejaki sepanjang jalan pavement, saya melintasi arsitektur demi arsitektur bergaya Eropa yang menghias sepanjang jalan. Barangkali, inilah yang membuat Bandung mendapatkan julukan di zaman Hindia Belanda dengan julukan Parijs van Java.
Terlebih, dari perkomplekan klasik di Braga ini juga istilah Parijs van Java disematkan oleh orang-orang Belanda. Sebuah situs bersejarah yang memiliki keindahan bak Kota Paris.
Ditemani pramuwisata, teteh Karin, ia menjelaskan bahwa seluk beluk penyematan Parijs van Java juga dikenal karena Braga merupakan tempat Eropa-Eropa kaya menikmati hidup.
Di sudut kota tua itulah, baju impor yang didatangkan langsung dari Paris diperjualbelikan. Orang-orang Eropa maupun Belanda, mulai mengenal Braga laiknya Paris, menjadikannya satu sejarah Parijs van Java.
Berbicara tentang sejarah Parijs van Java, histori Braga pernah dikaji oleh Achmad Sunjayadi dalam jurnal Paradigma: Jurnal Kajian Budaya berjudul Melacak Akar Kreativitas di Kota Bandung Masa Kolonial, terbitan tahun 2020.
"Di Jalan Braga sudah berdiri enam rumah terbuat dari batu milik pejabat dan pensiunan Belanda. Ada juga beberapa warung dari bambu dan beberapa toko. Sampai 1881 jumlah rumah di Jalan Braga bertambah menjadi delapan buah," tulis Achmad.
Pada tahun 1880-an, hubungan di antara penduduk di Braga tidak terbatas pada penduduk Belanda dengan pribumi. Ada pula penduduk Tionghoa, yang sejak periode terdahulu telah ada di Kota Bandung melalui kegiatan perdagangan.
Para pedagang Tionghoa juga kerap berhubungan dengan penduduk lainnya. Dari sana, beragam kuliner khas Tionghoa, seperti bacang, bakmi, bakpau, kecap, sekoteng, tauco dikenal juga oleh penduduk pribumi.
Asal-usul nama Braga belum dapat dipastikan. Ada yang mengaitkannya dengan nama minuman yang disajikan di Societeit Concordia (tempat hiburan di sudut jalan Braga), atau ada juga yang menghubungkannya dengan bahasa Sunda.
Dalam bahasa Sunda dikenal dengan baraga atau ngabaraga (berjalan menyusuri sungai). Yang jelas, nama Braga muncul ketika di wilayah itu berdiri toneelvereeniging (perhimpuan sandiwara) di Braga pada 1882.
Tujuan perhimpunan toneelvereeniging yang disetujui berdasarkan Gouvernement Besluit Bij Staatsblad No 152, adalah meningkatkan hubungan sosial dengan menyelenggarakan pertunjukan drama, musik, dan karya sastra di Braga.